Jakarta, humaniora.id – Amicus Curiae atau “sahabat pengadilan” yang dilakukan Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Megawati Soekarno Puteri, pada Sengketa Pilpres lalu cacat hukum. Karena Megawati tidak berhak mengajukannya. Maka wajarlah hakim konsititusi tidak menjadikannya sebagai bahan pertimbangan untuk mengambil keputusan. Hal tersebut dikemukakan pada Webinar “Arah Politik Hukum Ketatanegaraan Indonesia, Pasca Putusan Perselisihan Hasil Pilpres oleh Mahkamah Konstitusi, Sabtu 27/4/2024.
Webinar yang diselenggarakan oleh Fakultas Hukum Universitas Islam As Syafiiyah (FH UIA) itu menghadirkan pembicara kondang, diantaranya, Kuasa Hukum Paslon Anies Baswedan- Muhaimin Iskandar DR. Heru Widodo S.H.,M. Hum. Ahi Hukum Paslon Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka Prof. DR. Andi M. Asrun S.H., M.H. Dosen Hukum Kepemiluan Universitas Indonesia (UI), direktur Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini S.H., M.H., dimoderatori oleh Dosen Fakultas Hukum UIA Slamet Riyanto S.H., M.H., serta dipandu oleh Dosen UIA M. Fahruddin S.H.
“Amicus Curiae itu hanya boleh diajukan oleh pihak yang tidak ikut dalam perkara yang sedang diadili. Sementara Megawati Soekarno Puteri adalah pihak yang ikut dalam perkara itu. Dia adalah Ketua Umum PDIP, pengusung calon nomor 3 yang sedang berperkara, ” tegas Andi Asrun.
Anehnya, lanjut Asrun, media menggembar-gemborkan peran yang Mega ambil, seolah-olah dia pembawa kebenaran sejati.
“Yang salah kok dielu-elukan sebagai pahlwan pembawa kebenaran,” tambah Asrun.
Asrun mengatakan apa yang diputuskan oleh Mahkamah Konstusi sudah benar. Putusan itu final dan mengikat. Tidak ada upaya hukum lain yang bisa mengubahnya. Termasuk ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang kini masih diupayaakan pasangan nomor 3. Untuk itu ia mengajak semua komponen bangsa bersatu kembali membangun masa depan yang lebih baik.
Sementara itu Kuasa Hukum Paslon Anies Baswedan- Muhaimin Iskandar DR. Heru Widodo S.H.,M. Hum. mengatakan pihaknya menerima putusan Mahkamah Konstitusi. Buktinya Anies-Muhaimin menyampaikan selamat kepada Prabowo-Gibran. Yang kemudian bisa menjadi pegangan dan perbaikan ke depan. Salah satu yang sangat penting menurutnya adalah MK bukan hanya mahkamah kalkulator, yang hanya mengadili angka-angka, tetapi juga proses diperolehnya angka-angka itu.
Sedangkan Titi Anggraini menyoroti bom waktu MK yang bisa meledak jika tidak diantisipasi sejak dini. Utamanya (yang paling dekat) dalam menghadapi Pilkada Serentak Oktober mendatang.
“Menurut saya MK itu tidak sedang baik-baik saja. MK sedang punya masalah besar. Ada persoalan krusial yang harus diperbaiki. Jika tidak, akan bisa meledak. Persoalan itu mulai dari rekrutmen hakim yang njlimet dan susah, tapi ujung-ujungnya ditetapkan (dipilih) atas dasar kepentingan pihak yang berwenang juga. Ini sangat krusial,” tuturnya.
Titi pun sepakat mengembalikan MK hanya mengadili persoalan yang berkaitan dengan konstitusi. Sementara Pilpres dan Pilkada dibuatkan pengadilan tersendiri.* ()/Ind