JAKARTA, humaniora.id – Ketua MPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo menyampaikan hasil Rapimnas Partai Golkar yang mengusung Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sebagai Capres dan Cawapres di Pilpres 2024. Rapimnas juga memberikan mandat dan kuasa penuh kepada Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto untuk mengambil dan atau memutuskan kebijakan strategis dalam menyikapi dinamika politik di indonesia di kemudian hari. Serta menugaskan kepada DPP Golkar untuk segera menindaklanjuti rekomendasi Rapimnas.
“Rapim juga menegaskan Partai Golkar siap dalam memenangkan Pileg dan Pilpres 2024. Sekaligus berkomitmen menjadikan Pemilu dapat berjalan dengan langsung, umum, bebas, rahasia, serta jujur dan adil. Penuh dengan kedamaian dan sukacita serta utamakan persatuan dan kesatuan,” ujar Bamsoet usai menghadiri Rapimnas Partai Golkar, di DPP Partai Golkar, Sabtu (21/10/23).
Ketua DPR RI ke-20 dan mantan Ketua Komisi III DPR RI bidang Hukum, HAM, dan Keamanan ini menjelaskan, sebagai salah satu negara demokrasi terbesar di dunia, jumlah pemilih Pemilu 2024 di Indonesia mencapai 204,8 juta jiwa. Angka ini tidaklah sedikit, karena kurang lebih setara dengan 74 persen dari total populasi Indonesia, atau hampir 8 kali lipat dari jumlah penduduk Australia. Dari data tersebut, jumlah generasi milenial dan generasi Z yang tercatat sebagai peserta Pemilu 2024 mencapai 115,6 juta jiwa, atau lebih dari 56 persen.
“Dengan hadirnya Gibran dalam kontestasi Pilpres, Golkar berharap dapat menarik generasi muda untuk aktif dalam politik. Keikutsertaan generasi muda dalam Pemilu, akan menjadi faktor kunci dalam memenangkan Pemilu 2024. Hadirnya Gibran juga bukan bagian dari Dinasti Politik, karena pada akhirnya, ia tetap harus berjuang mendapatkan hati rakyat,” jelas Bamsoet.
Ketua Dewan Pembina Depinas SOKSI dan Kepala Badan Hubungan Penegakan Hukum, Pertahanan dan Keamanan KADIN Indonesia ini menerangkan, apa pun paradigma yang di kedepankan dalam penyelenggaraan Pemilu, apakah dimaknai sebagai implementasi konkret dari daulat rakyat, ataukah sebagai media legitimasi bagi terbentuknya sebuah rezim pemerintahan, ataukah sebagai bagian dari proses pelembagaan representasi aspirasi publik, pada hakekatnya, penyelenggaraan Pemilu adalah sarana, dan bukan tujuan.
“Dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara, Pemilu adalah manifestasi dan implementasi demokrasi yang tidak boleh terlewatkan begitu saja. Ia memiliki makna penting, tidak hanya bagi para kontestan peserta Pemilu, melainkan juga bagi segenap elemen masyarakat yang memiliki hak suara, hak untuk memilih, dan hak untuk menentukan masa depan bangsa,” pungkas Bamsoet. (*)