Humaniora.id – Sejarah mencatat, banyak tokoh Indonesia, yang wartawan dan juga sastrawan. Sebutlah misalnya, Djamaluddin Adinegoro, sang Pelopor Jurnalistik Indonesia. Namanya diabadikan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) sebagai Hadiah Adinegoro yang menjadi tanda penghargaan tertinggi bagi karya jurnalistik terbaik setiap tahunnya.
Kemudian, berturut-turut dapat kita sebut; Goenawan Mohammad, Mochtar Lubis, Abrar Yusra, Arswendo Atmowiloto, Yudhistira ANM Massardi, Mahbub Djunaidi, Gerson Poyk, dan masih banyak lagi daftar panjang sosok wartawan plus sastrawan.
Tak terbayang sebelumnya kalau saya sekarang menjadi seorang wartawan dan juga dikenal sebagai sastrawan. Saya bukan mengaku-aku, tapi itu sebutan dari orang lain, dimana di mesin pencarian google ada yang menampilkan foto saya dengan bertuliskan Wartawan & Sastrawan Indonesia. Nah, foto itulah yang saya pakai menjadi foto profil WhatApps saya.
Sebagai anak desa di kabupaten Tegal yang dijuluki ‘Negeri Poci’ ini saya jadi flashback ke masa kecil saya yang sering sakit-sakitan yang membuat saya jadi suka menulis daripada aktifitas lainnya. Bahkan di sekolah SD saya dapat dispensasi untuk tidak mengikuti pelajaran olahraga karena saya memang harus berobat jalan sekitar setahun.
Media yang pertama saya masuki adalah Majalah Architecture, Engineering, Interior ‘Indonesia Design’ karena latar belakang pendidikan saya di Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Widya Mataram Yogyakarta. Saya bisa mempraktekkan ilmu dengan menjalankan tugas sebagai wartawan arsitektur.
Sewaktu kuliah berstatus sebagai mahasiswa saya menjadi kontributor rubrik “Suara Mahasiswa” di Harian Kedaulatan Rakyat Yogyakarta, kemudian setelah saya lulus kuliah saya sempat menjadi kontributor rubrik “Catatan Media” Republika sebagai pengamat masalah film dan pertelevisian, dan saya juga sempat mengisi rubrik “Kota Kita” Kompas sebagai pengamat masalah arsitektur perkotaan.
Setelah keluar dari ‘Indonesia Design’ (2006-2008), saya sering nongkrong di Taman Ismail Marzuki (TIM) dan saya sempat membantu penerbitan sebuah majalah sastra di Pusat Dokumentasi Sastra (PDS) HB Jassin di kompleks TIM. Sampai suatu hari ada teman yang mengabarkan kalau ada sebuah majalah baru dan saya disarankan untuk melamar.
Besoknya saya datang ke Mall Tamini Square dan bertemu langsung dengan Pak Kemala Atmojo yang waktu itu baru mendirikan Majalah Moviegoers. Saya datang tidak membawa surat lamaran sebagaimana orang yang melamar kerja, melainkan saya membawa segepok kliping tulisan-tulisan di berbagai media massa.
Saya memang menulis berbagai tulisan, berupa puisi, cerpen, novel, esai sastra-budaya, resensi buku, artikel arsitektur-kota, kupasan film, telaah tentang televisi di berbagai media massa, antara lain: Majalah Horison, Majalah Tempo, Majalah Gatra, Kompas, Republika, Jawa Post, Suara Pembaruan, Suara Merdeka, Suara Muhammadiyah, Seputar Indonesia, Bisnis Indonesia, Jurnal Nasional, Sinar Harapan, Serambi Indonesia, Koran Tempo, Koran Jakarta, Kedaulatan Rakyat, Pikiran Rakyat, Minggu Pagi, Bernas, Yogya Pos, Solo Post, dan lain-lain.
Pak Kemala hanya sekilas memeriksa kliping tulisan saya dan saya langsung diterima untuk menjadi wartawan Majalah Moviegoers, bahkan saya langsung ditugaskan untuk wawancara sutradara Hanny Saputra yang waktu itu sedang menggarap film ‘Di Bawah Lindungan Kabah’yang diadaptasi dari karya Buya Hamka. Dengan semangat 45, saya langsung datang ke MD Pictures yang waktu itu kantornya masih di Tanah Abang. Hasil wawancara saya dengan Hanny Saputra dimuat tiga halaman.
Banyak pengalaman yang saya dapatkan selama menjadi wartawan Majalah Moviegoers, dimana saya dibekali kamera poket untuk meliput. Saya juga turut menjadi panitia Festival Film Indonesia (FFI) 2014 yang acara puncaknya di Palembang. Tugas saya membuat buku program FFI 2014.
Era tumbangnya media cetak, begitu juga dengan Majalah Moviegoers tidak terbit dan beralih ke media online: moviegoersmagazine.com, saya masih meliput dunia hiburan, khususnya film dan musik.
