humaniora.id – “Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.”
Itulah nukilan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Berlaku bagi semua bangsa-bangsa di dunia yang menghargai hak asasi kemanusiaan, dan tetap relevan di setiap zaman.
Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945. Malaysia merdeka tepat 12 tahun setelah Indonesia merdeka, yaitu pada tanggal 31 Agustus 1957.
Di bawah panji spirit kemerdekaan, orang-orang berkumpul di Dewan Belia Lebuh Acheh, 10450 George Town Pulau Pinang Malaysia, Sabtu, 19 Agustus 2023.
Bendera simbol Negara dua bangsa dikibarkan. Lagu kebangsaan Malaysia (Negaraku) dan lagu kebangsaan Indonesia (Indonesia Raya) pun dikumandangkan.
Mereka tengah merayakan kemerdekaan bangsa dan Negaranya; Indonesia dan Malaysia, bertajuk “Sempena Sambutan Hari Kemerdekaan 2023.”
Acara ini dimulakan sejumlah masyarakat setempat, pelajar Malaysia dan Indonesia, serta warga Indonesia yang tinggal dan atau bekerja di kota ini.
Diselenggarakan MFS Production Sdn. Bhd Penang Malaysia bekerjasama dengan Sanggar Humaniora Kota Bekasi Indonesia.
Selain diskusi bertajuk “Film Kita Dalam Tamadun Dua Bangsa : Indonesia dan Malaysia”, acara ini diisi dengan berbagai kegiatan, dan hiburan.
Acara diskusi menghadirkan para insan film, aktor dan aktris dari Malaysia dan Indonesia sebagai narasumber. Dipandu seorang entertainer Malaysia, Viviana Abdullah sebagai moderator.
Dari Indonesia tampil Eddie Karsito (Scriptwriter, Actor dan Director), dan Yati Surachman (Aktris Film). Dari Malaysia tampil Sophilea (Scriptwriter, Director, dan Novelis).
Untuk kegiatan lomba dan hiburan, perhelatan seni budaya ini menggelar live music, performance Penneo Band, ajang pencarian bakat akting dan menyanyi (Open Casting & Solo Song), pertandingan, serta undian (lucky draw) dengan puluhan hadiah menarik.
Suka cita kemerdekaan; sebuah perhelatan yang dapat menjadi ikon bebas dari segala belenggu; kekangan. Menempatkan kesadaran kebangsaan dan kemerdekaan dalam dimensi kebudayaan.
Meski secara geografi ada batas wilayah dengan kebijaksanaan politik berbeda, namun hubungan sosio-kultural masyarakat dua bangsa ini (Indonesia dan Malaysia) tidak dapat dipisahkan.
“Tujuan kami ingin memberi persefahaman perbezaan kebudayaan dan kesenian antara dua Negara; Malaysia dan Indonesia. Dengan harapan dapat memberi manfaat pendedahan kepada umum untuk menceburi bidang ini,” ujar Owner MFS Production Sdn. Bhd, Mohamad Firdaus Saad, yang hadir di acara ini.
Mohamad Firdaus Saad mengatakan, pentingnya hubungan kerjasama antar masyarakat Malaysia dan Indonesia. Acara ‘Sempena Sambutan Hari Kemerdekaan 2023 ini, kata Firdaus, dapat menjadi contoh betapa hubungan budaya jauh lebih mengakar dan dapat melampaui batas-batas politik dan geografi.
“Kedua bangsa ini berdampingan menciptakan harmoni dengan cara-cara kebudayaan,” ujarnya.
Ratusan orang terdiri dari pelajar, pekerja industri, masyarakat setempat dan warga Indonesia yang tinggal dan atau bekerja di kota ini tumpah ruah menjadi bagian dari kemeriahan acara ini.
Hadir mewakili Pejabat Pemerintah Indonesia, Dadang Rahmat, selaku Pelaksana Fungsi Penerangan, Sosial dan Budaya KJRI Penang Malaysia, dan Eddy Virgo sebagai Chairman Pertubuhan Masyarakat Indonesia (Permai) Pulau Pinang Malaysia yang juga Representative Officer for Penang Malaysia Medan Penang Syster City Coordinator.
Beberapa tokoh penting di kota ini, antara lain Dato’ Lim Khoon Soon (Quantum Metal Sdn. Bhd), Dato’ Jack Tan (Fastlane Emergency Resources Group Sdn. Bhd), Azlan Azmi PJM (Chief Executive Officer Res Indigo Sdn.Bhd) Selangor Malaysia, serta beberapa tokoh masyarakat lainnya.
