WELLINGTON SELANDIA BARU, humaniora.id – Indonesia dan New Zealand memiliki perahu tradisional yang mirip. Di Indonesia ada perahu Kora-Kora dari Maluku, dan New Zealand ada perahu Waka.
Zaman dulu suku Māori menggunakan perahu Waka (Kano) sebagai salah satu alat transportasi publik seperti halnya kita menggunakan mobil saat ini. Waka didayung di sepanjang saluran air membawa orang dan barang.
“Beberapa suku Māori masih membuat waka tradisional hingga saat ini dari batang pohon besar seperti tōtara dan kauri,” ujar Direktur Utama Triardhika Production Eny Sulistyowati S.Pd. , SE , M.M., selepas menerima cenderamata berupa miniatur perahu Waka suku Māori dari Duta Besar Indonesia untuk Selandia Baru Fientje Maritje Suebu.
Sebaliknya Eny Sulistyowati juga menyerahkan cenderamata berupa Batik Gobang kepada Dubes RI untuk Selandia Baru Fientje Maritje Suebu.
Indonesia, menurut Eny Sulistyowati, telah menjadikan batik sebagai alat diplomasi budaya utama. Seni batik berhasil memengaruhi masyarakat internasional.
“Kami memberikan cenderamata Batik Gobang kepada ibu Dubes (Baru Fientje Maritje Suebu) sebagai representasi budaya Betawi. Di Jakarta Batik Gobang dikembangkan sebagai bagian dari destinasi budaya dan industri kecil,” papar Eny.
Pada kesempatan berikutnya, Eny Sulistyowati juga menyerahkan cenderamata kepada Dr. Brisn Dietrich, selaku Ketua Panitia Penyelenggara The 48th International Council for Traditions of Music and Dance (ICTMD).
Eny Sulistyowati secara khusus mendesain produk Jacket dan T-Shirt dengan brand Triardhika Production untuk diberikan kepada Dr. Brisn Dietrich sebagai kenang-kenangan.
“Ini termasuk adab berbangsa. Saling bertukar cenderamata. Budaya kita tidak tumbuh sendiri melainkan dibutuhkan budaya kerjasama positif termasuk mengapresiasi dengan saling memberikan cenderamata,” tukas Eny.
The 48th International Council for Traditions of Music and Dance (ICTMD), kata Eny, melahirkan model-model baru diplomasi budaya.
“Event saling menguntungkan bagi sejumlah Negara yang terlibat di dalamnya. Membangun budaya sebagai sumber daya untuk kohesi dan dialog sosial,” kata Eny lagi.
Eny Sulistyowati mengaku bersyukur dan mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu Triardhika Production mendapat kesempatan tampil di acara The 48th International Council for Traditions of Music and Dance (ICTMD), yang digelar di Kota Wellington New Zealand.
Perhelatan budaya berbasis seni tradisi dari berbagai Negara yang diselenggarakan Victoria University of Wellington ini berlangsung, sejak 7 Januari 2025 sampai dengan 15 Januari 2025 mendatang.
Agenda berikutnya, penyanyi muda Fina Augustine Ardhika Putri tampil membawakan lagu “Cant Stop Falling in Love with You” di panggung The 48th ICTMD di Ruang T-7 TAKINA Convention Center Wellington, Sabtu (11/01/2025).
Fina Augustine Ardhika Putri tampil secara kolaboratif dengan iringan grup musik Angklung binaan KBRI Selandia Baru, dan pemusik dari sivitas akademika Victoria University of Wellington.
Tarian ‘Bedhaya Catur Sagotra’, tari ‘Gatutkaca Gandrung’, ‘Show Gamelan’, dan tarian ‘Gambyong Pareanom’, mengisi babak akhir dari pementasan yang dipersembahkan Triardhika Production. Kesenian klasik ini digelar di Ruang T-7 TAKINA Convention Center, Senin (13/01/2025).
International Council for Traditions of Music and Dance (ICTMD) merupakan badan internasional untuk perkara tari dan musik berbasis tradisi. Organisasi saintifik bertujuan memajukan studi, praktik, dokumentasi, pelestarian, dan penyebaran musik dan tari di semua Negara.
International Council for Traditions of Music and Dance (ICTMD) organisasi non-pemerintah yang memiliki hubungan konsultatif formal dengan UNESCO. Bertindak sebagai penghubung antara masyarakat dari budaya yang berbeda, dan berkontribusi untuk kedamaian umat manusia./*