humaniora.id – Beliau sebagai pemimpin negara ini pernah ditanya oleh para wartawan….
“Pak, bagaimana tanggapan bapak terhadap harga beras dan bahan pangan lain yang harganya naik terus?’ tanya seorang wartawan kepada beliau.
Beliau pun menjawab dengan tenang, dan sepertinya tanpa berpikir, meskipun jidatnya dikrenyitkan seolah-olah seperti sedang berpikir……
“Ya wajar saja, negara-negara lain juga sedang mengalami kenaikan harga pangan. Karena inflasi harga-harga pangan di dunia memang sedang tinggi…” jawab beliau dengan santainya.
Pernah beliau ditanya lagi….”Pak, bagaimana tanggapan bapak dengan perusakan lingkungan yang disebabkan oleh penambangan timah di daerah Sumatera dan pertambangan lainnya di Indonesia?”
Sekali lagi, beliau pun menjawab dengan tenang, dan sepertinya tanpa berpikir, meskipun jidatnya dikrenyitkan seolah-olah seperti sedang berpikir……
“Ya wajar saja, itu kan memang sudah resiko pertambangan. Negara-negara lain juga sedang mengalami kerusakan lingkungan seperti kita.…” jawab beliau dengan santainya.
Di lain kesempatan, para wartawan bertanya lagi kepada beliau….”Pak, bagaimana tanggapan bapak dengan anjloknya nilai mata uang kita terhadap dollar saat ini, yang mana sudah tembus diambang psikologis sampai 16.470 per dollarnya?
Sekali lagi, beliau pun menjawab dengan tenang, dan sepertinya tanpa berpikir, meskipun jidatnya dikrenyitkan seolah-olah seperti sedang berpikir……
“Ya wajar saja, seluruh negara-negara di dunia saat ini sedang mengalami penurunan nilai mata uang terhadap dollar, jadi jangan panik…..” jawab beliau dengan santainya.
Dan untuk kasus krusial yang terbaru, beliau pernah ditanya juga….”Pak, bagaimana tanggapan bapak dengan peretasan yang dilakukan oleh para hacker terhadap data-data di Pusat Data Nasional?”
“Ya wajar saja, itu kan memang sudah resiko dunia teknologi. Negara-negara lain juga pernah mengalami peretasan data nasionalnya seperti kita.…” jawab beliau dengan santainya.
Oooh…ternyata, kita mempunyai seorang pemimpin yang menganggap mahalnya harga pangan, rusaknya alam negara, anjloknya nilai mata uang negeri sendiri, bahkan bocornya data-data sensitif negara oleh para hacker pemula dengan mudahnya, tetap dianggap dalam keadaan ‘wajar.’
Bukankah itu artinya negara kita sedang dalam keadaan yang ‘wajar-wajar’ saja? Alhamdulillah jika memang benar demikian keadaannya….
Ya, ‘kewajaran’ yang dianggap biasa-biasa saja, karena menurutnya bukan hanya kita saja yang mengalami ‘kewajaran-kewajaran’ tersebut, tetapi seluruh dunia pun dianggap sedang mengalaminya.
Namun bagi pemikiran wajar manusia yang benar-benar sehat pemikirannya, alasan bahwa ‘seluruh dunia pun sedang mengalaminya…’ benar-benar sangat tidak wajar.
Mengapa demikian? Pertama, ya karena jelas-jelas berbeda keadaan yang ada dan sedang terjadi di negara kita, dengan negara-negara lain yang ada di dunia, baik dari keadaan kekuatan struktur keuangannya, berbeda rasio hutang luar negerinya, berbeda keadaan sistem pemerintahannya, berbeda keadaan aturan-aturan yang ada, berbeda ketahanan politik dan ekonominya, berbeda daya juang dan kecerdasan rakyatnya dalam menghadapi krisis, dan yang pasti sangat berbeda pula kecerdasan, ambisi, dan kualitas kepemimpinannya.
Lagipula beliau pun tidak pernah menyebutkan negara mana yang keadaannya memang benar-benar sama dengan negara kita. Dengan demikian, alasan tersebut sangat absurd sekali komparasinya. Ya wajar sajalah….
Kedua, alasan ‘kewajaran-kewajaran’ tersebut sepertinya memang diucapkan untuk menutupi ketidakmampuan beliau sebagai seorang pemimpin negara dalam memberikan solusi yang wajar atas semua masalah-masalah tersebut, sehingga keadaan negara-negara di dunia lain yang dijadikan ‘kambing hitamnya.’
Ketiga, wajarlah jika rakyat negeri ini yang masih memiliki akal dan pemikiran yang wajar…dan sehat, untuk tetap mengawal perjalanan negara ini kedepannya.
Mengapa demikian? Karena kepemimpinan saat ini sampai lima tahun kedepan pun lahir dari proses-proses yang tidak wajar, dengan merubah hukum di tingkat tertinggi demi meloloskan anak sulung beliau menjadi kontestan wakil presiden, dan jika perlu merubah semua peraturan-peraturan demi memenuhi hasrat sang beliau (selagi berkuasa) untuk menjadikan semua anggota keluarganya menjadi pemimpin nasional dan pemimpin daerah di negeri ini. Akhirnya dapat dipastikan, rusaklah satu negara hanya karena ulah satu keluarga.
Jangan sampai semua ketidakwajaran tersebut terus berulang di masa-masa yang akan datang, agar anak cucu kita nantinya dapat hidup berbangsa dan bernegara dengan wajar, dan tidak seperti yang orangtua dan kakekneneknya alami saat ini. Dan jangan sampai pula negara ini cepat punah dalam keadaan yang tidak wajar, alih-alih mendapatkan kondisi ‘Emas’ di tahun 2045 nanti.
“Aaaah, kata siapa tidak wajar, kan semua prosesnya sudah sesuai dengan hukum yang berlaku…..?” kata mereka yang mendukung beliau dengan segala ‘kewajaran-kewajarannya’ yang aneh tersebut.
Ya,negeri ini memang negeri yang selalu menganggap semuanya ‘wajar-wajar’ saja. Dari mulai pemimpinnya, para menteri dan pejabat negaranya, sampai kepada rakyatnya, sepertinya lebih senang menerima semua ‘kewajaran-kewajaran’ tersebut dalam kehidupannya, meskipun kehidupannya berada dalam kesulitan yang sebenarnya sangat tidak wajar, karena sifat pragmatis, oportunis, koruptif, dan senang ‘menjilat’, ditambah lagi karena ketidakmampuan untuk mencari solusi dalam mengatasi ketidakwajaran yang dianggap ‘wajar-wajar’ saja tersebut.
Ya wajar sajalah….
Wallahu’allam bisshowab
Jakarta, 4 Juli 2024
*Dosen Prodi Pendidikan Agama Islam UNIDA Bogor/ Director of Logos Institute for Education and Sociology Studies (LIESS) / Pemerhati Pendidikan dan Sosial/ Anggota PJMI