humaniora.id – Kejujuran, konsistensi, dan keberanian menyampaikan fakta kebenaran, makin sulit ditemui di kalangan elit politik nasional kita sekarang. Para elit lebih mendahulukan kepentingan politik pribadinya saat ini dari pada konsistensi dan kejujuran moral terhadap bangsa dan negara.
Pemberian pangkat Jenderal Kehormatan pada Prabowo adalah upaya Jokowi menanamkan investasi politik. Tujuannya agar Prabowo ingat bahwa Jokowi lah yang telah memuliakan jenderal pecatan ini menjadi pemenang Pilpres dan sekarang bisa menjadi Jendral bintang 4 kehormatan.
Saya yakin Jokowi sadar, pemberian gelar jenderal ini memunculkan reaksi dan banyak menyakiti para korban HAM masa lalu. Tapi karena “disetujui” oleh mantan-mantan jenderal di sekeliling Jokowi. Keputusan yang melecehkan sejarah bahkan melanggar aturan itupun tetap dilakukan. Ini merupakan upaya Jokowi agar Prabowo benar-benar merasa kehutangan budi, tunduk dan tidak lupa kalau sudah berkuasa nanti. Prabowo telah dimuliakan secara total oleh Jokowi, sampai harus melakukan upaya menghapus noda hitam sejarah pelanggaran HAM masa lalu.
Inilah “kebaikan hati” Jokowi pada Prabowo, walau ujungnya tentu terkait kepentingan mengamankan Gibran anaknya agar juga bergantian nantinya dihormati Prabowo. Dengan tidak melupakan orang tuanya yang secara total telah melakukan segala upaya untuk “memuliakan” Prabowo.
Namun bisa juga dimaknai, Jokowi sebenarnya mulai tersandera dengan ketakutan dan kekhawatiran pada pilihannya sendiri. Khawatir kalau setelah tidak menjadi presiden, Prabowo akan melupakan jasanya. Tukang sandera politik bisa merasa tersandera juga 😀
Pemberian gelar jenderal ini tentu sangat berarti bagi Prabowo. Karena bagi tentara, pangkat adalah suatu kehormatan yg sangat tinggi. Prabowo yg pernah merasa “kehilangan harapan” saat dipecat, tentu sangat merasa terhormat dapat kehormatan diberi bintang 4. Sentuhan hati inilah yang diharapkan Jokowi agar Prabowo tidak akan mengkhianati dirinya nanti. (HS)