humaniora.id – Selayang Pandang Sejarah Hukum Tanah di Indonesia.
Membahas sejarah panjang hukum pertanahan di Indonesia hanya dalam satu penulisan sebuah buku adalah hal yang mustahil.
Sebab jika ingin menelisik secara utuh, mestilah di tulis dalam sebuah buku tersendiri khusus membahas sejarah pertanahan.
Pada artikel kali ini, kami menyajikan secara selayang pandang babak-babak penting dari histori pertanahan di Indonesia yang terpampang sebagai mozaik kelabu pada dinding sejarah bangsa.
Mengapa sejarah pertanahan ini perlu untuk disajikan?
Setidaknya ada dua hal yang mendasari perlunya penyajian penggalan-penggalan sejarah itu kepada khalayak umum, yaitu:
Yang Pertama, Fakta sosial menunjukkan tidak sedikit konflik tanah baik antara individu maupun antar kelompok (seperti perusahaan atau masyarakat adat), berawal dari transaksi tanah yang administrasinya tidak tertib.
Padahal ratusan tahun yang lalu embrio atau cikal bakal administrasi pertanahan sudah dimulai oleh pemerintahan penjajah pada waktu itu. Meskipun kebijakan tersebut lebih pada untuk kepentingan pajak penjajah.
Namun jika diambil positifnya dan budaya administrasi itu terus di pelihara dengan baik, tentunya di masa kini tidak akan pernah kita dengar adanya masyarakat berkonflik soal tanah.
Konflik soal tanah bahkan bisa sampai jatuhnya korban jiwa, hanya gara-gara administrasi yang tidak jelas. “mana surat tanahmu, ini surat tanahku” dan lain-lain.
Yang Kedua, Terkait dengan hak-hak dan penguasaan masyarakat atas suatu bidang tanah, baik secara perorangan (individu) maupun kelompok tidak akan pernah terlepas dari pola kekuasaan politik yang ada pada suatu negara dalam kurun waktu tertentu.
Ketika Negara Republik Indonesia belum berdiri, yang ada adalah kerajaan-kerajaan. Pada kurun waktu yang demikian, pola kekuasaan politik adalah monarki absolut.
Pada saat itu, konsepsi alam pikiran manusia pada umumnya mengatakan bahwa segala sesuatu yang ada di bawah langit adalah milik raja termasuk tanah.
Rajalah yang berdaulat dan berhak atas tanah, rakyat hanya penggarap dengan kewajiban menyetor upeti atau pajak.
Sedangkan pada masa penjajahan, khususnya oleh bangsa barat, mulailah di perkenalkan konsepsi hak milik atau menguasai secara individual atas suatu bidang tanah. Khususnya oleh bangsa asing. Contohnya tanah partikelir.
Sederhananya, pola kepemilikan atau penguasaan tanah oleh masyarakat sebagai warga negara, akan sangat tergantung pada pola kekuasaan politik yang ada.
Sejarah pertanahan di Indonesia tersebut setidaknya bisa di bagi dalam tiga masa (kurung waktu) besar yaitu, masa sebelum penjajahan, selama masa penjajahan dan masa setelah Indonesia merdeka. Masing-masing mempunyai corak atau pola tersendiri.
Bagaimanakah pola atau corak penguasaan tanah pada saat itu?
Di kutip dari buku : “Perihal Tanah dan Hukum Jual Belinya Serta Tanggung Jawab PPAT” yang di tulis oleh Solahudin Pugung. S.H, M.H
Buku yang wajib menjadi pegangan Anda yang ingin memastikan kepemilikan atas Tanah Anda benar-benar sudah sesuai dengan hukum dan peraturan yang berlaku di Indonesia. Buku ini juga menjadi salah satu referensi bagi mahasiswa atau siapapun yang berprofesi yang bersentuhan di bidang hukum pertanahan.
Comments 1