humaniora.id – Peringatan Hari Wayang Nasional (HWN) Ke-V dan Living ICH Forum Ke-lll, dilanjutkan dengan Talkshow dengan tema “The Indonesian Wayang Puppet Theater in the Dinamics of Transnationalistic Contemporary Cultural Influx ( Wayang indonesia dalam Dinamika Pusaran Budaya Kekinian bersifat Transnasional)”.
Acara yang berlangsung di Ruang Serbaguna Gedung Pewayangan Kautaman Jakarta Timur, Rabu (08/11/2023). Talkshow yang di selenggarakan SENAWANGI ( Sekretariat Nasional Pewayangan Indonesia) ini menampilkan tiga narasumber, Taufik Rahzen Budayawan, Dr. Junaidi, S.Kar,M.Hum Dosen Jurusan Pedalangan Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia Yogyakarta, dan Nanang Hape, S.Sn Dalang.
Talkshow di pandu oleh Dr.Lily Cahyandari, diikuti para Mahasiswa dari Universitas Bhayangkara, President University, dan Universitas Indonesia, budayawan, seniman,dan pemerhati seni wayang.
“Kenapa wayang selalu dipertunjukkan malam hari, karena wayang itu memiliki rahasia” ucap Taufik. ” Di ambil dari unsur Panji Asmoro, dimana dasar Asmara ada 4 tingkatan yang pertama Asmara Raga,Asmara Cipta, Asmara Jiwa dan Asmara Rasa. Pun di jelaskan cara pikir wayang itu melihat dengan para rupa, perubahan bentuk dalam sesuatu yang baru, itulah dunia wayang.
Sebagai Ketua Sanggar Wayang Wali Songo, Junaidi juga menjelaskan bagaimana cara nya untuk mengenalkan wayang kepada anak usia dini, sedangkan untuk menyentuhnya saja anak kecil itu tidak diijinkan karena pembuatannya yang rumit, biaya nya yang tidak murah, serta ada limbah runcing yang berbahaya jika tersentuh oleh anak kecil.
“Maka dari itu saya membuat ide mengenalkan wayang kepada anak sesuai umurnya. Mulai dari Kelas PAUD, SD,dan SMP bahan yang di pakai pun lebih murah dan simple, tapi tidak mudah rusak. Dengan begitu anak-anak akan bisa mengenal wayang dan mempelajari tentang wayang. Tidak hanya itu wayang-wayang yang di buat untuk anak-anak ini dibuat sesuai Pancasila. Dimana ada Ketuhanan nya, ada keadilannya ,ada persatuan, musyawarah , dan sosial nya supaya mereka bisa belajar sambil bermain wayang, karena wayang itu harus di didik atau dipelajari.” tuturnya.
Menurut Nanang, wayang itu terbukti bertahan berabad-abad karena seluruh dinamika ruang waktu wayang di respon dengan baik. Oeh karena itu jaga wayang supaya tetap lestari.
Kenapa kita kesulitan mengenalkan wayang kepada penerus kita? Jawabannya hanya satu, yaitu bahasa. Indonesia adalah negara kebhinnekaan yang bermacam-macam suku dan bahasa sehingga itu yang membuat wayang sulit untuk dikenal masyarakat.
Tapi apabila cara mengemas nya dengan bahasa Indonesia, mungkin semua orang akan paham. Karena selama ini wayang di tampilkan dengan bahasa Jawa, dan hanya orang Jawa yang saja yang paham.
” Apabila wayang benar-benar ingin di kenalkan maka bahasa nya harus di sesuaikan, atau dengan mengajak suku lain ikut memainkan peran seperti yang ada di wayang urban” pungkasnya.