Jogjakarta, humaniora.id – Peradaban harus ditata dan dikembangkan tanpa mengesampingkan manusia sebagai faktor kunci. Apresiasi setinggi-tingginya harus diberikan kepada para penggiat seni budaya yang telah berkarya dan mengabdi demi kelestarian dan perkembangan budaya.
Demikian antara lain disampaikan Founder Swargaloka Foundation Drs. Suryandoro, saat menyerahkan penghargaan “Swargaloka Award” kepada sejumlah seniman dan budayawan, di acara Temu Kangen Seniman, yang berlangsung di Pendopo Kediaman Djoko Walujo Wimbo Prasetya, S.H, Yogyakarta, Minggu (17/12/2023).
“Penghargaan ini tidak sekedar ajang apresiasi semata. Swargaloka Award adalah harapan publik yang menjadi perhatian Swargaloka Foundation terkait posisi pelaku kebudayaan di tengah masyarakat,” ujar Suryandoro kepada humaniora.id
Eksistensi budaya, lanjut Suryandoro, sangat berarti bagi bangsa. Kreasi kultural bukan sekedar hiburan, melainkan upaya konkrit melakukan pengayaan wawasan kebangsaan.
Swargaloka Award sebagai penanda dan tidak hanya diberikan kepada orang-orang yang menggeluti tradisi dan kesenian, namun juga menjadi ajang untuk mengedepankan kebudayaan Indonesia.
“Sekaligus penghormatan dari generasi sekarang kepada generasi pendahulu. Khususnya kepada tokoh-tokoh hebat yang telah mewarnai seni tradisi, baik itu seni karawitan, seni tari, seni pedalangan atau pun seni teater. Bagian dari perjuangan, dan menjadi bagian penting dalam proses nation- building,” ujar Suryandoro.
Menurut Suryandoro, apresiasi terhadap para pelaku seni budaya sangat penting. Di tengah kondisi bangsa yang mengalami proses dehumanisasi. Era industrialisasi yang membawa sebagian dari masyarakat beralih abstrak tanpa wajah kemanusiaan.
“Kita mengalami objektivasi ketika berada di tengah-tengah mesin politik dan mesin-mesin pasar. Ilmu dan teknologi ikut membantu kecenderungan reduksionistik yang melihat manusia dengan cara parsial,” ungkapnya.
Swargaloka Award adalah penghargaan atas konsistensi melestarikan adat dan seni tradisi. Harapannya kegiatan yang penuh nilai-nilai dan makna kehidupan ini dapat terus berlangsung.
Swargaloka Award adalah bentuk apresiasi kepada para pelestari budaya atas ketekunannya merawat dan memelihara budaya sehingga keberadaannya tetap terjaga dan dapat dimanfaatkan.
“Pentingnya memberikan apresiasi dalam wujud penghargaan kepada sejumlah seniman dan budayawan yang selama ini menunjukkan dedikasi dan kompetensi pada bidang yang digelutinya,” ujar Suryandoro, didampingi master tari dunia, Dewi Sulastri, yang tak lain adalah istrinya.
Sejumlah tokoh penerima anugerah kebudayaan Swargaloka Award adalah, Djoko Walujo Wimbo Prasetya, S.H, (Empu Karawitan), Dr. KPH. Hersapandi Projonagoro, SST., MS. (Pemerhati Kesenian Wayang Orang), Prof. dr. Harsono, Sp.S(K) (Pemerhati Kesenian Wayang Orang), Koesseno Brojo Kuncoro (Maestro Wayang Orang), Heru S. Sudjarwo (Penggiat Budaya), dan Mochammad Rifai (Penggiat Budaya).
Djoko Walujo Wimbo Prasetya, S.H, merupakan empu karawitan yang lama menyebarkan ilmunya di Los Angeles Amerika Serikat. Djoko Walujo mempelajari seni karawitan sejak usia dini dibawah bimbingan beberapa maestro karawitan, seperti K.R.T. Wasitodiningrat.
