humaniora.id – Jika ada orang yang tidak suka dengan diri kita, kita berbicara dan bersikap sebaik apapun, tetap saja akan dianggap jelek. Apalagi jika kita benar-benar berbicara dan bersikap buruk…
Jika ada orang yang tidak suka dengan diri kita, kita berpikir secerdas dan setinggi apapun, tetap saja akan dianggap bodoh dan rendah. Apalagi jika kita benar-benar berpikir bodoh dan rendah…
Jika ada orang yang tidak suka dengan diri kita, kita memberikan masukan sebagus apapun untuk mereka, tetap saja akan dianggap tidak berharga. Apalagi jika masukan atau ide kita tersebut benar-benar buruk…
Tenang kawan….jika mereka berpikir bahwa cara berbicara, bersikap, dan cara berpikir kita terlalu tinggi, dapat dipastikan bahwa merekalah yang berpikir terlalu rendah, karena itulah mereka tidak dapat menyamai cara berpikir kita.
Dan jika mereka anggap kita sok pintar, saya yakin, itu karena mereka yang sesungguhnya sok bodoh, karena tidak sanggup mengikuti cara berpikir kita.
Dan jika mereka hanya melihat kekurangan diri kita, maka itu artinya ada kelebihan yang kita miliki, yang mereka inginkan, tetapi mereka tidak mempunyai kemampuan untuk meraih kelebihan kita tersebut.
You think, I think too high….but I think, you think too low.
You think, I think too fast…but I think, you think too slow.
You think, I think too far…but I think, you think too near.
You think, I think too wide…but I think, you think too narrow.
And you think, I think too stupid….but I think, you think more stupid.
Lagi pula, siapa yang mengharuskan orang lain untuk selalu menyukai diri kita, sedangkan seorang Rasulullah utusan Allah Ta’alla saja, masih bisa dibenci oleh kaum kafir? Tetap berpikir positif saja….
Jika mereka menganggap kita sombong, sok tahu, atau dikatakan sok berilmu, dikarenakan kita selalu membagi ilmu yang kita miliki, baik itu melalui dakwah langsung, melalui tulisan, maupun melalui media sosial yang kita miliki, itu artinya bahwa mereka sesungguhnya tidak memahami bahwa diri merekalah yang jumud dan fasik, karena mereka tidak mengetahui apa tujuan diciptakannya ilmu, dan apa tujuan Allah Ta’alla menciptakan orang-orang yang berilmu (Ulil Albab).
Ya, pastinya untuk meluruskan cara pandang dan pola pikir orang-orang yang bodoh, jumud, dan fasik seperti mereka itu tadi.
Mengapa demikian? Karena Allah Ta’alla tidak ingin hamba-Nya yang bernama manusia kedudukannya menjadi lebih rendah dari hewan ternak, karena kebodohan dan kejumudannya. Lihat surat Al A’raf, ayat 179.
Karena itulah, Allah Ta’alla sangat mewajibkan untuk menyebarkan kebenaran di dalam ilmu yang kita miliki kepada sesama, meskipun itu adalah kebenaran yang datangnya hanya dari satu ayat Allah Ta’alla, agar ilmu tersebut menjadi bermanfaat, serta dapat menghilangkan pola pikir yang salah dari orang-orang bodoh, jumud, dan fasik tersebut, sehingga mereka dapat tercerahkan kembali.
Dan karena di dalam ilmu itulah terdapat segala macam hidayah Allah Ta’alla. Tinggal tergantung mereka, mau menerima hidayah Allah Ta’alla atau tetap ingin menjadi seorang yang fasik, jumud dan tetap merugi.
Jadi sekali lagi, kita tidak perlu dan tidak bisa memaksakan orang lain untuk menyukai diri kita. Ingat, tetap berpikir positif saja….
Begitupun ketika hidup kita sedang berada di posisi ‘atas’, siapapun akan mendekat kepada kita. Mereka yang tidak kenal dengan kita pun akan berusaha untuk mengenal kita, bahkan tanpa malu dan ragu, meminta bantuan kita.
Namun jika posisi hidup kita sedang ‘di bawah’, siapapun akan menjauh dari kita. Bahkan yang tadinya mengenal kita dengan baik, orang tersebut akan menjadi pura-pura tidak kenal dengan kita, dan dapat dipastikan akan selalu menjauhi kita.
Mungkin, karena mereka tidak mau untuk ‘direpotkan’ dan dimintai bantuannya oleh kita, apalagi kalau sudah menyangkut bantuan tentang uang. Alasan klasik mereka adalah karena tidak ada waktu, sibuk, atau sedang tidak memiliki uang juga. Biasalah itu, sudah sunnatullah.
Ya, sunnatullah bagi mereka yang selalu melihat hidup hanya dari sisi untung dan rugi secara materialistik saja. Tetap berpikir positif saja….semoga hal itu tidak terjadi terhadap diri kita. In sya Allah…Aamiin.
Yang pasti, jika dulu mereka pernah menikmati bantuan dari kita, ketika keadaan kita sedang lapang, namun ketika keadaan sekarang menjadi berbalik, kita yang sedang berada di bawah, dan mereka malah menjauh dari kita…jangan khawatir. Terima saja keadaannya, sambil tetap kita berusaha melakukan yang terbaik, agar kita dapat segera membalikkan kembali semua keadaannya.
Itu artinya, Allah Ta’alla sedang menunjukkan kepada kita, siapa diri mereka yang sebenarnya. Dari situ pula kita menjadi tahu, mana sahabat dan mana teman biasa. Dan dari situ pula kita tahu bahwasannya Allah Ta’alla juga sedang mempersiapkan bantuan-Nya untuk kita, melalui orang-orang pilihan Allah Ta’alla yang lebih baik, lebih ikhlas, dan lebih bijak, baik bijaksana, maupun bijaksini. Dan melalui orang-orang pilihan Allah Ta’alla itulah, kita dapat menerima segala macam nasihat yang benar, dan ilmu yang bermanfaat dengan penuh keikhlasan. In sya Allah.
Jadi, anjing menggonggong khafilah berlalu….biarkanlah mereka yang selalu ‘menggonggong’, karena memang mereka hanya bisa ‘menggonggong’ dalam kejumudan pemikiran mereka, tanpa pernah bisa berlalu.
Tetap berpikir positif saja…. karena jika kita selalu memandang positif segala macam hal dalam kehidupan ini, maka hal-hal positif pula yang in sya Allah akan kembali kepada diri kita.
Dan jangan lupa….Keep on staying away from the toxic people, guys….
Wallahu’allam bisshowab
Jakarta, 16 November 2023
H. J. FAISAL, Pemerhati Pendidikan dan Sosial/ Sekolah Pascasarjana UIKA Bogor/ Anggota PJMI