Humaniora.id – Jabodetabek – Wali Kota Depok, Mohammad Idris beserta jajaran Pemerintah Kota (Pemkot) Depok mengikuti acara roadshow daring bersama Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy tentang Percepatan Penurunan Stunting dan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem secara virtual.
Dalam kesempatan itu, Wali Kota Depok, Mohammad Idris menjelaskan, prevalensi gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak yang ditandai dengan tinggi badan bawah standar (Stunting) pada 2022 sebesar 3,48 persen, atau sekitar 3.637 balita di Kota Depok.
“Menurut WHO prevalensi 3,48 persen masuk kategori rendah,” ungkapnya dalam paparannya di Ruang Edelweis Lantai 5, Balai Kota Depok, Jumat (20/01/23).
Kiai Idris, sapaan akrabnya, mengatakan, dalam penanganan stunting Pemerintah Kota Depok memiliki tekad yang kuat. Pasalnya permasalahan ini sangat kompleks, karena berdampak pada generasi masa depan.
Oleh sebab itu, Pemkot Depok membuat inovasi dan kolaborasi penanganan stunting bersama stakeholder. Di antaranya, program Depok Sukses Bebas Stunting Mewujudkan Kota Ramah Anak (D’Sunting Menara), Disdik Melawan Stunting, Sekolah Pra Nikah, Gemar Makan Ikan dan Gerimis Telur.
“Selain itu, ada Forum Anak Lawan Stunting, ada juga program anak anak GenRe yaitu Ngobrol Kecil Tapi Asik Bareng Duta GenRe, ini beberapa kegiatan, inovasi untuk menangani permasalahan stunting,” papar Kiai Idris.
“Kami juga membuat pusat pemulihan gizi buruk di Puskesmas Sukmajaya, ini sejak tahun 2008 dan pertama di Indonesia,” jelasnya.
Kiai Idris menuturkan, persentase penduduk miskin Kota Depok tahun 2021 adalah 2,58 persen. Posisi Kota Depok saat itu tiga terendah se-Indonesia, setelah Kota Sawahlunto dan Kota Tanggerang Selatan (Tangsel).
“Pada 2022 berada di posisi lima terendah di bawah Kota Sawahlunto, Balikpapan, Bangka Barat, Kota Tangsel, dengan besaran 2,53 persen penduduk miskin Kota Depok,” tuturnya.
Sejumlah strategi penanggulangan kemiskinan juga sudah dijalankan Pemkot Depok, meliputi penggunaan satu data kemiskinan melalui Sitpas atau Sistem Terintegrasi Pelayanan Sosial yang dikembangkan menjadi Sistem Satu Data KODE MASAKINI (Kota Depok Masyarakat Miskin Terintegrasi).
Lalu integrasi program penanggulangan kemiskinan berbasis sasaran dan kewilayahan dengan titik berat pada peningkatan Human Development Index (HDI).
“Strategi penguatan program Kartu Depok Sejahtera terintegrasi dengan 7 kegiatan, antara lain, BPJS PBI APBD, bantuan siswa miskin, bantuan siswa berprestasi, dan renovasi rumah tidak layak huni,” terangnya.
“Lalu Bantuan Pangan Kota (BPK), bantuan lansia dan disabilitas berdaya, santunan kematian dan bantuan keterampiln serta pelatihan kerja untuk warga tidak mampu,” ujarnya.
Kiai Idris meminta kepada pemerintah pusat untuk kepastian metode yang digunakan dalam mengumpulkan data status gizi balita. Apakah menggunakan elektronik elektronik-Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis masyarakat (e-PPGBM) atau Studi Status Gizi Indonesia (SSGI).
“Terlalu banyaknya aplikasi yang digunakan, sehingga menimbulkan beban pelaporan yang tinggi,” tegasnya.
Maka, sambung Kyai Idris, diharapkan tidak menambah aplikasi baru, karena aplikasi PPGBM sudah digunakan posyandu, yang dinilai cukup efektif dan dilaksanakan secara konsisten di Kota Depok.
“Juga kesepakatan hasil survei Regsosek sebagai satu data kemiskinan,” tandasnya. (JD 05/ED 02/EUD02)
Sumber : https://berita.depok.go.id/
Comments 2