Prawacana
Ada saja kelompok sumbu pendek (sumpek) yang membuat polarisasi kalender Islam (Hijriah) dan kalender kafir (Masehi atau Miladiyah).
Setiap menjelang pergantian tahun saya selalu mendapat pertanyaan seputar itu.
Saya sendiri sampai jenuh dengan pertanyaan tersebut. Semoga tulisan ini dapat dipahami dan tidak perlu lagi tayang ditahun 2025 mendatang. Pergantian tahun dari 2023 ke 2024 menjadi pamungkas polarisasi kalender Islam vs kafir tersebut.
Wacana 1 :
Dalam surat al-Kahfi Allah SWT berfirman : “Dan mereka tinggal dalam gua selama tiga ratus tahun ditambah sembilan tahun” (Al-Khafi : 26).
Mengapa ada dua kemungkinan jumlah terkait berapa lama as-habul kahfi tinggal di dalam gua. Padahal Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. Mengapa tidak dipastikan saja tiga ratus tahun, atau tiga ratus sembilan tahun saja?
Disinilah sebenarnya ke-Maha Mengetaui-nya Allah SWT. Jumlah tersebut bukanlah kinayah, bukan pula teka-teki. Akan tetapi Allah SWT ingin menunjukkan sejak dini kepada kita bahwa di dunia ini akan ada kalender yang akan diberlakuan mayoritas penduduknya. Yaitu kalender masehi dan kalender hijriyah.
Dua-duanya ditegaskan Allah tanpa ada pengecualian. Allah ingin menegaskan bahwa jika perhitungannya berdasarkan kalender masehi, maka ashabul kahfi tinggal di dalam gua selama tiga ratus tahun.
Namun jika perhitungannya berdasarkan kalender hijriyah, maka ashabul kahfi tinggal di dalam gua selama tiga ratus sembilan tahun. Subhanallah Tabaroka wa Ta’ala.
Rumusnya : Perbedaan antara tahun masehi dan tahun hijriyah Sembilan tahun.
1 Tahun masehi = 365 hari
1 Thun hijriyah = 354 hari
Perbedaan setiap tahun = 11 hari
Maka, 11 hari x 300 tahun masehi = 3.300 hari
Jika dihitung dalam setahun, 3.300 hari : 365 hari = 9, 04 tahun dibulatkan menjadi 9 tahun.
Wacana 2
Isyarat lain juga bisa dilihat dalam al-Qur’an :” Dia menyingsingkan pagi dan menjadikan malam untuk beristirahat, dan (menjadikan) MATAHARI dan BULAN untuk PERHITUNGAN, itulah ketetapan Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui” (QS, Al-An’am : 96)
Dalam ayat lain : “ Dialah yang menjadikan MATAHARI BERSINAR dan BULAN BERCAHAYA, dan Dialah yang menetapkan tempat-tempat orbitnya, agar kamu mengetahui BILANGAN TAHUN, dan PERHITUNGAN (WAKTU). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan benar…” (QS, Yunus : 5). Jadi, baik bulan ataupun matahari, keduanya berfungsi untuk penghitungan waktu.
Salah seorang ahli ilmu falak NU, KH Shofiyulloh menjelaskan, kalender masehi dihitung berdasarkan siklus tropis matahari, yaitu 365,2222 hari dalam setahun. Dibagi menjadi 12 bulan. Januari terdiri dari 31 hari, Februari 28/29 hari, Maret 31 hari, April 30 hari, Mei 31 hari, Juni 30, Juli 31 hari, Agustus 31 hari, September 30 hari, Oktober 31 hari, November 30 hari, dan Desember 31 hari.
Kalender hijriah adalah kalender yang dalam menentukan panjang satu tahunnya berdasarkan 12 kali siklus sinodis bulan (12 kali fase bulan yang sama/hilal). Siklus sinodis bulan bervariasi, rata-ratanya 29,53 hari. Sehingga umur bulan dalam satu bulan hijriah terkadang 29 hari, terkadang 30 hari.
Kalender masehi termasuk kategori kalender solar atau berdasar matahari. Sedangkan kalender hijriah termasuk kategori kalender lunar atau berdasar peredaran bulan.
