Rumah Baca Pitaloka Ungkap Rahasia di Balik Festival Sukses
Humaniora.id – Menginisiasi Gelaran Festival: Konten dan Persiapan Teknis Menjadi Kunci Sukses Menginisiasi sebuah gelaran perhelatan atau festival, seperti Depok Writers Festival, akan menjadi keniscayaan apabila memiliki dua hal esensial yaitu konten dan persiapan teknis. Hal ini diungkapkan oleh Imam Muhtarom, Kurator Borobudur Writers dan Cultural Festival (BWCF), saat menjadi narasumber dalam diskusi publik di Rumah Baca Pitaloka, Depok, pada Sabtu (13/7/2024).
Menurut Imam, konten yang dimaksud adalah ide atau gagasan konkrit yang aktual dan relevan dengan audiens. Sementara itu, unsur kedua yang tidak kalah pentingnya adalah kesiapan teknis, yang meliputi pendanaan dan manajemen organisasi. Imam tidak menampik bahwa selama 12 tahun penyelenggaraan BWCF, banyak dukungan datang dari berbagai sumber, baik tunai maupun non-tunai. “Banyak sekali dukungan non-tunai,” ucap Imam di acara bertajuk ‘Menuju Depok Writers Festival’ itu. Ia mencontohkan kerja sama yang telah terjalin antara BWCF dengan berbagai pihak, termasuk penyelenggara moda transportasi, perhotelan, hingga penerbit buku.
FX Mudji Sutrisno, Kurator BWCF yang turut hadir dalam diskusi tersebut, juga menekankan pentingnya pendanaan dalam penyelenggaraan festival. “Berkaitan dengan teknis organisasi, yang paling penting adalah cuan. Selama ini kita (baca: BWCF) begini terus,” ucapnya sembari menadahkan tangan. Romo Mudji, sapaan akrabnya, mengungkapkan bahwa kegiatan BWCF masih bergantung pada dukungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta donatur lainnya. “Ini harus menjadi pemikiran bersama. Berapa banyak uang untuk korupsi, tapi untuk kebudayaan tidak ada,” kata Romo Mudji dengan nada prihatin.
Balige Writers Festival mendapat sambutan baik dari banyak kalangan
Pentingnya dukungan dana dalam sebuah festival juga diamini oleh penulis Nestor Tambunan. Menurut Nestor, terselenggaranya Balige Writers Festival adalah inisiatif dari Ita Siregar, seorang keturunan Batak yang bermukim di Tangerang. Balige Writers Festival mendapat sambutan baik dari banyak kalangan, namun untuk menyukseskan kegiatan literasi di kawasan wisata Danau Toba, dana yang dibutuhkan tidaklah sedikit. Nestor berharap lebih banyak keturunan Batak yang tergerak hatinya untuk mendukung festival ini. “Kalau bukan kita siapa lagi,” ucap Nestor.
Acara diskusi yang dibuka oleh Direktur Pitaloka Foundation, Damhuri Muhammad, dan musikalisasi puisi oleh Rinidiyanti Ayahbi ini dihadiri hampir lima puluh orang di tengah suasana taman yang asri. Hadir pula Ketua Lembaga Kebudayaan Depok, Kurniawan; Komite Sastra Dewan Kesenian Jakarta (DKJ), Imam Maarid; podcaster Arief Lintau; Pimpinan Umum website Anjangsana, Heriansyah Sudrajat; wartawan senior Arief Wicaksono; Hanung M Nur, serta seniman dan budayawan lainnya.
Spirit Festival Daerah
Dalam diskusi yang dimoderatori oleh penyair Sihar Ramses Simatupang, Imam Muhtarom menyatakan sudah sepatutnya setiap daerah menggelar festival, termasuk Kota Depok. Menurutnya, penyelenggaraan festival merupakan bagian dari tradisi pertemuan yang telah ada sejak dahulu di masyarakat Indonesia, baik di kalangan orang Batak, Jawa, Sunda, Bali, Makassar, maupun suku bangsa lainnya. “Saya rasa, suatu perjumpaan atau perhelatan nenek moyang sudah terjadi di masa silam. Dalam era modern bentuknya festival. Konsep ini berbeda jika berjumpa dalam perjumpaan lain, misalnya pertemuan di ruang parlemen yang sangat parsial,” kata Imam.
Imam juga berbagi pengalamannya selama berkegiatan di BWCF, yang berlatar belakang rasa cinta kepada manusia dan semangat budaya. BWCF fokus pada budaya dan kepenulisan, dengan narasi yang kuat. Misalnya, membahas teks atau manuskrip tradisi seperti Serat Centhini dengan karya sastra modern seperti novel-prosa liris bertajuk Sumo Bawuk karya Agus Sunyoto. Pertemuan seperti ini memungkinkan berbagai perspektif untuk memandang obyek sejarah.
Selama ini, BWCF telah menggelar berbagai acara seperti Musyawarah Akbar Novelis Silat dan Sejarah Nusantara hingga memberikan penghargaan kepada mereka yang berkontribusi pada kebudayaan.
Selain mengangkat tema festival, Rumah Baca Pitaloka berencana terus menggelar diskusi publik yang mengangkat tema seni, literasi, dan kebudayaan di masa mendatang. Tiap diskusi akan mengulik tema, narasumber, dan pembicara yang berbeda serta mengundang publik secara terbuka. Agenda diskusi ini hanya salah satu dari berbagai kegiatan seperti ruang baca, pertunjukan, hingga ruang gagasan yang diselenggarakan oleh Rumah Baca Pitaloka.