humaniora.id – Berbagai kegiatan sosial yang diselenggarakan Sanggar Humaniora, menurut Putra Gara menunjukkan keberakaran institusi seni dan budaya ini pada tradisi tolong-menolong.
“Sanggar Humaniora sejak berdiri tidak hanya menjadi wadah kreatif. Namun kiprahnya sekaligus bersifat spiritual dan kultural. Menolong banyak orang,” ujar Dewan Kesenian Kabupaten Bogor (DKKB) Putra Gara, saat mengunjungi Sanggar Humaniora, di Kranggan Permai Jatisampurna Kota Bekasi, Minggu (19/02/2023).
Sebagai bagian dari gerakan sosial kemasyarakatan, institusi seni di bawah Yayasan Humaniora Rumah Kemanusiaan ini juga menyelenggarakan berbagai kegiatan sosial. Melibatkan berbagai komponen masyarakat dan memberi manfaat bagi masyarakat. Nilai-nilai kemanusiaan selalu hadir dalam dimensi budaya.
Salah satu kegiatan sosial yang diselenggarakan Sanggar Humaniora adalah buka warung kopi dan mie instan gratis untuk masyarakat kurang mampu. Diantaranya guna membantu para janda lanjut usia berprofesi pemulung, musafir dan warga kurang mampu lainnya.
“Kegiatan-kegiatan ini menunjukkan keseharian model aktivitas sosial berbasis organisasi seni model Sanggar Humaniora,” ujar Putra Gara mengapresiasi sanggar yang dulu tempat mengasah bakatnya di kesenian.
Sanggar Humaniora, lanjut Gara, tidak hanya menyasar pada karya seni yang dihasilkan oleh seniman. Namun karya seni menjadi representasi dari rasa indah yang diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
“Nilai-nilai keindahan itu diimplementasikan dalam perbuatan nyata, yaitu tolong-menolong,” ujar Gara.
Putra Gara tidak hanya pernah belajar di Sanggar Humaniora. Namun secara defacto juga ikut merintis sanggar ini sejak masih tahap eukariotik.
Bersama pimpinan dan pendiri sanggar ini Eddie Karsito, sebelumnya Putra Gara adalah anggota Teater Suaka Budaya dan Teater Nuansa Jakarta.
Sejak di Teater Suaka pimpinan Kardy Said, Putra Gara sudah aktif membuat tulisan dan kartun untuk mengisi halaman koran-koran mingguan di Jakarta.
Prestasi dan aktivitasnya progresif. Selain tetap menulis dan melukis, ia sempat dipercaya menjadi Redaktur dan bahkan Pemimpin Redaksi sebuah majalah remaja.
Dari capaian dan konsistensi skill ini ia banyak dipercaya memimpin berbagai organisasi profess, seni, dan budaya. Ia kerap menjadi narasumber di berbagai kegiatan seminar, workshop dan pelatihan seputar proses kreatif kepenulisan.
Beberapa buku karyanya, baik fiksi maupun non fiksi, diantaranya adalah; serial buku anak “Dita Anak Baru”, “Dita Penyiar” (Mega Media/1997), “Nasyid Mania” (Studia Press/2000), “Banyak Jalan Menuju Kesempatan” (Studia Press/2001), kumpulan artikel “Wanita Di Persipangan Zaman” (Studia Press/2000), “Cinta Semusim” (Kumpulan Cerpen/2006/Cipta Media), “Di Bawah Hujan” (Kumpulan Cerpen/2006/Cipta Media), “Cinta Di Antara Dua Pria” (2009/Universal Nikko), “Suker” (2012/Universal Nikko), “Penulis Hebat Menciptakan Karakter” (Non Fiksi/Gramedia/2012).
Ia juga menulis novel-novel sejarah, diantaranya ; “Samudra Pasai” (Hikmah/Mizan Group), “Kesatria Khatulistiwa”, “Tahta Khatulistiwa” (Diva Press), “Nusantara Ras Segala Bangsa” (non fiksi/Noura/Mizan Group), “Warna Cinta Dyah Pitaloka”, “ACEH” (Kerajaan-Kerajaan yang Pernah Ada), “Perempuan Aceh” (Para Pejuang Tangguh Di Zamannya), “Laksamana Raja Di laut” (Senja Di Selat Malaka), “Putri Nahrisyah” (Kilau Di Negeri Pasai), “Putri Jeumpa” (Senja Di Djawa Dwipa) dan banyak lagi yang lainnya.