Berita Terkini, Eksklusif di WhatsApp humaniora.id
Humaniora.id – Salam takjim penuh hormat dengan tuan guru. Mengiring kepulangannya dengan doa. Ya Allah ampunilah! Seperti kami mengampuni orang yang bersalah kepada kami. Tempatkanlah dalam rengkuhan kasih-Mu. Amen
Senin, 12 Desember 2022, Indonesia kehilangan salah satu sastrawan terbaiknya, Remy Sylado. Pria kelahiran Malino, Makassar, Sulawesi Selatan ini telah berpulang setelah mengalami sakit selama beberapa bulan terakhir.
Mengutip berbagai sumber, mendiang Remy Sylado diketahui mengidap hernia, stroke, dan katarak.
Remy Sylado yang bernama asli Japi Panda Abdiel Tambajong, adalah adalah seorang sastrawan, dosen, novelis, penulis, penyanyi, aktor dan mantan wartawan Indonesia keturunan Minahasa, Sulawesi Utara.
Kariernya berlangsung lebih dari lima dekade, sebagai aktor ia muncul di belasan film layar lebar dan merupakan salah satu aktor paling disegani di generasinya.
Ia juga seorang penulis aktif yang beberapa karyanya telah diadaptasi ke layar lebar. Salah satu film populer yang pernah dibuat berdasarkan tulisannya adalah Ca-bau-kan (2002) dari novel berjudul sama Ca-bau-kan: Hanya Sebuah Dosa (1999).
Pendidikan
Remy Sylado lulus dari sekolah dasar di Makassar.
Ia pun kembali melanjutkan sekolahnya di Semarang hingga lulus SMA pada 1959.
Sejak duduk di bangku sekolah dasar, Remy Sylado memiliki bakat dalam menulis kaligrafi Arab.
Remy Sylado juga memiliki bakat dalam dunia seni peran.
Ia pernah menjadi tokoh drama ketika berumur empat tahun sebagai seekor domba di kandang natal.
Di Semarang ia sempat bermain drama berjudul “Midsummer Night’s Dream” karya Shakespeare.
Setelah lulus SMA, Remy Sylado belajar di Akademi Teater Nasional Indonesia (ATNI), Solo dan di Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI) Solo.
Selanjutnya, ia melanjutkan di Akademi Bahasa Asing di Jakarta.
Perjalanan Karier
Remy Sylado mengawali kariernya sebagai seorang penulis. Pada 1963, ia menjadi seorang wartawan dari surat kabar Sinar Harapan.
Di samping itu, Remy Sylado juga menulis kritik, puisi, cerpen dan novel. Selang dua tahun, Remy Sylado menjadi redaktur Harian Tempo Semarang. Ia menjadi redaktur Tempo Semarang hingga tahun 1966.
Setelah itu, Remy Sylado menjadi redaktur Majalah Aktuil di Bandung pada tahun 1970. Remy Sylado juga aktif mengajar di Akademi Sinematografi Bandung sejak 1971.
Dirinya juga aktif dalam kegiataan keagamaan. Bahkan ia mengisi ceramah teologi.
Remy Sylado dikenal sebagai pelopor puisi ‘Mbeling’.
Remy dikenal sebagai pencetus gerakan Puisi Mbeling. Dikutip dari situs web Kemdikbud.go.id, Puisi Mbeling awalnya adalah nama kolom majalah yang khusus menampung sajak-sajak di mana Remy Sylado menjadi pengantar pengasuh pertamanya.
Puisi mbeling adalah bagian gerakan mbeling yang dicetuskan Remy Sylado yang merupakan suatu gerakan yang dimaksudkan untuk mendobrak sikap rezim Orde Baru yang dianggap feodal dan munafik.
Setelah puisi mbeling, Remy Sylado tidak berhenti berkarya.
Kumpulan puisi lainnya berjudul Kerygma & Martyria juga berhasil mencuri perhatian publik.
Berkat buku puisinya itu, Remy meraih penghargaan dari MURI sebagai penulis buku puisi tertebal, 1056 halaman dan berisi 1000 puisi.
Terdapat karya-karya Remy Sylado lainnya seperti novel ‘Gali Lobang Gila Lobang’ (1977), ‘Kita Hidup Hanya Sekali’ (1977), ‘Orexas (1978)’, dan lain-lain.
Di bidang musik, Remy Sylado juga telah menciptkan 13 album kaset untuk drama musikalnya.
Salam takjim penuh hormat dengan tuan guru. Mengiring kepulangannya dengan doa. Ya Allah ampunilah! Seperti kami mengampuni orang yang bersalah kepada kami. Tempatkanlah dalam rengkuhan kasih-Mu. Amen
Comments 1