Humaniora.id – Pentas Lingkaran Kapur Putih – Iwan Burnani Toni: “Saya ikut Rendra, dari Mastodon… Bag 8
T: Bagaimana lalu cara menghidupi diri saat itu?
Kami mengamen bawa nama Bengkel Teater. Saya waktu itu usul ke teman-teman Bengkel: “Orang kan tahu nih Bengkel Teater dilarang. Nah kita mengamen memapai topi caping dengan simbol Bengkel Teater.“Ayuukk..kita keliling Indonesia.
Siapa nih yang mau memimpin? Lu Wan yang mimpin,” begitu respon teman-teman.“Ayuuk” Berangkat. Ada gitar, ada flute.. Lalu saya yang mimpin ngamen. Ada Mahdi Malik, Udin Mandarin, E.H Kertanegara, dia wartawan – kakak Edi Haryono juga ikut, Lawu Warta, Iskandar Worowuntu.
Kami mulai mengamen di Malioboro Yogya. Wah macet banget Malioboro, begitu kami mengamen membawa nama Bengkel Teater. Kami dapat saweran yang lumayan.
T: Waktu itu lagu-lagunya apa itu?
Lagu-lagu sendiri. Lagu protes. Banyak lagu-lagu protes saya bikin bersama Mahdi Malik. Judul-judulnya: Berpikir, Hei Siap dan banyak lagi….
T: Waktu itu Sawung Jabo sudah terlibat?
Sawung Jabo belum masuk Bengkel Teater saat itu.
T: Bram Mahakekum?
Bram sudah menjadi anggota Bengkel lama. Tapi saat itu dia belum membentuk Kelompok Kampungan. Kelompok Kampungan mulai tahun 1976. Jadi kami saat itu mengamen sendiri, Mas Willy tidak terlibat. Dari Yogja kami ngamen ke Solo, Salahtiga, Semarang, sampai Pekalongan. Bukan ngamen sekedar lagu, tapi juga ada pembacaan puisi, teater.
Nah, yang nonton banyak sekali. Kita selalu mendapat duit saweran banyak. Sampai akhirnya kami sampai di Pekalongan. Kami mendapat telegram dari Mas Willy untuk berhenti ngamen dan segera pulang ke Yogya.
T: Telegram dari Rendra?
Ya. Kami baru nyampe di Pekalongan, kami kan mau keliling Indonesia, kami mau nyebrang ke Sumatera. Baru sampai Pekalongan disuruh pulang, Ternyata di Jakarta Mas Willy dipanggil oleh Sudomo di Gedung Agung. Menurut cerita Mas Willy, Sudomo marah-marah. Sudomo bilang ke Mas Willy:”Itu, anak-anak buah kamu bikin kacau di jalanan.” Lalu Mas Willy membela kami.
Mas Willy bilang ke Sudomo, kami mencari duit karena pentas dilarang. Kemudian Mas Willy sampai bilang “kalau ngamen dilarang, kasih izin dong kami pentas,” Sudomo kata Mas Willy mikir-mikir. “Oke, saya izinkan, tapi jangan keras-keras. Tidak boleh karya sendiri, karya orang lain coba bawain. ”Mas Willy bilang menyanggupi oke. Tapi ya Mas Willy – karya apa saja tetap aja ada kritiknya kan..
(Tahun 1975 tersebut kemudian Bengkel mementaskan Egmont karya Johann Wolfgang von Goethe, di Teater Terbuka Taman Ismail Marzuki Jum‟at -Minggu, 31 oktober – 2 Nopember 1975. Pada Sabtu 31 Januari 1976, Bengkel mementaskan Lingkaran Kapur Putih karya Bertold Brecht (The Chaucian Chalk Circle). Setelah itu pada Sabtu 13 Maret 1976 mementaskan ulang Lysistrata di gedung Merdeka Bandung )
T: Bisa Anda ceritakan pentas Lingkaran Kapur Putih tahun 1976?
Ya. Waktu itu Bengkel mendapat kontrak dari Bintang Family (Firman Bintang, Zainal Bintang dan Muin) untuk mementaskan Lingkaran Kapur Putih karya Bertold Brecht. Duit dari Bintang Family lumayan saat itu. Kami main di Istora Senayan.
Saat itu Mas Willy menjadi aktor utamanya berperan sebagai Azdak, Mbak Sitoresmi menjadi Grushka, Gegek Hang Andika menjadi Raja muda Georgi Abashvilli, Bram Mahakekum menjadi Simon Shashava, saya menjadi Pangeran Igo Kashbeki.
Nah sebagai aktor yang masih tergolong yunior –saat itu saya juga diangkat sebagai asisten sutradara…
T: Kenapa Anda dipilih jadi asisten sutradara, kan masih banyak yang anggota senior Bengkel saat itu?.
Begini. Nah ini cerita agak off the record – , karena saat itu para aktor-aktor senior Bengkel mundur karena sesuatu sikap Rendra yang tidak mereka setujui. Mas Adi Kurdi mundur, Mas Tertib Suratmo mundur, Mas Fajar Suharno mundur, wah habis semua (Iwan Burnani menceritakan off the record sebuah persoalan di Bengkel saat itu – yang tidak bisa ditranskrip di sini – red).
Padahal waktu itu – pementasan tinggal satu bulan atau satu setengah bulan – saya lupa .
T: Ribut gitu para senior dengan Mas Willy?
Ya ribut. Mas Willy juga ikut marah sampai Mas Willy di tengah latihan juga pergi. Saya sendiri tidak berani ikut campur. Senior-senior kan. Dulu senior dan yunior itu beda. Senior mempunyai hak untuk menentukan, sementara yunior tidak.
Nah saat para senior meninggalkan latihan. Mas Willy juga meninggalkan latihan. Kita bingung. Mau bagaimana. Saya sih saat itu berusaha cuek-cuek saja. Berusaha santai-santai saja. Nah, di situasi seperti itu Mbak Sitoresmi sama Mbak Sunarti datang menemui saya.“Wan..Ini semua sudah pergi, padahal kita ini sudah kontrak dengan Bintang Family.
Kita main di Istora Senayan,” Mbak Sitoresmi saya ingat bilang begitu. “Maksudnya Mbak Sito bagaimana?” saya tanya balik ke beliau. ”Ya sudah, yang mimpin latihan, kamu saja..”tiba-tiba Mbak Sito bilang begitu. “Wah Mbak, apa aku bisa apa ? Aku kan yunior.” Mbak Sito menjawab: “Sekarang tidak ada lagi Adi Kurdi, Tertib Suratmo dan Fajar Suharno juga keluar. Yang yunior harus berani naik,” kata Mbak Sito. Saya jawab:”“Aku coba deh Mbak, kalau begitu aku coba” Mulai aku kumpulin teman-teman..
Baca juga : Iwan Burnani Toni: “Saya ikut Rendra, dari Mastodon… Bag 7
Comments 2