humaniora.id – Kemenangan paslon 02 sudah diambang pintu, tinggal nunggu pelantikan saja. Karena 5 dari 8 hakim Mahkamah Konstitusi (MK) benar-benar tidak lagi peduli pada gugatan pihak 01 dan 03. Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) hanya sandiwara yang dipertontonkan kepada masyarakat, ini lho tahapan pilpres 2024. Setelah KPU membacakan perolehan suara, kemudian pihak yang tidak terima dengan hasil tersebut bisa mengadukan ke MK, karena di MK akan menyelesaikan sengketa proses pemilu.
Eh ternyata ada 5 hakim MK tidak berpihak kepada kebenaran. Mereka adalah Dr. Daniel Yusmic Pancastaki Foekh, SH, MH, Dr. Ridwan Mansyur, SH, MH, Dr. H, Asrul Sani, SH, M.Si, Pr.M, dan pimpinan MK Dr. Suhartoyo, S.H, M.H. Padahal mereka disumpah atas nama Tuhan dan di bawah kitab suci agama mereka. Akibat dari sumpah ini kalau dia memutuskan dengan baik akan kembali pada dirinya, kalau dia memutus salah dan membela orang tertentu pasti balasannya lebih menyakitkan.
5 hakim MK yang menolak gugatan 01 dan 03 serta memenangkan paslon 02 dalam sengketa pemilu adalah Suhartoyo dan 4 Hakim lainnya. Sedangkan 3 yaitu hakim konstitusi Prof Dr Saldi Isra, Hakim Konstitusi Prof Dr Enny Nurbaningsih dan hakim konstitusi Prof Dr Arief Hidayat mereka bertiga sepakat bahwa terdapat putusan Mahkamah Konstitusi a quo dan terdapat perbedaan pendapat (disseting opinion).
Gedung MK yang megah akan menjadi saksi bahwa saksi dan bukti yang dibawa atau dihadirkan oleh paslon nomor 01 dan 03 ditolak oleh ke 5 Hakim Konstitusi MK. Cawe-cawe presiden Jokowi untuk menjadikan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden mendampingi capres Prabowo tidak dianggap sebagai nepotisme. Padahal semua orang tahu kalau Gibran itu anak kandung Jokowi.
Ada apa ini? Orang yang awam tentang hukum pastilah tahu betapa pemilu tahun 2024 penuh kecurangan. Ketika ditemukan kecurangan dalam pelaksanaan pemilu, dikumpulkan barang bukti dan beberapa orang dihadirkan untuk bersaksi tetaplah ditolak oleh MK pada sidang putusan MK hari Senin (22/4/2024).
Dalam gedung MK yang megah seakan-akan tidak dilihat orang, seakan-akan tidak disaksikan para malaikat. Kebenaran dikesampingkan, keadilan dan kejujuran jadi barang langka. Betapa tidak adilnya MK terhadap paslon 01 dan 03 yang berusaha mengadu atas kecurangan dari paslon 02 tapi ditolak.
KPU dan Paslon 02 Prabowo Subianto dan Gibran pasti senang. Mereka menang, walau saat kampanye dan pencoblosan banyak melakukan kecurangan dan bukti sudah disampaikan ke depan hakim konstitusi terhormat. MK juga menerima 48 Amicus Cuire yang diajukan hari Senin (19/4). Tapi tetap saja hakim konstitusi tidak bergeming dan menolaknya.
Mendengar jawaban dari hakim MK, penulis kaget dan sedih rasanya. MK sebagai penjaga Konstitusi atau UUD 1945 ditabrak oleh Hakim MK sendiri. Pepatah mengatakan pagar makan tanaman. Artinya sesuatu atau seseorang yang seharusnya menjadi pelindung atau penjaga, justru menjadi perusak atau penghancur apa yang dijaga.
Tidak ada keadilan bagi paslon 01 dan 03. Hanya keadilan dari Allah saja yang diharapkan. MK sebagai sumber keadilan dan kehidupan, MK ibarat akar dari sebuah pohon. Kalau akarnya sudah busuk maka seluruh pohon beserta daunnya akan mati secara perlahan-lahan dan tumbang.
Hakim-hakim di MK sudah tidak lagi bekerja sesuai hati nurani ya pupus sudah harapan dari paslon 01 dan 03.
Generasi bangsa akan mengenang terus putusan dari MK. MK telah berpihak pada kekuasaan yang cenderung korup dan kekuasaan yang berbentuk Republik tapi rasa kerajaan atau monarki. Bagaimana tidak presiden Jokowi telah cawe-cawe dengan menyertakan Gibran anak kandungnya sebagai wakil presiden walau telah menabrak aturan MK (masalah umur Gibran yang kurang dari 40 tahun). Orang akan mengenang sebagai kasus paman Usman.
Pemilu dengan cawe-cawe presiden maka KPU, Bawaslu, DKPP dan MK menjadi tidak netral dan rakyat pun tahu hal ini.
Hakim konstitusi tentu bisa memprediksi akibat keputusan menolak gugatan 01 dan 03. Hasil dari keputusan KPU dan MK akan menghasilkan pemimpin yaitu presiden dan wakil presiden dicatat oleh rakyat sebagai presiden dan wakil presiden yang tidak memenuhi standar moral dan etika.
Sementara standar moral, etika dalam pendidikan agama dan budi pekerti harus diterapkan pada semua orang. Masyarakat yang mendukung 01 dan 03 akan terus melihat akibat kecurangan yang dibantu KPU, Bawaslu dan MK.
Pemimpin yang curang dan kurang beretika ini menjadi buah bibir dan terus mendapatkan cibiran dari masyarakat. Bahwa presiden pelanggar HAM bisa lolos dan wakil presiden perusak MK bisa lolos jadi penguasa di negeri ini.
Ingatlah bahwa jabatan itu amanah dan harus dipertanggungjawabkan di depan masyarakat dan Allah SWT.
Masyarakat miskin penerima bansos pasti tidak faham dengan bahasa politik yang dimainkan oleh presiden, KPU, Bawaslu dan MK. Mereka merancang bahasa politik untuk membuat kebohongan supaya terlihat jujur di depan pemilihnya. Ternyata bahasa politik tersebut telah membunuh dengan hormat orang-orang yang berusaha mencari keadilan.
Nurul Azizah penulis buku Muslimat NU Militan Untuk NKRI.