humaniora.id – Sengaja atau tidak, ketika memotret, tak urung saya mengerahkan diksi, imaji, rima. Atau majas. Laiknya menyusun puisi. Bisa perbandingan, pertentangan, ironi, dengan jukstaposisi yang muncul begitu saja.
Juga titik, garis, bidang, ruang, warna, nada, atau tekstur, sejumlah elemen dalam seni rupa. Pun melodi, harmoni, tempo, dan lainnya.
Selalu ada hal intrinsik dan ekstrinsik yang menyertainya. Keduanya, dalam sepersekian nano detik bersahutan di jaringan milliaran snap di benak saya. Dan itu bersifat refleks.
Maka, setiap kali menemukan ‘sesuatu’, seperti jangkrik yang tersesat di belukar kota, saya kerap terkesiap, oleh frekuensi infra yang menggerunyam. Dan saya pun memotret. Biasanya, setelah itu ada perasaan lega yang menyenangkan. Walau yang saya potret, sesungguhnya hal biasa saja. Remeh-temeh. Seseorang menunggu, ondel-ondel berkaki ayam, bajaj tertidur, misalnya. Tapi begitulah, di sisi yang biasa selalu ada tafsir yang tidak biasa.
Itulah proses yang terjadi. Sehingga saya menyebut hasilnya sebagai ‘puisi tanpa kata‘. Gambaran puitik, yang kadang terasa seperti baris mantra, atau satu frase bunyi, atau segugus pola-pola titik, garis, dan bidang yang membuat saya bisa berdebar, ketika menemukannya.
Atau seperti mencecap es krim dengan rasa ‘deja vu’ yang aneh, tapi sedap.
Demikianlah. Dan Sabtu, 14 Oktober 2023 besok, mulai pukul 14.00, di Koloni Seniman Ngopi Semeja, di pelataran seni yang egaliter, hangat, terbuka, di kolong fly over Arief Rachman Hakim, sepelemparan batu dari stasiun kereta api Depok Baru, sejumlah 60 puisi tanpa kata itu akan digelar dengan ditaja oleh kawan-kawan berhati lapang di sana: Jimmy, Badri, cum suis.
Sebuah gelaran khusus, yang tak lazim, yang mungkin bisa memfermentasi gagasan, menjadi anggur kolesom yang segar.
Saya senang gambar-gambar yang sebagian ‘mbrojol dari kawasan jalanan itu, bisa mewarnai kolong jembatan di antara pasar, stasiun kereta api, dan keramaian kaum bawah itu.
Kami jemput Tuan dan Puan, untuk berkenan hadir. Kita ngobrol ngopi di sana. Bersama Bang Nestor Rico Tambun, Bang Jimmy Johansyah, Bang Maulana Malik, da Boyke Sulaiman, Bang Sihar Ramses Simatupang, dan kawan-kawan./*