Malam Palestina di Taman Ismail Marzuki: Pesan dari Puisi untuk Keadilan dan Kemerdekaan
Humaniora.id, -Jakarta, 27 Agustus 2024 – Taman Ismail Marzuki menjadi saksi dari malam penuh makna dan solidaritas untuk Palestina, ketika masyarakat Indonesia berkumpul dalam acara “Malam Palestina”. Acara ini bukan hanya menjadi ajang untuk menunjukkan dukungan moral dan spiritual bagi Palestina, tetapi juga sebagai platform bagi seniman dan penyair Indonesia untuk menyuarakan kebenaran dan keadilan melalui karya-karya mereka.
Di antara berbagai penampilan seni yang memukau, sesi pembacaan puisi menjadi salah satu momen yang paling berkesan dan menggetarkan hati. Puisi-puisi yang dibacakan menggambarkan penderitaan, harapan, dan semangat juang rakyat Palestina dalam menghadapi penjajahan yang terus-menerus.
Kepada Si Penjajah: Suara Lantang Melawan Penindasan
Salah satu puisi yang paling menggugah perasaan adalah puisi berjudul **”Kepada Si Penjajah, Surat Leluhur Indonesia”** yang ditulis dan dibacakan oleh Dr. Sugit Zulianto dari Universitas Sebelas Maret. Puisi ini ditulis dalam gaya yang sangat kuat dan penuh dengan metafora tajam yang menyindir penjajah sebagai makhluk tanpa nurani.
Dalam puisinya, Dr. Sugit menyampaikan pesan keras kepada para penjajah, menggambarkan mereka sebagai “binatang berkepala nirotak” dan “harimau yang tak segan menerkam sebangsanya.” Dia mengutuk tindakan penjajah yang tidak memiliki rasa hormat terhadap kemanusiaan, dan menegaskan bahwa Palestina tidak diciptakan untuk diinjak-injak oleh penjajah yang kejam.
Puisi ini juga menyinggung bagaimana penjajah telah membungkam jutaan jiwa dan menghancurkan harapan, namun jiwa-jiwa syahid Palestina yang tercerai-berai akan selalu menjadi saksi suci di surga Firdaus. Dengan gaya bahasa yang penuh kekuatan dan kemarahan, Dr. Sugit berhasil menyampaikan pesan bahwa penjajahan adalah tindakan keji yang tidak akan pernah diterima oleh umat manusia.
Pesan Moral dalam Karya Seni
Selain puisi “Kepada Si Penjajah”, Dr. Sugit juga membacakan puisi lainnya yang bertema serupa, yang berjudul “Hidup Palestina!”. Dalam puisi ini, ia menggambarkan bahwa kematian di tanah Palestina bukanlah akhir, melainkan peralihan jiwa-jiwa mulia menuju surga Firdaus. Puisi ini menjadi pengingat bahwa perjuangan rakyat Palestina adalah perjuangan yang penuh pengorbanan, tetapi tidak sia-sia karena mereka akan selalu dikenang dan dimuliakan.
Malam itu, panggung di Taman Ismail Marzuki dipenuhi dengan berbagai bentuk ekspresi seni yang menyuarakan solidaritas dan perlawanan terhadap penjajahan. Selain puisi, ada juga penampilan musik, dan instalasi seni yang semuanya bertujuan untuk mengingatkan masyarakat akan pentingnya mendukung Palestina dalam meraih kemerdekaan.
Melalui acara ini, masyarakat Indonesia kembali menunjukkan bahwa meskipun jarak memisahkan, rasa solidaritas dan dukungan untuk Palestina tetap kuat. Malam Palestina di Taman Ismail Marzuki bukan hanya sekadar acara, tetapi juga sebuah pesan kuat bahwa perjuangan untuk keadilan dan kemerdekaan akan terus berlanjut.
Pesan yang disampaikan melalui puisi dan karya seni dalam acara ini diharapkan dapat menggugah lebih banyak orang untuk terlibat dalam perjuangan ini, baik melalui aksi nyata, maupun dengan terus menyuarakan kebenaran di mana pun berada.
Acara Malam Palestina di Taman Ismail Marzuki ini berhasil mengangkat tema perjuangan Palestina melalui karya-karya seni yang menggugah hati. Pesan yang kuat dan emosi yang tercurah dari para seniman menjadi bukti bahwa suara solidaritas dari Indonesia untuk Palestina tidak akan pernah padam.