humaniora.id – Seni rupa kerap identik dengan penggambaran alam. Banyak praktik melukis menempatkan alam menjadi sumber inspirasi. Hal ini sudah dilakukan para pelukis dari zaman ke zaman di berbagai pelosok dunia.
Kali ini perupa Yaqub Elka, dan Putra Gara mendeskripsikan alam lewat goresan di atas kanvas. Keduanya mendefinisikan naturalisme dalam wujud karya seni. Melukiskan kodrat alam, manusia, dan berbagai fenomenanya.
Karya dua pelukis muda ini tampil dalam Two Garajas – Putra Gara dan Yaqub Elka, Art Exhibition “The Universal Loves” yang digelar di Galeri Darmin Kopi, Duren Tiga Jakarta Selatan, 25 November – 10 Desember 2023.
Pameran lukisan ini diselenggarakan oleh Dewan Kesenian Kabupaten Bogor (DKKB), Komunitas Pelukis Sanggar Gelanggang Remaja Jakarta Selatan (Gerajas), serta didukung lembaga seni lainnya.
Pameran dibuka oleh fotografer senior dan mantan Anggota Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) Firman Ihksan, Sabtu, (25/11/2023).
“Proses kreatif seniman lebih karena panggilan jiwa. Sisi dan nilai ekonomisnya akan mengikuti sesuai perjalanan waktu,” ujar Firman Ihksan memberi sambutan.
Acara pembukaan pameran lukisan ini dihadiri sejumlah seniman dan penggiat budaya. Tampak hadir pengelola Rumah Budaya HMA, Halimah Munawir, Irawan Karseno (mantan Ketua DKJ), Puguh Waruju (Kurator Seni Lukis), Yuli Riban (Galeri Darmi Kopi), dan para seniman serta tamu undangan lainnya.
Menurut Halimah Munawir, melalui karya- karyanya dua perupa ini bicara dan berdialog dengan alam.
“Beradaptasi dengan garis dan warna, sesuai proses perjalanan berkarya mereka,” tukas Halimah singkat.
Kurator Puguh Waruju, memberi catatan bagi kedua pelukis almuni Garajas ini, sesuai tema pameran ini, sesuatu yang general, tentang cinta, kosmos atau alam.
“Cinta itu melekat pada diri manusia. Cinta itu menggerakkan kehidupan. Kedua pelukis berkarya juga karena cinta,” tegas Puguh.
Untuk lukisan-lukisan Putra Gara, menurut Puguh, ada otentik dari rona pewarnaannya.
“Karya Putra Gara ingin bicara betapa pentingnya kita menjaga kekayaan alam sebagai kedaulatan dan aset yang kita miliki,” komentarnya.
Menanggapi sejumlah lukisan karya Yaqub Elka, Puguh mencermati garis-garis dengan latar belakang warna putih. Lukisan buah-buahan misalnya, kata Puguh, dimensinya aktual.
“Yaqub ingin menyampaikan bahwa alam itu bagian dari kehidupan kita yang harus kita cintai. Hidup tanpa cinta, ibarat sepi,” tegasnya.
Putra Gara adalah pelukis otodidak. Awalnya belajar melukis di Gelanggang Remaja Jakarta Selatan (Gerajas). Setelah itu belajar melukis sama pelukis Agus Wakidi. Selain melukis, juga aktif membuat kartus buat koran-koran. Melukis buat Putra Gara adalah istirahat yang menyenangkan setelah lelah berutinitas dari menggeluti seni sastra dan seni peran.
Selain melukis Putra Gara juga di kenal sebagai penulis. Sejak masuk SMP, Gara sudah melakukan hobi menulisnya dan karyanyapun sudah masuk media cetak.
Hingga saat ini cerpennya sudah mencapai ratusan dan buku yang ia tulis mencapai 10 buku lebih. Diantaranya : Pangeran Pasai (Penerbit Hikmah), Kisah Cinta tiga Pria (KumCer : Cipta Media), Takdir bayi-bayi (KumCer: Cipta Media), Cinta di Antara Dua Pria (Penerbit Universal Nikko), Tembang Lara Perangkai Kata (Cipta Media).
Yaqub Elka, adalah seniman kelahiran Jakarta, 28 Januari 1975. Lulusan STKIP Kusuma Negara Jakarta. Ia juga belajar melukis di Sanggar Gelanggang Remaja Jakarta Selatan (Gerajas).
Yaqub Elka, pernah mengajar di sekolah IKKT Tunas Muda (2001). Menjadi guru di sekolah Santo Antonius (2006), sekolah Kalam Kudus II (2008), dan pengajar sekolah Methodist (2009).
Banyak melakukan berbagai pameran baik tunggal ataupun kelompok. Menerima sejumlah penghargaan. Antara lain, sebagai Pelukis Terbaik dari Dinas Kebudayaan DKI (1995 dan 1996), dan Karya Poster Terbaik Peringatan 50 tahun Hak Asasi Manusia (1998).
Menerima penghargaan dari Presidium Mahasiswa Universitas Katolik Atmajaya, Jakarta (1999), dan penghargaan Philip-Morris Art Awards Indonesia group Exhibition (2000)./*