BANTUL, humaniora.id – Umbul doa yang di pimpin R. Bambang Nursinggih dengan Lembaga Kebudayaan Jawa (LKJ) Sekar Pangawikan di ikuti Bergada Tamanan mengawali di mulainya Silaturahmi Budaya Para Aktor Pemajuan Kebudayaan Kabupaten Bantul. Kemudian Silaturahmi ini juga di meriahkan dengan pentas seni tari, macapat Sastro Gending, pembacaan puisi, acara juga di isi dengan penampilan penyanyi muda Gardela yang membawakan lagu Ultah Likumahuwa dan Musik Ki Ajar Sae.
Pada kesempatan ini Kepala Dinas Kebudayaan Kabupaten Bantul Nugroho Eko Setyanto SSos MM yang mewakili Bupati Kabupaten Bantul menyampaikan sambutannya di Taman Benteng Mataram Pleret Bantul, Mingggu (21/5/2023).
Silaturahmi yang di wujudkan melalui acara Syawalan atau Halal Bilhalal memang merupakan budaya kita yang bisa mempersatukan. Bukan lagi merupakan monopoli suatu agama tetapi sudah menjadi milik semua warga negara Indonesia. Ini sudah merupakan proses budaya sehingga kita berharap lebih bersatu lagi.
Selanjutnya di sampaikan, Indonesia penuh dengan keberagaman. Dan itu suatu takdir dari Allah yang harus di jaga bersama. Keberagaman adalah modal bagi kita namun yang lebih penting adalah bagaimana kita menyikapi keberagaman itu sehingga tetap bersatu seperti telah di teladankan para pendiri bangsa.
Kebudayaan menurutnya tak hanya kesenian saja karena kebudayaan itu juga menyangkut cipta, rasa, karsa dan karya manusia. Budaya itu luas, termasuk tata nilai. Di Yogyakarta ada Perdais Nomor 3 Tahun 2017 itu seiring sejalan dengan Undang-undang Pemajuan Kebudayaan.
“Sehingga budaya kita sudah dilindungi dan ada upaya pelestarian serta memanfaatkannya demi kesejahteraan masyarakat,” tandasnya.
Yang menjadi PR kita, imbuhnya, adalah tentang globalisasi dan modernisasi di mana sekat-sekat yang ada di tempat kita sudah tidak ada lagi.
“Sehingga bagaimana pengaruh luar itu tidak merusak apa yang sudah kita miliki. Kembali pada diri kita, apakah kekayaan kita khususnya tentang nilai-nilai budaya ini sudah kita sampaikan kepada generasi muda. Nilai-nilai budaya ini merupakan hal yang sangat vital ketika kita akan membentuk karakter bangsa,” jelasnya.
Nilai-nilai budaya di DIY juga sudah juga sudah di atur dalam Perda DIY Nomor 4 Tahun 2011 tentang Tata Nilai Budaya Yogyakarta. Ada 14 item tentang nilai-nilai budaya dan itu merupakan hal yang menggembirakan bagi kita. “Bagaimana itu bisa kita tanamkan ke dalam diri anak-anak kita. Inilah yang menjadi PR kita bersama,” tegasnya.
Keluarga menurutnya menjadi unit terkecil masyarakat mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya internalisasi nilai-nilai budaya Yogyakarta.
“Ada nilai-nilai religius, kemasyarakatan, dan moral yang harus kita perhatikan bersama dan harus di tanamkan agar lahir generasi penerus yang kuat dan memiliki akar budaya,” pungkasnya.
Sigit Sugito selaku Ketua Panitia dalam sambutannya menyampaikan alasan di pilihnya Taman Benteng Mataram di Pleret Bantul. Selain bertepatan dengan momentum 21 Mei 1998, dari tempat ini kita bisa belajar sejarah. Di Kraton Pleret inilah Mataram mencapai puncak kejayaan sekaligus masa surut.
“Kita berharap kesadaran sejarah bisa di bangkitkan bahwa ada kita tidak terlepas dari sejarah masa silam,” tandasnya.
Silaturahmi yang dihadiri lintas profesi dan lintas generasi ini diisi juga dengan Tausiyah Kebudayaan yang disampaikan budayawan Kotagede, Achmad Charris Zubair, yang mengulas tentang manfaat dan peran sistem nilai budaya bagi kehidupan dan peradaban.
Arkeolog alumni UGM Danang Indra Prayudha menjelaskan, lokasi yang di gunakan sebagai tempat Silaturahmi Budaya Para Aktor Pemajuan Kebudayaan Kabupaten Bantul, merupakan benteng Keraton Pleret sisi timur.