SURYANDORO adalah pendiri “swargaloka”, lahir di Surakarta, 17 Juni 1966. Di kenal sebagai seorang penari yang kreatif., bakatnya sudah terlihat sejak kecil. Sejak masih anak-anak Suryandoro sudah menguasai seni tari dan gamelan.
Suryandoro sudah terlibat dalam pementasan Sendratari kolosal Ramayana di Prambanan sejak masih kecil. Mulai dari peran kecil kelinci, hingga dipercaya menjadi Hanoman. Bakat tarinya semakin terasah ketika belajar di SMKI Surakarta Jurusan Tari. Wawasan budayanya semakin luas ketika melanjutkan studinya ke ISI Yogyakarta.
Selepas lulus dari kuliahnya, suami Dewi Sulastri ini sempat menjadi Pegawai Taman Budaya Palu Sulteng, merangkap sebagai Dosen Seni Universitas Tadulako Palu. Mulai tahun 1997 di angkat sebagai pegawai Taman Mini Indonesia Indah. Beberapa jabatan pernah di amanahkan kepundaknya mulai dari Asisten Manajer Pengembangan Budaya, Asisten Manajer Humas, Kepala Perpustakaan merangkap Manajer Informasidll. Tahun 1914 Ia mengundurkan diri dari TMII dan lebih konsentrasi pada pengelolaan Yayasan Drama Wayang Swargaloka.
Drama Wayang Swargaloka
Latar belakang gagasan penciptaan Drama Wayang Swargaloka berawal dari kegelisahan tentang masa depan seni tradisional khususnya wayang orang yang kurang mendapatkan tempat di hati generasi muda. Wayang Orang yang mengandung ajaran luhur harus di kenal dan di cintai oleh generasi muda bangsa kita dan bangsa lain diseluruh dunia, maka harus di lakukan pembaharuan.
Harus ada inovasi dan kreativitas untuk mengembangkannya. Harus ada unsur-unsur baru yang lebih ngepopagar dapat menarik minat generasi muda untuk menonton. Bahasa pengantar harus di mengerti oleh masyarakat secara lebih luas yaitu dengan bahasa Indonesia, bahkan suatu saat dengan bahasa Inggris.
Drama wayang berbahasa Indonesia ini di rintis Suryandoro dan Dewi Sulastri sejak tahun1998 di Jakarta. Saat itu Jendral Manajer TMII Bapak Jendral Sampurno dan Manajer Seni Budaya Bapak Mas’ud Thoyib memberikan peluang. Juga memfasilitasi hingga terwujudnya Drama wayang pertama dengan judul Api Dendam Aswatama di susul kemudian Kalacakra Penumpas Badai dan Sutasoma.
Suryandoro mempunyai cita-cita ingin menjadikan Drama Wayang Swargaloka sebagai Opera Terbaik di dunia. Untuk itu perlu terus di populerkan antara lain dengan menayangkannya melalui media elektronik seperti Televisi Swasta Nasional.
Beberapa karya koreografi Suryandoro adalah Cantrik Lebdosari, Jagad Wus Padang, Kuda Manggala, Burung Maleo, Sang Penebus Dosa, Ngunduh Wohing Pakarti, Jawaran, Pak Ocung. Karya drama wayangnya antara lain Cupumanik Astagina, Dahana Mangalad, Katresnan Jati, Sutasoma, Senapati Pinilih, Kalacakra, Penumpas Badai, Kunti “Secercah Harapan Dalam Kegelapan”, dan lain-lain.