humaniora.id – Upaya penetapan Hari Tari Indonesia (HTI) yang diprakarsai sejumlah seniman dan budayawan terus digulirkan sejak usulan tersebut ditandatangani di Jakarta, Sabtu (27/07/2024) lalu.
Gagasan ini kembali digaungkan di acara Harmoni Indonesia 3rd Indonesia International Culture Festival 2024, di Sasono Langen Budoyo Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta, Jum’at (11/10/2024).
“Peringatan Hari Tari Indonesia (HTI) dapat menjadi momentum tahunan untuk memperkuat dan memperluas memori kolektif bangsa Indonesia. Terkait peran, capaian, dan perjuangan para penari Indonesia untuk memajukan kebudayaan Indonesia di tengah dinamika kebudayaan global,” tegas Ketua Asosiasi Seniman Tari Indonesia (ASETI) Agustina Rochyanti menyampaikan manifesto.
Urgensi Hari Tari Indonesia (HTI), lanjut Agustina, menjadi momentum menyuarakan pandangan para pegiat seni di dunia tari terkait persoalan seni, budaya, hingga kebangsaan.
“Dalam momentum ini sesama penggiat tari dapat menyampaikan evaluasi hingga visi terhadap masalah-masalah di sekitar dunia seni, budaya, hingga kebangsaan,” ungkapnya.
Peringatan Hari Tari Indonesia (HTI) dapat menjadi momentum berkumpul, berbagai pengalaman, dan merayakan capaian dunia seni tari Indonesia dari tahun ke tahun. Para penggiat tari Indonesia telah mempunyai prestasi dengan beragam dan pengalaman berbeda.
“Oleh sebab itu Peringatan Hari Tari Indonesia (HTI) menjadi penting sebagai ajang berkreasi bagi para penggiat tari untuk saling menginspirasi,” tegas Agustina.
Hadir dan turut mendukung pernyataan ini sejumlah seniman tari, dan penggiat budaya antara lain, Suryandoro, Eddie Karsito, Jefriandi Usman, Wahyuni H. Dauly, Armandira Visa Putra, Aty Widyawaty, Sabrina Salawati Daud Spd, dan seniman tari lainnya.
Sebelumnya sejumlah seniman tari mengusulkan untuk mendeklarasikan perjuangan penetapan Hari Tari Indonesia (HTI). Hal ini disampaikannya di sela-sela acara Finalisasi Peta Okupasi Nasional Dalam Kerangka Kualifikasi Area Fungsi Seni Tari Indonesia, yang berlangsung di Grand Whiz Hotel Poins Simatupang Jakarta, Sabtu (27/07/2024).
Memperkuat usulan tersebut mereka telah menandatangani persetujuan deklarasi Hari Tari dengan menamakan sementara Hari Tari Indonesia (HTI).
Diantara para seniman yang ikut menandatangani persetujuan deklarasi tersebut, Dr. Sal Murgiyanto (Dosen dan Kritikus Tari), Dr. Nungki Kusumastuti (Aktris Film, Penari dan Dosen IKJ), Drs. Sulistyo Tirtokusumo (Maestro Tari dan mantan Direktur Kesenian Direktur Jenderal Kebudayaan, Kementrian Kebudayaan Republik Indonesia), dan Suryandoro (Founder Swargaloka Foundation).
Seniman lain yang juga ikut menandatangani persetujuan deklarasi Wiwiek Sipala (Maestro Tari Sulawesi Selatan dan Dosen IKJ), Rury Nostalgia (Dosen IKJ), Fafa Utami (Dosen ISI Surakarta), Dindin Heryadi (Dosen ISI Yogyakarta), Embie C. Noor (Praktisi Seni, Musik dan Film), Yusuf Susilo Hartono (Wartawan).
Gerakan ini juga mendapat dukungan dari para pengurus Asosiasi Seniman Tari Indonesia (ASETI) Pusat dan Daerah, yaitu; Jefriandi Usman, Alfiyanto Wajiwa, Peni Puspito, Aidil Usman, Ressa Rizky M, Wahyuni Dauly, Bambang Sriyanto, Yogi Hadiansyah, Atien Kisam, Nurwahidah, Dian Anggraini, Maharani Pane, Ari Pandawa, Muhammad Nursyam, Peterina Kobat, Mawar Desember, dan Gita Novia.
Sebelumnya seniman tari antara lain; Arif Rofig, Jil Kalaran, Endang Irowati, Hario Widyoseno, Heri Lentho, Mugiyono Kasido, Sekar alit, dan Effendy Ash, sempat memperbincangkan di media sosial tentang Hari Tari Nusantara.
Menurut Arif Rofiq, momentum Raja Majapahit menari topeng di negeri Nusantara tahun 1350 – 1389 dapat digunakan sebagai dasar untuk menetapkan perayaan Hari Tari Nusantara.
Seniman tari lain mengusulkan Hari Tari Indonesia (HTI) dapat ditetapkan pada momentum ketika pertama kalinya UNESCO menetapkan salah satu kekayaan tarian Indonesia sebagai warisan budaya dunia.
Badan PBB Urusan Pendidikan, Sains dan Kebudayaan (UNESCO) secara resmi mengakui Tari Saman Gayo dari Provinsi Aceh sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) dalam sidang di Bali (24/11/2011).
Tari Saman adalah salah satu tarian paling populer hingga mancanegara dengan nama tarian seribu tangan (athousand hand dance).
Selain sebagai media dakwah, tarian ini menjunjung aspek-aspek pendidikan, sopan santun, kekeluargaan, kebersamaan, dan beranian.
Sehingga seyogianya kita mengusulkan kepada Pemerintah RI untuk menetapkan setiap tanggal 24 November sebagai Hari Tari Indonesia (HTI).
Untuk ini ASETI telah melakukan gerakan dengan membuat survey tentang Hari Tari Indonesia (HTI) yang akan menjadi pelengkap data dalam membaca seberapa pentingkah HTI./***