Bekasi, humaniora.id – Unit Kerja Mahasiswa (UKM) Rumah Qur’an Mahasiswa Universitas Islam As Syafi’iyah – UIA, melaksanakan program pegabdian kepada masyarakat dengan membersihkan pantai Muara Gembong Bekasi. Tepatnya di lokasi obyek wisata Saung Alas.
Kegiatan dilakukan dengan menggandeng PT. MIGAS HULU JABAR ONWJ, dan masyarakat setempat. Berlangsung selama dua hari. Yakni Minggu dan Kamis, (17, 21), Desember 2023.
Ketua UKM Rumah Qur’an UIA M. Hafizt Husaifi mengatakan, menurut data di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada tahun 2021 Indonesia menghasilkan 67,8 juta ton sampah. Sebagian besar berupa sampah plastik yang dibuang melalui sungai dan (berakhir) di Laut. Maka banyak bibir pantai yang kotor dan tercemar.
Data ini juga menunjukkan, Indonesia merupakan negara penghasil sampah terbesar kedua di dunia setelah Tiongkok.
Jika kondisi ini dibiarkan, maka pada tahun 2050, jumlah sampah di laut akan sama dengan jumlah ikannya. Untuk mengatasinya harus dilakukan pencegahan dini dengan membersihkan (menyortir) dari hulu sampai ke hilir, dengan melibatkan masyarakat.
“Obyek wisata Saung Alas merupakan salah satu lokasi penumpukkan sampah plastik yang dibawa oleh sungai-sungai yang bermuara di Muara Gembong. Jumlahnya sangat banyak. Yang menyebabkan pantai itu kotor dan bau. Makanya kami melakukan program pengabdian masyarakat di sini,” tutur Hafizt kepada parahyangan-post.com..
Pada hari pertama, lanjut Hafizt, program pengabdian masyarakat itu melibatkan 110 relawan dan pada hari kedua sebanyak 168 orang.
Sementara itu Direktur Utama PT. MIGAS HULU JABAR ONWJ Ubaydillah mengatakan, perusahaannya sangat concern terhadap usaha-usaha penyelamatan lingkungan. Makanya pihaknya siap menggandeng berbagai elemen masyarak, termasuk masyarakat kampus, untuk menanggulanginya.
“Program ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap bahaya sampah yang sulit di daur ulang. Apalagi Saung Alas ini merupakan salah satu objek wisata yang sangat potensial di Muara Gembong. Yang berada dalam lingkungan hutan mangrove. Sehingga kita harus menjaga kelestariannya,,” tutur Ubaydillah.
Hal sama juga diungkapkan pegiat lingkungan Muara Gembong, Bang Zul dan Bu Nunih. Mereka menyayangkan hutan bakau Muara Gembong ini seolah-olah menjadi tempat pembuangan sampah. Sehingga kelihatan kumuh, bau dan semraut.
“Sayang sekali Saung Alas ini menjadi tempat penampungan sampah yang kebanyakan tidak dapat di daur ulang. Padahal seharusnya obyek wisata ini menjadi tempat yang indah, bersih dan nyaman bagi wisatawan,” ungkap Bu Nunih yang juga guru SMP Madinatul Ilmi ini.
Sebenarnya, lanjut Bu Nunih, sampah yang berserakan di sini, ada yang bisa didaur ulang dan bernilai ekonomis.“Tapi masyarakat disini tidak tahu sehingga butuh penyuluhan atau sosialisasi bagaimana cara memanfaatkannya,” tambah Bu Nunih..***()