Yogyakarta, humaniora.id – Dr Timbul Raharjo MHum terpilih menjadi Rektor Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta. Seniman yang banyak menyumbangkan karyanya dalam berbagai kesempatan even Yogyakarta dan nusantara bahkan dunia ini akan berjuang agar ISI Yogyakarta menjadi perguruan tinggi seni terkemuka dunia dan mengakar pada budaya nusantara.
“ISI merupakan gudangnya kreativitas seni,” ujar Timbul memberi alasan potensi besar ISI menjadi salah satu perguruan tinggi terkemuka, tidak hanya di Indonesia tetapi Dunia, Jumat (17/2/2023)
Timbul yang sangat di kenal di kalangan seniman, industri kreatif dan pemerintah terpilih menjadi Rektor ISI Yogyakarta periode 2023-2027 dalam pemilihan yang berlangsung Rabu (14/2/2023) malam.
Timbul meraih dukungan terbanyak, yakn 24 suara, di ikuti oleh Dr Stephanus Hanggar Budi Prasetya MSI (Pembantu Rektor I ISI) 9 suara dan Dr Irwanti M Hum (Dekan Fakultas Media Rekam) 4 suara. Sedangkan pelantikan, masih menunggu informasi lebih lanjut.
Timbul yang karyanya kerap di pamerkan di sejumlah negara di dunia ini melihat bahwa seni sebagai branding bangsa. Memberikan image sebagai sebuah bangsa.
“Siapa yang tidak K-Pop yang kemudian mengangkat bangsa Korea. Atau Indonesia di kenal dengan Ramasinta, Borobudur. Karena itu, apa yang bisa kita sampaikan dari karya seni kita ke luar, sehingga mengangkat nama bangsa Indonesia,” ujarnya.
Pengembangan seni dengan kreativitasnya juga memberi dampak pada negara akan semakin baik, maju, karena faktor ekonominya akan tumbuh. Bukankah negara yang maju di tandai dengan faktor manusia yang semakin banyak kreatif. Seperti Korea dan Jepang mengandalkan kreativitas.
Guna mewujudkan cita-cita menjadi perguruan tinggi seni terkemuka, Timbul akan melakukan tiga hal.
Pertama, membangun kultur akademik secara baik, dengan hubungan dosen dan mahasiswa harus baik. Selain itu hubungan keluar juga di harapkan lebih baik.
“Termasuk bercengkrama dengan industri kreatif. sehingga tidak terkungkung dalam kampus, tetapi bisa melihat perkembangan di luar. Dengan demikian, mahasiswa yang lulus tidak canggung ketika terjun ke industri kreatif,” ujar Timbul.
Kedua, menata lembaga dengan baik agar banyak peluang dalam bergerak. Termasuk bagaimana mereka bisa sekolah mengembangkan studi.
Ketiga, bagaimana teknologisasi terhadap infrasturtur. Mau tidak mau mereka harus masuk ke dunia lebih teknologis. Siapa yang tahu, jika ternyata karya Mendung Tanpa Hujan karya anak ISI bisa melejit.
Demikian karya dalang Seno Nugroho, meski orangnya sudah tidak ada, tetapi royalti karya terus. Ini bentuk monetisasi karya-karya seni.
Dalam kesempatan itu Timbul Raharjo juga mengemukakan recana ISI menjadi Badan Layanan Usaha (BLU).
Ada tiga kemungkinan yang akan di coba di kembangkan.
“Pertama, bagaimana mengembangkan bisnis pendidikan, core bisnis dalam institusi pendidikan, ya pendidikan itu. Bagaimana kita menyerap mahasiswa yang banyak , kualitas yang lebih baik. Lulusan yang siap kerja. Sehingga orang tidak canggung masuk ISI karena dunia kerja sangat di tunggu,” ujarnya.
Kedua, bagaimana mengembangankan ilmu pengetahuannya, sehingga bisa ‘di jual’ ke masyarakat. Ketiga, karena gudangnya kreativitas ada di ISI Yogyakarta sehingga jika tidak dimanfaatkan dengan baik, akan mubazir. Banyak karya seni yang dapat di monetisasi. Di kerjasama kan dengan industri kreatif. coba di dekatkan dengan pasar.
Comments 3