humaniora.id – Tak banyak grup musik di Indonesia yang dapat bertahan panjang. Salah satu yang mampu mempertahankan eksistensinya adalah Wali Band.
Wali Band masih punya banyak penggemar setia dan karyanya masih digemari. Tak kenal kata bosan mendengar lagu-lagu mereka.
Wali Band berhasil menginovasikan berbagai cita rasa nada dan syair ke dalam suasana psikologis yang memiliki pengaruh adiktif. Seolah menjadi opium yang membuat orang selalu ingin mendengarkannya.
Inilah karya paling anyar (baru) dari Wali Band, sebuah single berjudul “Kumaha Aing” (dari bahasa Sunda yang berarti “bagaimana aku” atau “terserah saya”).
Berlirik bahasa Sunda. Musiknya digarap dengan berbagai laras Pasundan seperti suling dan kendang jaipongan.
“Bikin lagu dengan lirik bahasa daerah (Sunda) adalah kali pertama bagi Wali,” ujar Apoy, gitaris sekaligus pencipta lagu-lagu Wali membuka obrolan dengan humaniora.id, di Jakarta, Jum’at (27/01/2023).
Sejak dulu, kata Apoy, Wali Band memang ingin buat lagu dengan lirik Sunda. “Ya sebab ini challenge juga buat kami. Wali bisa enggak menyanyikan lagu yang agak primordial sedikit,” ujarnya.
Menurut Apoy inilah inovasi budaya (Sunda) ke dalam pop culture. “Kebetulan saya orang Sunda, Faank orang Sunda. Jadi, apa salahnya kalau kita harus coba membuat lirik yang tidak pernah kita buat sebelumnya,” tuturnya.
Semangat membuat lagu dengan lirik bahasa daerah, kata Apoy, sudah lama dipikirkan Wali. Apalagi, band ini telah eksis selama 23 tahun. Sempat banyak pertimbangan. Tapi harapan tersebut akhirnya terwujud di tahun ini.
“Kan lagu-lagu dengan lirik bahasa Jawa sudah, kenapa kita nggak nambah khazanah kita buat memperkaya budaya Nusantara. Jawa sudah, sekarang giliran Wali yang Sunda,” ungkapnya.
Ke depan, kata Apoy tak menutup kemungkinan, Wali ciptakan lagu budaya Sumatera Barat, Kalimantan, Sulawesi, dan akhirnya mengkerucut kecintaan kepada budaya Nusantara, Indonesia.
“NKRI jadi dihadirkan. Selain ada pesan budaya, ada juga pesan moril. Itu ada dua poin yang kita mau sampaikan kepada para pengemar Wali dan masyarakat,” lanjut Apoy.
Apoy menambahkan, lagu ini sengaja diciptakan Wali sebagai bentuk penolakan terhadap arogansi kehidupan. Seolah-olah ada yang merasa superior, merasa paling benar atau lebih parah lagi; menjadi Fir’aun di dunia nyata.
“Sehingga kita harus hati-hati. Jangan sampai akhirnya diksi itu melekat dalam kehidupan pribadi dan akhirnya menjadi kebiasaan. Ini juga reminder bahwa hidup kita tidak abadi,” ungkapnya.
Tidak hanya lagunya, Wali Band juga serius menggarap visualnya. Maka penggarapan video klip single “Kumaha Aing” dikerjakan dua sutradara, Norman Kusuma dan Adieusna.
Pengambilan gambar dilakukan di Rumah Seni dan Budaya “Lengkong” kawasan Serpong. Tangerang Selatan, Banten. Tokoh utama yang digambarkan tampil “semau gue” di video klip itu diperankan komedian Ki Daus.
Wali band beranggotakan Apoy (gitar), Faank (vokal), Ovie (keyboard) dan Tomi (drum).
Selain berkarir di dunia musik, band dengan latar belakang anak-anak pesantren itu juga menjadi bintang utama sinetron “Amanah Wali” yang tayang selama 6 musim di RCTI.
Selain merilis single “Kumaha Aing”, dalam keterbatasan waktu Wali juga sudah mempersiapkan sebuah single religi untuk syiar di bulan suci Ramadhan. Jadi tunggu saja.!/*
Comments 1