humaniora.id – Seluruh khazanah orang tua, guru, sesepuh, dan leluhur itu merupakan mata rantai yang menyambungkan tali keilmuan dan kebajikan. Disadari atau tidak, diakui atau tidak, semua kita niscaya alamiah ber-ittiba’ (mengikuti). Hal ini memperlihatkan secara aksiomatik betapa mustahilnya kita dapat berdiri di atas kaki sendiri tanpa guru.
Iktibar inilah yang menjadi dasar sejumlah grup teater di Jakarta Timur menggelar acara “Peringatan 40 Hari Berpulangnya Dorman Borisman.”
Acara ini akan digelar di Gelanggang Remaja Jakarta Timur (GRJT), jalan Otista Raya 121 Jakarta, Sabtu (15/06/2024) mendatang.
“Seorang murid (kita) harus senantiasa mencari keridhaan dari guru. Begitulah keutamaan mendahulukan adab dibanding ilmunya sendiri,” ujar Bambang Oeban, selaku Ketua Panitia Pelaksana acara ini.
Aktor senior, Dorman Borisman meninggal dunia pada Selasa, 7 Mei 2024 lalu. Ia lahir di Jakarta pada tanggal 5 Februari 1951.
Di industri perfilman dan pertelevisian, aktor dedikatif ini tak kurang sudah membintangi lebih dari 45 judul film layar lebar, serta ratusan judul film televisi (FTV) dan serial sinetron. Karirnya di film layar lebar diawali tahun 1977 lewat film Suci Sang Primadona.
Sinetron paling fenomenal yang pernah dibintanginya adalah “Saras 008” (Indosiar, 1998-2004), berperan sebagai Mas Yudhis.
Pada karya seni pertunjukan, Dorman banyak terlibat di sejumlah pementasan, baik sebagai aktor maupun sutradara. Ia bergabung dengan sejumlah tokoh-tokoh teater Indonesia, seperti Teguh Karya (Teater Populer), Arifin C. Noer (Teater Kecil, Putu Wijaya (Teater Mandiri), dan kelompok seni lainnya.
Dorman Borisman juga mendirikan Teater Jakarta Timur yang bermarkas di Gelagang Remaja Jakarta Timur (GRJT). Ikut mendirikan Ikatan Teater Jakarta Timur (IKATAMUR), yang mengayomi puluhan grup teater di Jakarta Timur.
“Dorman Borisman aktor, seniman besar yang hidupnya tetap sederhana dan bersahaja. Keberadaanmu kami catat di halaman buku sejarah teater, film dan sinetron Indonesia dengan tinta emas. Kami selalu mengenang semua jasamu sebagai sokoguru,” ungkap Bambang Oeban.
Acara ini, menurut Bambang, tidak hanya menjadi wadah silaturrahmi dengan sesama penggiat teater di Jakarta.
“Tetapi menjadi semacam naungan dan langkah bersama untuk memotivasi lahirnya proses-proses penggarapan sebuah karya teater,” ujar Bambang Oeban, yang menurutnya setelah ini pihaknya akan menggelar Jambore Teater Tingkat Nasional.
“Peringatan 40 Hari Berpulangnya Dorman Borisman” merupakan kehendak bersama yang digelar sejumlah kelompok teater antara lain; Teater Jakarta Timur, Sanggar Humaniora, Sanggar Teater Jakarta, Kelompok Ngamen 78, Teater Kubur, Teater Polos, Teater Mantaka, Mata Art Community, Bengkel Creative Anak Indonesia (BCAI), dan grup teater lainnya.
Didukung sejumlah asosiasi kelompok teater, seperti IKATAMUR (Ikatan Teater Jakarta Timur), INDRAJA (Ikatan Drama Jakarta Barat), ITERA (Ikatan Teater Jakarta Utara), SINTESA (Simpul Interaksi Teater Selatan), dan Teater Atap Salihara.
Selain untaian doa, “Peringatan 40 Hari Berpulangnya Dorman Borisman” juga akan diisi dengan berbagai acara pertunjukan, apresisi seni dan orasi budaya. Antara lain; Pembacaan Kilas Sejarah Perkembangan Seni Teater di Jakarta Timur, Refleksi Kehidupan Dorman Borisman di Seni Teater dan Industri Perfilman Indonesia, Simbiosis Mutualisme Teater Jakarta Timur dan Bengkel Teater Rendra, pembacaan puisi, seni monolog dan atraksi seni lainnya./***