Sarjana seni lulusan ISI Yogyakarta dan Sarjana Hukum lulusan UGM Yogyakarta ini, mendapat bimbingan dari Raden Lurah Dharmowiyogo, Raden Ngabehi Prawiro Pangrawit, Raden Mas Sri Handoyo Kusumo, Harjoswara, Sunardi Wisnubrata, Pramno, dan Hadi Sumarto.
Tahun 1973, KRT Wasitodiningrat meminta Djoko Walujo menggantikannnya sebagai pimpinan grup karawitan Paku Alaman. Sejak tahun 1975 hingga 1992, Djoko Walujo menjabat sebagai pimpinan dan mengajarkan karawitan.
Tahun 1992, Djoko Walujo bersama keluarga pindah ke luar negeri, dan mengajar karawitan/gamelan Jawa di California Institute of Arts (CalArts) di Valencia, Amerika Serikat.
Dr. KPH. Hersapandi Projonagoro, SST., MS, merupakan Dosen Tetap pada Akademi Seni Tari Indonesia (ASTI) / ISI Yogyakarta sejak tahun 1983. Anggota Dewan Penasehat Sekretariat Nasional Pewayangan Indonesia (SENA WANGI) periode tahun 2000 – 2004 dan periode 2005 – 2009.
Pencetus gagasan pengangkatan pegawai negeri sipil untuk mengembangkan Wayang Orang yang ditempatkan di panggung-panggung pertunjukan wayang orang seperti : Sriwedari Surakarta, Ngesti Pandowo Semarang, Bharata Jakarta dan Taman Mini Indonesia Indah.
Hersapandi bersama Suryandoro adalah inisiator berdirinya Yayasan Puspo Warno Puro Paku Alaman dan Sekretariat Wayang Orang Panggung Amatir (WOPA) Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Prof. dr. Harsono, Sp.S(K), adalah seniman yang juga seorang dokter spesialis saraf lulusan Universitas Gajah Mada (UGM) tahun 1971. Sejak mahasiswa aktif berkecimpung di kegiatan seni budaya khususunya Wayang Orang.
Beliau dosen senior di Fakultas Kedokteran UGM dan pernah menjadi Ketua Kolegium Neurologi Indonesia. Harsono didaulat menjadi Ketua Paguyuban Wayang Bocah Langen Indria dari tahun 1991 hingga tanpa batas. Beliau juga mahir memainkan gamelan.
Koesseno Brojo Kuncoro, pernah menjadi sutradara dan penulis naskah wayang orang dan ketophrak untuk TVRI Pusat dan TVRI Yogyakarta. Bergabung dengan Wayang Orang Ngesti Pandowo Semarang, mendirikan sanggar seni Kusuma Wiraga di Yogyakarta, serta membidani generasi muda Wayang Orang Ngesti Pandowo Semarang.
Koesseno Brojo Kuncoro, sering menjuarai perlombaan tari, serta pernah menjadi Duta Seni Indonesia ke Jepang dan Korea. Sejak kecil sudah piawai menari. Koesseno kecil berkali-kali diundang menari di Istana Bogor oleh Presiden Soekarno di saat masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD).
Heru S. Sudjarwo, adalah sutradara, penata produksi film, dan anggota Karyawan Film dan Televisi (KFT). Mengawali karir di industri film sebagai penata artistik film sejak era sutradara Sjumandjaja, dan Wim Umboh.
Bergabung dengan Fortune Advertising menghasilkan dua Citra Pariwara “Iklan Terbaik Produk Grup Sampoerna.” Aktif di berbagai organisasi perfilman, pelukis, pematung, perancang Piala Citra Baru pada Festival Film Indonesia (FFI) 2008.
Heru S. Sudjarwo, belakangan banyak menulis. Salah satu karya tulisnya dituangkan dalam bentuk buku “Rupa dan Karakter Wayang Purwa.”
Mochammad Rifai, merupakan penggiat budaya yang sempat mendedikasikan dirinya di dunia pertelevisian Indonesia. Ia juga bertindak sebagai produser dan sutradara berbagai penayangan di televisi.
Pria yang kini akrab disapa mbah Boy ini terus mengembangkan geliat cinta budayanya melalui Kampung Edukasi Watulumbung yang terletak di ketinggian Bukit Parangtritis, Kecamatan Kretek, Bantul, Yogyakarta.
