humaniora.id, Jakarta, 15 Oktober 2024 – Universitas Paramadina menyelenggarakan diskusi nasional bertajuk “Kepemimpinan Profetik dan Pilkada 2024,” yang mengangkat isu kepemimpinan moral dalam konteks Pilkada serentak yang akan berlangsung pada 27 November 2024.
Diskusi yang diselenggarakan secara daring, Senin (14/10) oleh The Lead Institute Universitas Paramadina ini dipandu oleh Maya Fransiska, S.Ag, dan dihadiri oleh sejumlah pakar dalam bidang politik dan pemerintahan.
“Desentralisasi merupakan topik yang sangat penting bagi pembangunan daerah di Indonesia. Namun, dalam implementasinya, masih terdapat banyak masalah dan potensi desentralisasi yang ideal belum sepenuhnya terwujud” ujar Rektor Universitas Paramadina Prof. Didik J. Rachbini dalam sambutannya.
Didik menegaskan bahwa kepemimpinan profetik, yang mengutamakan moral dan keadilan, sangat dibutuhkan untuk mengatasi masalah ini. “Selain kepemimpinan profetik, kita juga butuh kepemimpinan transformasional untuk membawa masyarakat ke arah yang lebih maju,” tambahnya.
Dr. phil. Suratno Muchoeri, Chairman The Lead Institute, menyampaikan bahwa Pilkada 2024 merupakan momen penting untuk menghadirkan pemimpin daerah yang berkomitmen pada visi kepemimpinan profetik yang telah ditekankan oleh almarhum Nurcholish Madjid (Cak Nur).
“Cak Nur selalu menekankan pentingnya kepemimpinan yang mengutamakan keadilan sosial dan fokus pada kepentingan rakyat,” jelasnya. Dr. Suratno juga berharap bahwa pemimpin daerah ke depan dapat membawa visi ini ke dalam kebijakan yang konkret.
Chusnunia Chalim, S.H., M.Si., M.Kn., Ph.D., mantan Bupati Lampung Timur dan Wakil Gubernur Lampung, mengangkat isu pentingnya peran perempuan dalam politik.
Ia bercerita tentang pengalamannya memasuki dunia politik tanpa modal finansial yang besar, namun berhasil melalui kerja keras dan jaringan.
“Berpolitik tanpa mahar adalah hal yang mungkin, asalkan kita membangun rekam jejak dan kontribusi nyata dalam organisasi,” ungkap Chusnunia.
Ia juga menyoroti tantangan yang dihadapi dalam implementasi desentralisasi di daerah, terutama dalam pengelolaan sumber daya alam dan anggaran yang semakin terpusat.
Dalam pengalaman saya sebagai pemimpin di Lampung Timur, terlihat bahwa desentralisasi selama puluhan tahun ternyata tidak sepenuhnya berjalan. Secara sadar atau tidak, banyak kewenangan daerah ditarik kembali ke pusat—banyak terjadi resentralisasi.” jelasnya.
Dr. M Subhi Ibrahim berbicara tentang pandangan Cak Nur terkait kepemimpinan. Ia menekankan pentingnya kepemimpinan hikmah, yaitu pemimpin yang tidak hanya taat hukum tetapi juga memiliki kebijaksanaan dalam menjalankan tugasnya.
“Kepemimpinan profetik tidak hanya soal menjalankan kekuasaan, tetapi juga membawa amanah untuk menciptakan perubahan yang positif bagi masyarakat,” kata Dr. Subhi.
Ia menambahkan bahwa kepemimpinan profetik bisa menjadi jalan pembaruan, terutama di daerah-daerah yang masih mengalami kesenjangan pembangunan.
Dr. rer. pol. Mada Sukmajati menyimpulkan diskusi dengan mengatakan bahwa Pilkada harus menjadi ajang lahirnya pemimpin yang memiliki integritas dan visi jangka panjang.
“Kepemimpinan profetik harus berorientasi pada pembangunan yang berkelanjutan dan keadilan bagi semua lapisan masyarakat,” tegasnya.
Ia juga menggarisbawahi pentingnya keterlibatan aktif masyarakat dalam politik serta pentingnya pendidikan politik untuk menekan praktik korupsi dan politik dinasti.
Diskusi ini menyoroti berbagai tantangan dan peluang dalam menghadapi Pilkada 2024, serta pentingnya membangun kepemimpinan yang berbasis nilai-nilai moral dan keadilan untuk kemajuan bangsa.