humaniora.id – Kisah film diwarnai misteri, dan atau beraroma dunia gaib tidak saja digemari saat ini, tapi sejak dulu. Masyarakat Indonesia memang terbukti terus dibayangi berbagai variasi cerita horor.
Tak hanya gambaran dalam dunia folklore; cerita yang diwariskan turun-menurun secara tradisional – melainkan merefleksikan pula pendaman kecemasan, kengerian, atau ketakutan yang diam-diam membayangi kehidupan keseharian kita.
Masih lekat dalam ingatan, cerita film ‘Si Manis Jembatan Ancol’ misalnya. Film yang diproduksi tahun 1990-an ini masih kerap jadi bahan obrolan hangat berbagai lapisan masyarakat hingga kini.
Bahkan jauh sebelum itu, film-film yang dibintangi aktris Suzzanna dan aktor komedian Bokir (bintang panggung Lenong), lakon mistik-kleniknya menjadi legenda tersendiri.
Deretan film horor yang diperani Suzzanna misalnya antara lain; ‘Beranak dalam Kubur’, ‘Sundelbolong’, ‘Ratu Ilmu Hitam’, ‘Nyi Blorong’, dan cerita lainnya, kisah-kisah ini masih melekat dalam ingatan sebagian masyarakat.
Salah satu film horror berbalut komedi misalnya berjudul “Hantu Biang Kerok”. Film ini sempat booming di bioskop Indonesia tahun 2009.
Lagi-lagi kemasan film ini mempresentasikan dinamika sistem sosial mistis dengan budaya Betawi. Menampilkan semacam stereotip orang Betawi dalam film Indonesia.
“Justru itu menjadi kemenangan orang Betawi,” tutur aktor Betawi Fadly Fuad, pemeran utama film ‘Hantu Biang Kerok’, saat dijumpai humaniora.id di Jakarta, Senin (30/01/2023).
Industri perfilman dengan setting culture Betawi, khususnya bergenre horror dan komedi, kata Fadly, mencapai puncaknya pada 1970-an hingga 1980-an. Tak hanya di film layar lebar, budaya orang Betawi saat ini juga terdapat dalam film televisi (sinetron).
“Walau kadang yang ditonjolkan orang Betawi jadi tokoh terpinggirkan. Sifat orang Betawi yang suka keterbukaan dan kejujuran justru sering luput dari gambaran cerita film-film kita,” sesalnya.
Nilai kebetawian, lanjut Fadly, merupakan gagasan ideal masyarakat Betawi terhadap kehidupan mereka sehari-hari. Spirit ini pula yang dimanfaatkan masyarakat Betawi menghadapi derasnya arus budaya global yang membanjiri masyarakat Jakarta.
Hebatnya orang Betawi, kata Fadly, dalam kondisi apapun tetap kukuh terhadap keyakinan dan pandangan hidup yang mereka anut. Tapi sayangnya, lanjut Fadly, hal ini jarang tergambarkan dalam film Indonesia.
“Nilai-nilai kebetawian mereka mengakar. Melahirkan karakter tegas dan sabar. Perhatikan walau hidup susah orang Betawi tidak syirik, hasut dengki, apalagi menjual keyakinan (agama) mereka. Karakter seperti ini harusnya muncul juga dalam film-film Indonesia,” ungkapnya.
Sukses membintangi dan memproduseri film‘Hantu Biang Kerok’, Fadly masih ingin membuat sequel (lanjutan) film ini.
“Saya juga sebagai penulis skenarionya ingin lebih mengeksploitasi karakter-karakter yang sudah ada di film‘Hantu Biang Kerok’. Menjadi lebih berbobot. Karakter pemainnya lebih tereksploitasi,” jelas Fadly mengenai treatment cerita film yang akan digarapnya.
Film‘Hantu Biang Kerok’ pertama dibintangi Erland Joshua, Rizky Mocil, Umar Syarief Altaz, Diego Dimas, dan Miss Indonesia Kamidia Radisty. Selain itu, juga bintang senior Nazar Amir, Elvie Sukaesih, Mpok Nori, Opie Kumis, dan Eddie Karsito.
“Mereka ini aktor-aktor legend dan profesional. Mereka ikut menorehkan sejarah perfilman Indonesia,” tukasnya.
Sebagai kemasan hiburan, di sequel film Hantu Biang Kerok ini, terang Fadly, hanya ada dua hantu saja sebagai titik sentral, yaitu pocong dan kuntilanak sebagai sosok peneror.
Seperti film seri pertamanya, Fadly tak menepis kemungkinan muncul berbagai pengalaman mistis sosial kultural masyarakat Indonesia lainnya. Artinya tidak hanya budaya Betawi sentris.
“Suku Betawi memang menjadi kebudayaan terkaya yang dimiliki Indonesia. Adat Betawi relatif lebih banyak menerima masukan budaya luar, baik budaya asing, maupun pengaruh tradisi lain bangsa sendiri. Jadi lewat film saya ingin mengangkat budaya Betawi dari sisi yang lebih humanis,” papar Fadly./*
Comments 2