JAKARTA, humaniora.id – Penyair Pulo Lasman Simanjuntak baca puisi karya sendiri berjudul “Kalah Atau Menang” dalam siaran live (langsung-red) di Stasiun Radio Republik Indonesia (RRI) Pro 1 Jakarta yang mengudara pada Frekuensi 91,2 FM , Kamis siang (18/4/2024).
Pada paket atau program acara radio “makan siang bersama teman sejawat’ di ujung acara wawancara ( sekitar satu jam-red) presenter/penyiar RRI Pro 1 Jakarta mengundang Penyair Pulo Lasman Simanjuntak untuk membacakan salah satu karya puisi yang disenanginya yakni berjudul “Kalah Atau Menang”
Sajak
Pulo Lasman Simanjuntak
KALAH ATAU MENANG
kita berangkat dari sebuah titik
makin lama menjelma jadi mata air
lalu mencium ikan-ikan beracun
di danau
tanpa sayap
(padahal jarak Yogjakarta dan New York hanya segaris, kepastian-kepastian semu)
Kristus pernah engkau dengar bukan?
bermazmur
sesungguhnya cinta itu
permainan gila
para tukang potret amatiran
hayo..hayo…
kita berkelahi tanpa badik
melawan matahari betina itu
agar sinarnya yang manja
tak lagi menghamili
hewan-hewan langka kegemaranmu
percayalah,
sejarah akan tunduk
atau kita pura-pura jadi malaikat manis
yang berlari dari kandang sapi
rindu tidur di kereta angin
mulailah
Jakarta, 1983
Proses Kreatif Menulis Puisi
Pada wawancara langsung di udara ini, ditanyakan juga secara panjang lebar bagaimana proses kreatif menulis puisi sampai hari ini.
“Karya puisi saya pertama kali menulis puisi berjudul IBUNDA dimuat di Harian Umum KOMPAS pada bln Juli 1977.Kemudian sejak tahun 1980 sampai tahun 2024 ini puisi saya telah dimuat di 25 media cetak, dan 183 media online di Indonesia dan Malaysia.Karya puisi saya juga telah dipublikasikan sampai ke Singapura, Brunei Darussalam, Republik Demokratik Timor Leste, Bangladesh dan India,” akuinya.
Menjawab pertanyaan presenter/penyiar RRI Pro 1 Jakarta mengenai rencana penerbitan buku antologi puisi tunggal ke-8 mengapa diberi judul “Meditasi Batu”, Penyair Pulo Lasman Simanjuntak menjawab dengan latar belakang lahirnya puisi ini.
“Meditasi memang sering saya lakukan sebelum menulis puisi.Biasanya dengan terlebih dahulu berdoa minta tuntunan Roh Kudus supaya diberikan hikmat, akal budi, dan roh rendah hati agar karya puisi saya bisa diterima masyarakat sastra di Indonesia dan masyarakat sastra di seluruh mancanegara,” ucap penyair yang sering diundang baca puisi di Pusat Dokumentasi Sastra (PDS) HB.Jassin di Pusat Kesenian Jakarta (PKJ) Taman Ismail Marzuki (TIM) ini.
Disinggung lebih jauh tentang perkembangan sastra di Indonesia-terutama juga menyangkut kehidupan ekonomi dan sosial para penyair- Pulo Lasman Simanjuntak sebelumnya mengaku untuk menunjang ekonomi keluarga harus tetap bekerja sebagai wartawan media online.
“Bagi saya sastra adalah kehidupan batin rohani yang terus menerus menghasilkan karya abadi, aktual dan monumental sampai masa depan pada ujung akhir zaman.Sebuah karya sastra yang akan meninggalkan rekam jejak bagi keturunannya nanti serta generasi penerus kesusasteraan,” kata penyair yang punya motto “menulis puisi memang tak pernah mati” ini.
“Semoga dengan adanya Presiden Terpilih 2024-2029 dengan pemerintahan baru serta bergulirnya wacana Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia, maka geliat karya sastra dapat disejajarkan dengan karya seni budaya lainnya seperti seni.lukis atau seni musik. Sehingga kelak kehidupan seorang penyair dapat posisi kelas satu dalam tatanan masyarakat Indonesia seperti penyair di negara Singapura, Brunei Darussalam, Malaysia, Vietnam, dan Thailand,” katanya lagi.
Pada akhir wawancara via telepon-bertemakan makan siang bersama teman sejawat – penyiar dari stasiun radio milik negara ini juga bertanya seputar menu makan favorit Penyair Pulo Lasman Simanjuntak dan keluarga.
“Saya dan keluarga suka makan siang dengan menu ikan laut, seperti siang ini kami makan ikan kembung bakar.Selain itu juga sering konsumsi ikan tongkol, ikan kue, dan ikan laut lainnya. Saya kurang suka makan daging, karena seusia seperti saya takut ancaman kolestrol tinggi.Lidah saya telah cocok dengan makanan khas Batak, Jawa, dan Manado, tetapi saya tak kuat makanan pedas,” pungkasnya.(*)