Eddie Karsito, sineas dan budayawan asal Indonesia yang menjadi salah satu narasumber diskusi mengatakan, sejarah panjang hubungan Indonesia dan Malaysia memperlihatkan kedua bangsa ini memiliki akar tradisi, sosial-budaya yang sama, yaitu: Melayu.
“Gerakan budaya ini begitu penting bagi masyarakat di kawasan ini. Romantisme, ikatan emosional Indonesia dan Malaysia bahkan secara kultural telah terajut jauh sebelum dua bangsa ini meraih kemerdekaannya,” ujarnya.
Perkembangan dunia film yang ditopang kemajuan teknologi seperti saat ini, menurut Eddie, membutuhkan integrasi budaya. Oleh karena itu kreasi seni film kita harus berdaya saing dan berkarakter.
“Saat ini terjadi intrusi pada budaya bangsa kita. Jangan terlambat menyadari. Sebab akar budaya bangsa menjadi taruhan,” kata dia.
Hingga saat ini inferioritas masih mendominasi sebagian masyarakat. Sehingga apapun nilai-nilai budaya berasal dari luar kerap dianggap lebih indah, lebih menarik, dan lebih modern.
“Rekognisi tersebut berdampak pada karya film, khususnya terkait dengan ide cerita. Akibatnya cerita film kita dinilai miskin gagasan, terutama menyangkut cerita-cerita berbasis budaya bangsa sendiri,” ujar Eddie lagi.
Narasumber lainnya, Sophilea dari Malaysia menyampaikan bahwa acara dialog interaktif “Film Kita Dalam Tamadun Dua Bangsa” dapat menjadi media pengenalan dan peningkatan kompetensi di bidang perfilman.
“FMS production Sdn. Bhd. kalau menurut saya adalah sebuah syarikat (corporate) yang bisa ikut memajukan industri film dimana insan film Malaysia dan Indonesia bisa menjalin kerjasama yang lebih baik dan meluas,” ujar Scriptwriter, Director, dan Novelis berpengaruh di Malaysia ini.
Setelah kegiatan ini, terang Sophilea, pihaknya akan memproduksi sebuah film yang melibatkan artis dua Negara dengan lokasi shooting di Malaysia dan Indonesia.
Yati Surachman, aktris film Indonesia, yang juga tampil sebagai narasumber diskusi ini menyampaikan, kekuatan film diyakini mampu mengubah persepsi publik terhadap Negara tertentu.
“Film kemudian menjadi hal yang populer sebagai bagian dari diplomasi budaya suatu Negara karena pengaruhnya yang sangat besar. Sejumlah Negara menempatkan film sebagai bagian dari diplomasi budaya mereka,” ujar penyandang gelar The Best Actress Asia-Pacific Film Festival (APFF) ini.
Diplomasi budaya, lanjut Yati Surachman, harus dibedakan dari kegiatan diplomasi lainnya.
“Karena diplomasi budaya, tujuannya hanyalah untuk menumbuhkan saling pengertian dan harmoni melalui pengenalan budaya,” ujar artis yang pernah secara khusus diundang menghadiri Independence Movement International Film Festival 2018, di kota Seoul Korea Selatan ini.
Direktur Utama MFS Production Sdn. Bhd, Seroja Sartika, dalam kesempatan ini menyampaikan terima kasih atas dukungan semua pihak hingga terlaksananya acara ini.
“Kami tidak sendiri. Melainkan didukung oleh banyak pihak. Terima kasih kontribusi semuanya hingga kita bisa berada di titik ini. Meskipun tidak mudah. Tapi berkat kerja keras bersama kita bisa mencapainya,” ujar Seroja Sartika.
Seroja Sartika juga menyampaikan terima kasih kepada Konsulat Jenderal Republik Indonesia di Penang Malaysia, Pertubuhan Masyarakat Indonesia (Permai), Badan Pengelola Dewan Belia Lebuh Acheh, Indofood, Quantum Metal, SOS Fastlane, Penneo Band, para artis narasumber, para pengisi acara.
“Terima kasih juga kepada rekan-rekan wartawan dari berbagai media di Malaysia dan Indonesia. Tim kreatif MFS Production dan Sanggar Humaniora, serta semua pihak yang terlibat di dalamnya,” ujarnya.
Seroja Sartika berharap kegiatan ini menjadi suatu permulaan yang baik dari berbagai event yang kembali akan diselenggarakan MFS Production Sdn. Bhd.
“Sukses hari ini menumbuhkan kekuatan besar. Menjadi motivasi meraih impian. Tak peduli seberapa kerasnya perjuangan. Menyadari hal yang kurang, tapi jangan kehilangan harapan,” ujar Seroja Sartika menutup./*