Yogyakarta, humaniora.id – Sivitas akademika Universitas Gadjah Mada (UGM) yang terdiri dari guru besar, dosen, mahasiswa dan alumni berkumpul di Balairung UGM pada Rabu sore ini. Mereka mengingatkan Presiden Joko Widodo yang dinilai telah keluar jalur melalui Petisi Bulaksumur.
Profesor Koentjoro, mewakili sivitas akademika UGM, membacakan Petisi Bulaksumur di atas mimbar ditemani para guru besar UGM. Dalam petisi tersebut, Profesor Koentjoro juga menyanyikan Himne Gadjah Mada dengan mengutip lirik ‘Bagi kami almamater kuberjanji setia. Kupenuhi dharma bakti tuk Ibu Pertiwi. Di dalam persatuan jiwa seluruh bangsaku. Kujunjung kebudayaanmu kejayaan Nusantara.’
Saat ia menyanyikan lirik tersebut, sivitas akademika yang hadir pun ikut dalam lantunan nada tersebut. Profesor Koentjoro meminta Presiden Jokowi sebagai alumni UGM untuk selalu mengingat janji sebagai alumni Universitas Gadjah Mada.
“Kami menyesalkan tindakan-tindakan menyimpang yang justru terjadi dalam masa pemerintahan Presiden Joko Widodo yang juga merupakan bagian dari keluarga besar Universitas Gadjah Mada (UGM). Pelanggaran etik di Mahkamah Konstitusi, keterlibatan sejumlah aparat penegak hukum dalam proses demokrasi perwakilan yang sedang berjalan dan pernyataan kontradiktif Presiden tentang keterlibatan pejabat publik dalam kampanye politik antara netralitas dan keberpihakan merupakan wujud penyimpangan dan ketidakpedulian akan prinsip demokrasi,” ungkap Profesor Koentjoro.
Dalam petisi tersebut, Profesor Koentjoro juga mengungkap bahwa sivitas UGM berharap Presiden Joko Widodo sebagai alumni semestinya berpegang pada jati diri UGM, yang menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila dengan turut memperkuat demokratisasi agar berjalan sesuai standar moral yang tinggi dan dapat mencapai tujuan pembentukan pemerintahan yang sah demi melanjutkan estafet kepemimpinan untuk mewujudkan cita-cita luhur sebagaimana tertuang di dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
Sementara itu, Kepala Pusat Studi Pancasila, Agus Wahyudi, sebagai inisiator Petisi Bulaksumur mengatakan bahwa pernyataan yang disampaikan adalah hasil dialog profesor, dosen dan mahasiswa UGM. Apa yang disampaikan murni dilandaskan pada keluarga yang saling mengingatkan satu sama lain.
“Kami bicara dalam tataran keluarga, yang kita omongin juga keluarga sendiri. Kami mengingatkan dengan bahasa cinta, seperti ngomong dengan keluarga bahwa kamu perlu membaca suara rakyat ini. Denyut nadi suara publik itu apa. Idenya seperti itu. Bagaimana kebebasan berbicara adalah hak setiap warga. Kami warga UGM menyampaikan ini,” ungkapnya.
Apakah nantinya akan menyampaikan petisi secara langsung pada Jokowi, Agus mengatakan bahwa hal itu juga akan dilakukan. Namun ia menilai bahwa Jokowi akan membaca langsung dari media.
“Kami akan menyampaikan, tapi kemungkinan beliau melihat melalui media. Namun di sini kami tegaskan bahwa catatan-catatan ini adalah yang terakumulasi tentang kemunduran demokrasi di Indonesia. Kita tidak mengambil jalan memakzulkan. Apa yang dilakukan presiden, kita tahu bermain politik tapi dengan melanggar batas-batas demokrasi. Pemilu sudah dekat, publik yang akan menilai,” pungkasnya.