humaniora.id – Menarik pidato Prabowo Subianto di depan Kongres Partai Amanat Nasional kemarin. Isinya sangat jelas menunjuk kelompok yang terlalu haus dengan kekuasaan. Kekuasaan menurut Prabowo hendak dibeli, hendak diatur, hendak dikendalikan, oleh kekuatan lain diluar kepentingan rakyat, yang bisa meganggu dan merugikan suatu bangsa.
Menutut Prabowo, niat baik sangat penting, tapi niat baik tidak cukup. Bangsa kita kata Pak Prabowo banyak yg punya niat baik, dibesarkan dengan nilai nilai yang baik, keinginan baik. Dibesarkan oleh guru, ustad, oleh orang tua, dengan nilai nilai baik, tapi sering ditipu dibohongi oleh orang orang yang licik, orang orang orang yang munafik, orang orang yang lain di bibir lain di hati, katanya.
Ini jelas pernyataan keras dan mengarah pada kekuatan politik dominan yang tokoh politiknya sedang giat memupuk kekuasaan dinasti. Memupuk nepotisme keluarga, dengan politik diluar kepentingan rakyat. Politiknya mengganggu dan merugikan bangsa.
Pak Prabowo mengingatkan pada rakyat, atau kita semua yang sering ditipu, dibohongi oleh mereka yang licik dan munafik, yang lain di bibir lain di hati. Kata kata ini jelas diarahkan ke pihak yang dianggap terlalu haus kekuasaan. Ini menunjukkan sikap tegas Pak Prabowo yang tidak sejalan dengan yang belakangan ini makin menampakkan ambisinya terlalu mengejar kekuasaan, dengan uang dan pengaruh.
Kasus penjegalan Golkar, upaya pelemahan putusan Mahkamah Konstitusi, upaya merusak demokrasi, dengan cara mengubah-ubah regulasi, dan mengabaikan konstitusi, jelas membuat pak Prabowo tidak nyaman untuk diam. Terlebih dia sudah berpengalaman bagaimana diperlakukan saat dua kali dikalahkan dalam Pilpres. Itu semua yang memunculkan sikap politik yang diekspresikan dalam pidato kemarin tersebut.
Sikap tegas politik pak Prabowo ini tentu akan membawa pengaruh besar pada penglompokkan elite dan orientasi politik ke depan. Tak lama lagi akan banyak yang berubah. Banyak yang balik badan, sesuai kultur politik pragmatis politisi negeri ini.
Jangan heran jika nanti pak Prabowo akan berhadapan “vis a vis” secara terbuka dengan kelompok elit politik yang dia tuding dalam pidato tersebut. Ini bukan hanya tanda perubahan, tapi merupakan keniscayaan.
Makanya kenapa Kaesang gagal atau tidak jadi ikut Pilkada, kenapa DPR tidak meneruskan revisi UU Pilkada? Semua ini tidak bisa dilepaskan dari adanya kemarahan rakyat yang dibaca oleh elit politik, hingga mendasari kejelasan sikap, stand point presiden terpilih 2024, Prabowo Subianto.
Pernyataan ini memberi harapan bahwa Pak Prabowo akan menjadi presiden yang tidak berada di bawah bayang bayang dan pengaruh, kehendak dan ambisi keluarga Jokowi. Ini akan memberi harapan bahwa pemerintah baru akan membawa kebaikan bagi perpolitikan di Indonesia.
Sekarang tentu ada orang yang makin panik, resah dengan keadaan politik belakangan ini. Itu konsekuensi rakyat yang makin cerdas dan waras dalam bersikap. Rakyat yang cerdas dan waras itu bisa membedakan mana politik yang benar benar untuk kepentingan NKRI, menghormati konstitusi dan regulasi, dengan politik yang mendukung dan memuluskan Dinasti dan Oligarki lewat pengabaian konstitusi dan mengubah-ubah regulasi.
Dengan perkembangan politik tadi, kita sebagai rakyat layak berharap dan menitipkan amanah kepada Presiden terpilih Prabowo Subianto supaya tegas berkomitmen menjaga nilai nilai demokrasi sesuai konstitusi UUD 1945, dengan membentuk pemerintahan yang bersih dari KKN sesuai semangat reformasi. Terutama meninggalkan atau menjauhkan diri dari mereka yang selama ini nampak ingin melanggengkan kekuasaan lewat penanaman nepotisme yg dibalut seolah untuk kepentingan kemajuan bangsa dan negara.
Akan segera tiba pada waktunya, rakyat bersama sama pemimpin negara yang baru nanti akan mengucapkan “Selamat Tinggal Dinasti Jokowi.”