Astrologi yang menjadi rujukan kalender hijriyah berasal dari Mesapotamia, daratan diantara sungai Tigris dan Eufrat, daerah asal orang Babel kuno (kini Irak Tenggara). Ilmu ini berkembang sejak jaman pemerintahan Babel kuno, kira-kira tahun 2000 SM.
Skema penghitunganya, menurut Prof Thomas Djamaluddin kira-kira dirumuskan sebagai berikut :
Satu bulan adalah jangka waktu sejak penampakan bulan purnama hingga bulan purnama berikutnya, atau lebih tepatnya sejak kemunculan bulan sabit pertama hingga bulan sabit pertama berikutnya. Bulan sabit yang pertama kali terlihat disebut juga bulan baru atau tanggal.
Bulan setengah lingkaran menunjukkan malam ketujuh. Bulan purnama disebut juga bulan tanggal 14, karena terjadi pada hari ke-14 sejak kemunculan bulan sabit pertama.
Sedangkan astrologi yang menjadi kalender masehi hanya menghitung jumlah hari dalam setahun, kemudian membaginya menjadi 12 bulan.
Sedangkan untuk hari dilihat dari terbitnya matahari sampai terbit kembali. Kalender masehi sebenarnya identik dengan kalender georgian.
Asal mulanya kalender ini merujuk pada penghitungan kalender Romawi kuno dengan beberapa modifikasi dari kalender Mesir Kuno.
Perhitungan tanggal Romawi atau kalender Julian sudah dipakai sejak 45 SM.
Kalender Julian dicetuskan oleh Julius Caesar. Ketika ia sedang berkunjung ke Alexandria, Mesir pada 47 SM, Julius mendapat saran dari seorang ahli astronomi dan matematika bernama Sosigenes mengenai perhitungan penanggalan yang tepat.
Sosigenes menyarankan untuk menggunakan panjang satu tahun syamsiyah: 365,25 hari dengan memotong 90 hari dari kalender tradisional Romawi yang saat itu masih digunakan oleh masyarakat setempat, yakni memotong 23 hari pada Februari dan 67 hari sisanya pada bulan November dan Desember.
Sejak saat itu, kalender yang ditentukan oleh Julian inilah yang mulai digunakan.
Kesimpulan
Jadi, kalender berdasarkan perhitungan peredaran matahari asal usulnya sudah berlaku sejak perdaban Romawi Kuno dan Mesir kuno yang kemudian diadopsi menjadi kalender masehi era Georgian.
Sedangkan kalender yang perhitungannya berdasarkan peredaran bulan juga sudah dipakai sejak masa Mesapotamia yang diadopsi menjadi kalender hijriyah 17 tahun setelah wafatnya Rasulullah tepatnya era kekhalifahan Umar bin Khottob.
Para peneliti menemukan sebuah naskah kuno yang dikenal dengan kitab Henohk. Naskah ini diklaim sebagai catatan Nabi Idris AS yang dalam tradisi filsafat dikenal juga dengan nama Hermes.
Selain dikenal sebagai orang yang pertama menggunakan pena, Nabi Idris AS juga dikenal sebagai ahli perbintangan. Oleh sebab itu sejarah mencatatnya sebagai bapak astrologi.
Nabi Idris adalah orang yang pertama kali menggunakan bintang sebagai penunjuk arah, waktu yang tepat untuk bercocok tanam, memperkirakan kondisi cuaca, dan lain-lain.
Sistem penanggalan dan perhitungan hari yang digunakan dalam kalender didasarkan pada ilmu astrologi, yaitu ilmu tentang pergerakan benda-benda langit seperti matahari, bulan dan rasi bintang.
Dengan demikian, baik kalender Hijriah maupun Masehi, keduanya memiliki titik temu pada penemuan terbesar Nabi Idris AS dibidang Astrologi.
Kalaupun asalnya kalender-kalender tersebut dipakai untuk menentukan musim dan acara-acara ritual lainnya namun saat ini sudah menjadi pondasi berbagai aktifitas administratif.
Masihkah kita mau ngotot bahwa kalender yang Islami hanya Hijriah? Di sisi lain KTP, tanggal lahir, liburan, gajian kita pakai kalender Masehi?/***