Humaniora.id – Perjuangan Suku Naga sampai Cucu Sulaiman – Secangkir kopi hitam cukup membuat Iwan Burnani Toni tak berhenti-hentinya bercerita mengenai jatuh bangun kehidupannya di teater. Bila bercerita tentang teater- daya hidupnya seolah keluar. Kata-katanya sangat ekspresif.
Iwan Burnani Toni: “Saya ikut Rendra, dari Mastodon, Perjuangan Suku Naga sampai Cucu Sulaiman.” Bag 1
Ia seolah bisa mengenang hal-hal kecil yang di lakukannya saat latihan-latihan puluhan tahun silam bersama almarhum Rendra. Memorinya masih kuat. Selalu terasa ada suasana – dalam kisah-kisahnya yang mengalir.
Tahun ini umur Iwan Burnani Toni genap 70 tahun. Rambut panjangnya terlihat seluruhnya memutih. Ia, di kenal sebagai salah satu aktor Bengkel Teater pimpinan Rendra – sejak di Yogya sampai Rendra bermarkas di Cipayung Jakarta.
Pertama kali ia terlibat pentas Bengkel Teater adalah: Mastodon dan Burung Kondor pada awal 70an. Semenjak itu ia terus menerus mengikuti pementasan Bengkel Teater. Ia juga mengikuti suka duka perjalanan Bengkel Teater – saat di larang untuk berpentas ..
Sebagai aktor, ia juga sempat terjun ke dunia film. Pernah ia sempat membuat mini seri sinetron Oemar Bakri, dengan Rendra yang berperan sebagai Oemar Bakri. Namun sayang syutingnya berhenti di tengah jalan.
Pernah Sebagai Dubber
Pernah juga ia bekerja sebagai profesi dubber dalam panggung boneka Unyil yang terkenal. Kini ia tetap terlibat aktif dalam dunia film dan teater. Tubuhnya masih terlihat tegap –dan bugar karena dia aktif melakukan latihan-latihan pernafasan seperti yang di ajarkan Rendra dahulu.
Saat BWCF Society bersama Genpi.co dan Ken Zuraida Project – pada Januari 2020, sebelum pandemik meledak, mementaskan versi padat Panembahan Reso, bersama sutradara Hanindawan (Solo) dan pemain utama aktor Whani Darmawan (Yogya), aktris Ine Febriyanti (Jakarta) dan sebagainya, ia terlibat sebagai konsultan.
Ingatan-ingatannya mengenai Panembahan Reso yang di pentaskan Rendra tahun 1986 – saat itu cukup memberi wawasan amunisi bagi aktor-aktor yang terlibat..
Kegiatan Di Masa Pandemic
Di masa pandemi ini ia tak tinggal diam. Ia menyutradarai naskah Iwan Simatupang: Petang di Taman namun dalam format film-teater. Para aktornya adalah sutradara-sutradara di Jakarta. ”Pentasnya di panggung Teater Kecil TIM secara terbatas. Pengambilan gambarnya melalui kamera. Dengan sistem cut to cut seperti film” katanya.
Mengapa ia memilh Petang di Taman? Saat ramai-ramai pembongkaran di TIM, ia tiba-tiba teringat – pohon di TIM bagian belakang yang dulu sering menjadi tempat teduh dan tiduran seniman di TIM – seperti sebuah taman yang ada dalam naskah Iwan Simatupang.
Sebuah taman tempat bertemunya orang-orang yang tidak memiliki rumah .”Saya membayangkan petang di taman itu seperti petang di TIM zaman dulu,” katanya.
Pengalaman Iwan Burnani berteater bersama Rendra – menarik di ketahui karena menjadi bagian dari pengalaman estetika teater Indonesia dan bagian dari pergulatan aktor-aktor teater Indonesia menemukan bentuk keIndonesiaan dalam teater modern.
Berikut wawancara penulis Seno Joko Suyono dengan Iwan Burnani Toni.
Wawancara di lakukan di sebuah tempat – di pinggiran Bekasi. Tak semua memang bisa di transkrip di sini. Tapi bagian-bagian terpenting seperti bagaimana saat ia memerankan tokoh-tokoh utama dalam pementasan Rendra – dan bagaimana ia menjalani metode keaktoran Rendra yang ekstra keras, adalah informasi yang bisa memperkaya wawasan teater Indonesia.
Berikut cuplikan wawancara Seno Joko Suyono bersama Iwan Burnani Toni :
Bersambuing ke artikel selanjutnya : Iwan Burnani Toni: “Saya ikut Rendra…, Bag 2
Comments 4