Eksistensi keenam tokoh ini dinilai memberi kontribusi besar terhadap perkembangan seni dan budaya, khususnya seni tradisi.
“Apa yang kami berikan saat ini tidak ada apa-apanya. Karena karya seniman tidak ternilai harganya dan dalam bentuk apapun. Mereka sumber inspirasi mewarisi karya cipta budaya dan tradisi Indonesia. Itu yang harus kita lestarikan dan sinergikan,” ujar Dewi Sulastri yang juga salah satu pendiri Yayasan Swargaloka.
Di acara temu kangen seniman tersebut, Koesseno Brojo Kuncoro (Maestro Wayang Orang), mengucapkan terima kasih mendapat penghargaan dari Yayasan Swargaloka. Ia berharap penghargaan serupa juga dapat diberikan untuk para maestro wayang lainnya.
“Dengan adanya penghargaan dari Yayasan Swargaloka ini untuk grup-grup wayang orang, baik itu di pusat maupun di daerah, dimanapun mereka berada, saya harapkan akan lebih semarak lagi untuk penampilan wayang-wayang orang. Wayang adalah kesenian adiluhung. Saya tidak akan lupakan kesenian wayang orang ini,” tutur Koesseno.
Prof. dr. Harsono, Sp.S (K), yang didapuk sebagai Pemerhati Kesenian Wayang Orang, mengaku tidak menduga bahwa akan menerima penghargaan Swargaloka Award dari Yayasan Swargaloka.
“Bagi saya pribadi menjadi suatu hal mengejutkan. Saya berterima kasih masih ada pihak-pihak yang memberi perhatian, sebagaimana yang dilakukan Swargaloka ini,” ujarnya.
Sudah semestinya, kata dia, jika tradisi positif ini diteruskan oleh generasi berikutnya. Perlu perhatian dari Dinas Kebudayaan dan lembaga Pemerintah lainnya yang ikut membiayai seni pewayangan. Di Yogyakarta banyak komunitas kesenian yang meneruskan dan melestarikan budaya wayang orang ini.
“Sebetulnya di dalam wayang orang itu, tersimpan suatu hakekat etika, sopan santun dan budaya yang secara umum bisa memelihara kita dalam kehidupan sosial yang lebih baik. Kesenian itu suatu kumpulan etika; adab. Saya sangat senang dengan perhatian dan kepedulian Yayasan Swargaloka ini,” ujar Harsono.
Piagam penghargaan “Swargaloka Award” ditanda tangani Dr. Ir. Erman Suparno, MBA, Msi (Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabinet Indonesia Bersatu) selaku Ketua Umum Himpunan Seni Budaya Indonesia, Kanjeng Raden Tumenggung Sulistyo Tirtokusumo (Mantan Direktur Kesenian Kemendikbud dan mantan Direktur Budaya TMII), serta Drs. Suryandoro selaku Founder dan CEO Swargaloka Foundation.
Sejumlah tokoh yang telah menerima penghargaan “Swargaloka Award” diantaranya, Darsi Pujorini (tokoh Wayang Orang Sriwedari), Waljinah (Maestro Keroncong), S. Ngaliman Condropangrawit (Maestro Tari Surakarta), KPH. Pujaningrat/Romo Dinusatomo (Maestro Tari Yogyakarta), KRT. Radyo Adi Nagara (Empu Karawitan Klaten), Bondan Nusantara (Penggerak Kethoprak Yogyakarta), Kharizal (Penggerak Kesenian Rakyat di Kabupaten Langkat Sumatera Utara).
Penyerahan Piagam Penghargaan “Swargaloka Award” ini dilaksanakan pada acara temu kangen para seniman yang tergabung dalam Keluarga Kesenian Mahasiswa Unit Kesenian Jawa Gaya Surakarta (KKM UKJGS) Universitas Gajah Mada (UGM), Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta dan Yoyakarta, serta para seniman lainnya./*
Sukses, dan ide yg bagus utk Swargaloka Award
Terima kasih atas dukungannya.. semoga Swargaloka terus berjaya dan berkarya…