humaniora.id – Aku tahu katanya politik itu tidak boleh mengedepankan sisi emosional. Tapi entah kenapa, melihat Yenny Wahid dan gerbong Gusduriannya mendeklarasikan dukungan untuk Ganjar-Mafhud, membuat aku begitu terharu.
Yenny membuka acara deklarasi itu dengan melantunkan tembang sastra gending, Roso Pangroso yang sangat menyentuh. Ia pun menjelaskan, bahwa pilihannya pada pasangan ini didasari atas suara hati nurani. Itulah yang juga menyatukan para Gusdurian di seluruh tanah air.
Permasalahan Indonesia saat ini sudah jelas, tindakan koruptif, dan merosotnya rasa keadilan termasuk dalam penegakkan hukum. Dan perjuangan perbaikan di ranah itulah salah satu gagasan yang melekat dalam diri pasangan Ganjar-Mahfud. Rekam jejak dan pengalaman panjang mereka sudah lama bersemayam dalam memori publik.
Rasa keberadilan inilah yang kita rindukan bersama-sama. Apalagi pertunjukkan yang benar-benar mengiris hati dan akal sehat juga sedang dipertontonkan hari ini: tersanderanya lembaga negara. Hukum dan undang-undang dipermainkan hanya demi keuntungan segelintir orang.
Sikap politik yang diambil Gusdurian pun pada akhirnya menjadi bukti bahwa cinta mereka pada bangsa ini tak pernah mati. Mereka tak ingin bangsa ini jatuh dalam kemerosotan. Memberikan rasa keberadilan, menjunjung tinggi hak-hak masyarakat, adalah nilai yang selama ini juga diperjuangkan Gus Dur.
Dari jauh, aku pun hanya bisa mengucapkan terimakasih untuk Mbak Yenny sudah mengingatkan kita tentang hati nurani. Satu-satunya pegangan agar kita tetap menjadi manusia yang seutuhnya.