humaniora.id – Empat orang yang ada di foto ini pernah ada di tempat yang sama 32 tahun yang lalu, dan kami dipertemukan kembali – dalam keadaan sehat, seutuhnya. Tempat yang sama itu adalah konser Kantata Takwa di Gelora Utama Bung Karno, Senayan, 6 Juni 1990.
Ada di manakah Anda semua saat itu? Kami yang mejeng di sini sudah nakal dan bertualang saat itu. Betapa tuanya kami semua..ha..ha…
Saya hadir di sana – di Gelora Bung Karno – sebagai wartawan peliput di atas panggung, bagian kanan belakang. Membawa kamera dan perekam lengkap, sebab beritanya langsung ditunggu redaksi di percetakan. Eros Djarot menjadi sutradara film yang merekam moment bersejarah itu sebagai film dokumenter, Otig Pakis adalah aktor Bengkel Teater Rendra, yang tampil menata gerak pendukung acara, dan Ndol Geofary sudah dikenal sebagai promotor pertunjukkan.
Konser Kantata Takwa ditonton 100 ribu lebih anak anak muda ibukota dan daerah, menjadi konser musik terbesar dalam sejarah musik di Indonesia. Sekaligus mengawali penggunaan teknologi laser di panggung.
Lebih bersejarah lagi, karena konser itu rusuh sejak awalnya. Listrik padam, dan terjadi bakar bakaran, konon gara gara keributan anak anak STM dan anak anak Priok yang kondang sangarnya masa itu.
Kami dipertemukan kembali semalam, di belakang panggung Konser Sirkus Barock di Grand Parahyangan – Cihampar, Bogor.
Sawung Jabo yang sedang siap tampil – juga bagian dari aktor dan musisi yang ada di panggung Kantata Takwa 1990 (dan 1998 di Istora Senayan), bersama sama Iwan Fals, WS Rendra, Jockey Suryoprayogo dan Setiawan Jody.
Tentang Eros, kami dipertemukan kembali saat sama sama ke Taiwan sebagai delegasi Indonesia di Festival Film Asia Pasifik (FFAP) 1992, bersama sama kakaknya, Mas Slamet Rahardjo dan aktris cantik remaja, masa itu, Dian Nitami. Tapi setelah itu asyik dengan kesibukan masing-masing.
Beberapa kali ketemu tak bisa bertegur sapa, karena dia selalu di atas panggung atau di tengah kerumunan. Saya lebih sering bersua dan diskusi dengan Mas Slamet Rahardjo atau Boedi Djarot, almarhum. Eros nampak bahagia di antara kami.
Mbah Cocomeo menggodanya dengan teman teman yang sedang bersinggungan di politik, hal yang menjadi perhatiannya kini. “Kowe digoleki Ganjar Pranowo, “ ledek Joseph Erwiyantoro alias Mbah Cocomeo. Eros ketawa terkekeh, sembari misuh misuh, entah mengapa.
Kami nostalgia tentang hari hari terakhir WS Rendra, lalu Eros menelepon Clara Shinta, putrinya. Pakai video call. Clara mengangkat telepon, tapi mematikan fitur videonya. Eros menggodanya, ”Kenapa videonya dimatikan? Lagi mandi ya? Lagi gak pakai baju? Pengin lihat, “ lalu kami ketawa terkekeh.
Dia video call Ahmad Dhani juga, “kenapa gak datang?” Dhani menjawab ada acara lain. Eros memutar mutar kameranya, memamerkan wajah wajah yang ada di situ.
Bersama kami juga ada hadir Harry Tjahyono dan Gunawan WIbisono, jurnalis senior yang juga ada di tengah konser Kantata Takwa tempo doeloe, yang hadir di konser selain kangen pada Jabo, sohib lawasnya, juga terhasut oleh postingan saya di FB. “Musik Jabo bukan hanya layak didengar, tapi wajib ditonton, “ katanya.
MENDADAK muncul dari belakang, gadis cantik menyapa Otig Pakis, yang duduk di kiri saya seraya mendaratkan ciuman di pipi. “Dimas kenalkan, ini Mei Mei, anaknya Mas Willy, “ kata Otig Pakis, memperkenalkan. Kami salaman, tapi mata saya menerawang.
“Ini yang dari Mbak Sito atau Mbak Narti, “ saya bertanya, setengah berbisik pada Otig.
“Saya dari Ken. Saya anak Ken Zuraida, “ sambar Mei Mei cepat, dengan mata berbinar. Betapa sulitnya membedakan putrinya Mbak Narti, Sitoresmi Prabuningrat dan Ken Zuraida. Sangat mirip wajahnya.
“Adiknya Isaias Sadewa, ya?” saya menebak.
“Iya Oom, “ sergahnya.
Saat saya sering mondar mandir ke Mangga Raya 89, Depok, maskas Bengkel Teater 1986-1998, saya mengenal Isaias Sadewa yang masih SD, dan Mei Mei masih balita.
Menurut Otig Pakis, Mei Mei lah yang meneruskan warisan keluarga di bidang akting. Di sinema Indonesia dia dikenal dengan nama Mariam Supraba, banyak main film, dan aktingnya bagus. Laris juga.
Tentu saja, wong anaknya Rendra dan Ken Zuraida, aktris aktris teater kawakan.
KONSER Sirkus Barock berjalan lancar. Paggungnya lebih kecil dibandingkan yang di Bandung, penontonnya lebih sedikit, tapi Jabo Cs tetap tampil maksimal. Bahkan setelah “Hio” yang menandai akhir pertunjukkan, pengunjugng minta tambahan lagu.
“Kuda Lumping. Kuda lumping, “ teriak penonton di depan. Jabo membalasnya dengan nyanyi lagu “Bento” dan “Badut” dan lagu lainnya.
Secara khusus Sawung Jabo mengundang Suhunya di Perguruan Bango Putih beserta keluarga besarnya di barisan VIP. Konser itu seperti ditujukan kepada gurunya itu. Karena berlokasi di kota Bogor, dimana markas Bangau Putih berada. ***