Jakarta, humaniora.id – Optimalisasi Penanganan Pelanggaran Bawaslu DKI Menuju Pelaksanaan Pemilu Serentak Tahun 2024.
Penanganan Pelanggaran Pada Pemilu Tahun 2019
Tugas dan kewenangan Bawaslu serta jajaran dibawah, selain melakukan pencegahan terhadap pelanggaran administrasi pemilu, sengketa proses pemilu dan praktik politik uang juga melakukan penindakan terhadap pelanggaran administrasi pemilu, sengketa proses pemilu dan praktik politik uang serta pelanggaran pemilu lainnya.
Dalam melakukan penindakan pelanggaran Pemilu sebagaimana Pasal 93 huruf b, Bawaslu berwenang:
- Menerima, memeriksa dan mengkaji dugaan pelanggaran Pemilu,
- Menginvestigasi dugaan pelanggaran Pemilu,
- Menentukan dugaan pelanggaran administrasi Pemilu, dugaan pelanggaran kode etik Penyelenggara Pemilu, dan atau dugaan tindak pidana Pemilu, dan
- Memutus pelanggaran administrasi Pemilu.
Penindakan dengan melakukan penanganan pelanggaran yang dilakukan oleh Bawaslu Provinsi DKI Jakarta dan jajaran Bawaslu Kabupaten/Kota, pada pelaksanaan pemilu tahun 2019 telah dilaksanakan secara maksimal.
Bawaslu Provinsi perlu mengoptimalkan pelaksanaan sosialisasi peraturan perundang-undangan baik kepada Partai politik maupun masyarakat terkait bagaimana agar dapat menaikkan jumlah penyampaikan laporan, perlu diakukan pada wilayah Jaktim, Jaksel, Jakpus dan P. Seribu, karena tidak banyak laporan yang masuk baik dari sisi Partai politik Peserta pemilu maupun masyarakat.
Meskipun ada banyak alas an kenapa masyarakat masing enggan untuk menyampaikan laporan dugaan pelanggaran kepada Bawaslu dan jajaran.
Tantangan Penanganan Pelanggaran Pada Pemilu Tahun 2024, Penanganan Pelanggaran Administrasi Melalui Sidang Terbuka
Berdasarkan UU No.7 tahun 2017, tugas dan kewenangan yang diamanatkan kepada Bawaslu kabupaten/Kota adalah sebagaimana Pasal 102, Dalam melakukan penindakan pelanggaran Pemilu sebagaimana dimaksud Bawaslu.
Kabupaten/Kota bertugas, huruf d. memeriksa, mengkaji, dan memutus pelanggaran administrasi Pemilu. Pasal 461, Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota menerima, memeriksa, mengkaji, dan memutus pelanggaran administratif Pemilu.
Pemeriksaan oleh Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota harus dilakukan secara terbuka. Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota wajib memutus penyelesaian pelanggaran administratif Pemilu paling lama 14 hari kerja setelah temuan dan laporan diregistrasi.
Dalam Perbawaslu No.8 tahun 2018 tentang Penyelesaian Pelanggaran Administrasi Pemilu, Pasal 2, menyebutkan Penyelesaian Pelanggaran Administratif Pemilu dan Pelanggaran Administratif Pemilu TSM dilaksanakan dengan prinsip cepat, tidak memihak, dan dilakukan secara terbuka.
Pemeriksaan oleh Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dilakukan secara terbuka. Dalam proses pemeriksaan secara terbuka Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Bawaslu kabupaten/Kota membentuk majenis pemeriksa.
Majelis pemeriksa memutus Pelanggaran Administratif Pemilu berdasarkan paling sedikit 2 (dua) alat bukti yang sah.
Alat bukti sebagaimana dimaksud berupa:
a. keterangan saksi;
b. surat atau tulisan;
c. petunjuk; d. dokumen elektronik;
e. keterangan Pelapor atau keterangan terlapor dalam sidang pemeriksaan; dan/atau
f. keterangan ahli.
Sidang pemeriksaan pertama dilaksanakan paling lama 1 (satu) hari setelah jadwal sidang disampaikan kepada Pelapor dan terlapor.
Pemeriksaan Pelanggaran Administratif Pemilu atau Pelanggaran Administratif Pemilu TSM dilaksanakan melalui tahapan:
a. pembacaan materi laporan dari Pelapor atau penemu;
b. tanggapan/jawaban terlapor;
c. pembuktian;
d. kesimpulan pihak Pelapor atau penemu dan terlapor; dan
e. putusan.
Pada penanganan pelanggaran administrasi pemilu ini Bawaslu, Bawaslu Provinsi dan Bawaslu Kabupaten/Kota dapat dikatakan menjalankan fungsi semi-yudisial, hal mana dalam lembaga semi-yudisial seperti Bawaslu, Bawaslu Provinsi dan Bawaslu Kabupaten/Kota kedudukan Ketua dan Anggota Bawaslu selain bertugas dalam pengawasan juga bertindak sebagai majelis pemeriksa (semi-hakim) yang dilaksanakan dalam proses penanganan pelanggaran melalui sidang terbuka.
Dalam proses sidang terbuka, majelis pemeriksa harus pula menerapkan prinsip-prinsip umum (universal) yang berlaku bagi para hakim di pengadilan umumnya, misalnya mengenai standar-standar etika (code of ethics) dan kode perilaku (code of conduct).
Bagi para hakim dewasa ini berlaku prinsip-prinsip yang dikenal sebagai “The Bangalore Principles of Judicial Conduct” yang diakui di seluruh dunia. Dalam Judicial Conduct (Asshiddiqie, 2014) itu disepakati adanya prinsip-prinsip yang harus dijadikan pegangan oleh setiap hakim, yaitu prinsip-prinsip: kemandirian (independence), netralitas atau ketidak berpihak (impartiality), keutuhan dan keseimbangan kepribadian (integrity), kepantasan dan kesopanan-santunan (propriety), kesetaraan (equality), kecakapan (competence), dan keseksamaan (diligence).
Prinsip-prinsip perilaku ideal tersebut harus pegangan dan dijalankan Ketua dan Anggota Bawaslu, Bawaslu Provinsi dan Bawaslu Kabupaten/Kota dalam menjalankan fungsi sebagai mejelis pemeriksa, agar mencerminkan prilaku tingginya derajat majelis pemeriksa (layaknya Majelis Hakim Pengadilan) dalam memutus setiap perkara sebagai benteng bagi para pencari keadilan.
Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi Bawaslu Kota Jakarta Timur dan semua jajarannya, dalam menjalankan tupoksi sebagai lembaga semi peradilan. Bawaslu Provinsi terus berbenah melakukan meningkatakan kapasitas pemahaman tugas dan kewenangan serta kualitas penanganan pelanggaran baik dalam penanganan pelanggaran administrasi pemilu maupun penanganan tindak pidana pemilu, menuju Lembaga Bawaslu Sebagai Lembaga Pengawas Pemilu Yang Terpercaya.