Setelah media online: moviegoersmagazine.com sudah berhenti, saya beralih ke media online Cendananews.com (2017 – 2018). Kemudian, saya masih sempat bekerja ke media cetak Tabloid ‘Bintang Film’ (2017 – 2018) dan Tabloid ‘Cek & Ricek’ (Januari-April 2019).
Mengikuti rekan-rekan wartawan yang ketika tidak bekerja di media orang kemudian membuat media mandiri. saya membuat media online sendiri dengan nama KabareTegal.com (2019–sekarang). Di samping itu, saya juga diajak seorang teman untuk mengisi berita hiburan di EksposisiNews.com (2018–2023).
Sayangnya, media online tersebut tumbang juga, saya ditawari untuk bergabung di Hallo.id (2021–sekarang), Channel9.id (2023-sekarang) dan Majalahagraria.today (2023-sekarang). Saya juga masih mempertahankan media online milik saya sendiri: KabareTegal.com yang mengangkat profil berita tokoh-tokoh masyarakat di desa Jatibogor, Suradadi, Tegal, mulai dari kiai dan pendiri pesantren, penyanyi gambus, bidan, hingga nelayan.
Di media online KabareTegal.com, saya juga menulis berita para pengusaha warteg, di antaranya, Yudi WKB pendiri Warteg Kharisma Bahari (WKB) Group yang franchise-nya menyebar ribuan warteg se-Jabotabek. WKB Group terdiri dari brand Warteg Kharisma Bahari, Warteg Mamoka Bahari. Warteg Subsidi Bahari dan Warteg Selaras Bahari. Sukses mengelola warteg, Yudi WKB juga menyalurkan hobi menyanyinya. Tak tanggung-tanggung, ia duet nyanyi dengan penyanyi dangdut papan atas, di antaranya, Elvy Sukaesih, sang Ratu Dangdut. Kemudian, Evie Tamala.
Kemudian, Anang pengusaha Warteg Putra Bahari, Soraya pengusaha Warteg Pesona Bahari, hingga Rojikin Manggala, pegusaha warteg dan juga ketua umum Himpunan Pedagang Warteg Indonesia (HiPWIn) yang menjadi wadah warteg se-Indonesia.
Karena dekat dengan para pengusaha warteg, saya merencanakan untuk membuat buku kumpulan cerpen dengan judul ‘Cerita dari Warteg dan Cerita-cerita Inspiratif Lainnya” (manuskrip). Buku ini melengkapi karya-karya saya lainnya, Buku antologi puisi tunggal; Penyeberangan ke Masa Depan (1997), Cakrawala Menjelang (2000), Memo Kemanusiaan (2022). Novel: Jejak Gelisah (2005), Chemistry (2018) dan Pocinta (2021). Puisi-puisi saya juga masuk sekitar 70 buku lebih dalam antologi bersama (1994-2024).
Cerpen saya yang berjudul ‘Berangkat’ (pernah dimuat di Republika) terinspirasi dari kisah nyata di desa Jatibogor, Suradadi, Tegal, dijadikan film pendek ‘Krenteg’, yang diikutkan di Festival Film Tegal (FFT) 2019 memborong banyak penghargaan FFT, yakni Aktris Terpilih (Rita Riyani), Aktor Terpilih (Ghieffari Ardiyansyah), Sutradara Terpilih (Marjo Klengkam Sulam), Poster Terpilih dan Film Favorite.
Catatan tentang kiprah saya dalam kesusastraan masuk dalam Bibliografi Sastra Indonesia (2000), Leksikon Susastra Indonesia (2001), Buku Pintar Sastra Indonesia (2001), Leksikon Sastra Jakarta (2003), Ensiklopedi Sastra Indonesia (2004), Gerbong Sastrawan Tegal (2010), Apa & Siapa Penyair Indonesia (2017), dan lain-lain. Karya-karya saya juga sudah banyak dijadikan bahan penelitian dan skripsi dari para mahasiswa untuk meraih gelar sarjana.
Adapun, penghargaan yang saya dapatkan dalam dunia sastra dan kewartawanan, antara lain: memenangkan Lomba Cipta Puisi Perguruan Tinggi se-Yogyakarta (1999), Penulis Terbaik “Suara Mahasiswa” di Harian Kedaulatan Rakyat Yogyakarta (1999), Pemenang Lomba Mengarang Pahlawan Nasional Mohammad Husni Thamrin di Jakarta (2004), Pemenang Favorit Lomba iB Kompasiana Blogging Day (2010), Pemenang Media Writing Competition Review Film “Laura & Marsha” (2013), Pemenang Cerpen Festival Fiksi Anak (2013), Pemenang Lomba Sinopsis Film Omnibus Laki-Laki Lelaki (2014), Pemenang penulisan berita Moxplay (2017), Pemenang penulisan berita Superbrands (2017), Pemenang penulisan berita SC Johnson Gelar Nobar Film ‘Kartini’ bersama 500 Guru dan Dian Sastrowardoyo (2017), Pemenang Favorit Sayembara Mengarang Puisi Teroka-Indonesiana “100 Tahun Chairil Anwar” (2022).*
Tulisan ini untuk buku “Profil Wartawan Hiburan”