Pembukaan Sekolah Demokrasi (SEKDEM) dan Sekolah Ekonomi Politik INDEF (ISPE): Momen Istimewa yang Menyatukan Think Tank, Akademisi, dan Forum Jurnalis dari Indonesia dan Belanda
Humaniora.id – Peresmian SEKDEM dan ISPE menandai momen penting, yang mempertemukan kelompok pemikir, akademisi, dan forum jurnalis dari Indonesia dan Belanda. Kolaborasi ini khususnya penting mengingat kondisi demokrasi Indonesia saat ini, yang terus terkikis dari waktu ke waktu. Banyak pemimpin yang dipilih secara demokratis gagal menegakkan proses demokrasi. Prakarsa ini bertujuan untuk menumbuhkan generasi baru pemimpin reformis yang dapat mendorong Indonesia maju di tengah tantangan masa depan.
Sentimen tersebut diutarakan oleh Wijayanto, Kepala Sekolah Demokrasi LP3ES sekaligus Wakil Rektor Bidang Riset Universitas Diponegoro, saat peluncuran forum JUARA dan pembukaan SEKDEM dan ISPE. Acara yang bertemakan “Tantangan Ekonomi Politik Pemerintahan Baru: Menyambut Kabinet Prabowo – Gibran” tersebut diselenggarakan secara hybrid di Universitas Amsterdam. Acara ini diikuti oleh peserta dari Perhimpunan Mahasiswa Indonesia di Belanda dan dapat diakses melalui Zoom oleh para aktivis, jurnalis, akademisi, dan mahasiswa pada hari Jumat, 26 Juli 2024.
Wijayanto menyoroti bahwa Indonesia saat ini tengah dilanda disinformasi besar-besaran yang telah mengubah pola pikir masyarakat terhadap berbagai isu, sehingga menimbulkan polarisasi masyarakat. Hal ini mendorong Universitas Diponegoro untuk menggagas pembentukan forum JUARA yang bertujuan untuk menangkal arus disinformasi dengan menyatukan jurnalis dan akademisi.
Ia menekankan pentingnya pelatihan kepemimpinan melalui sekolah demokrasi, yang sangat penting dalam membina pemimpin yang membela demokrasi di tengah tren global kemunduran demokrasi, sebagaimana dicatat oleh Larry Diamond. Kemunduran tersebut didorong oleh para pemimpin yang mengabaikan prinsip-prinsip demokrasi, yang melemahkan atau bahkan menghancurkan lembaga-lembaga demokrasi.
Lebih lanjut, Wijayanto menekankan perlunya mengembangkan pemimpin muda yang mampu mengatasi tantangan kontemporer seperti perubahan iklim, krisis ekonomi, penyalahgunaan AI, kejahatan dunia maya, dan konflik yang sedang berlangsung seperti perang Ukraina-Rusia dan ketegangan Timur Tengah, yang semuanya merupakan ancaman bagi masa depan umat manusia.
Sekolah demokrasi bertujuan untuk melahirkan pemimpin muda yang muncul dengan ide-ide segar dan praktik politik baru, yang berlandaskan pada perjuangan rakyat dan bukan pada nilai-nilai oligarki dan dinasti yang mengakar.
Prof. Ward Berenschot, peneliti senior di KITLV Leiden, menyuarakan sentimen ini, menekankan pentingnya inisiatif ini sebagai media pertukaran ide yang sehat untuk memajukan Indonesia. “Saya mengapresiasi pembentukan forum JUARA sebagai jembatan antara peneliti/akademisi dan jurnalis untuk diskusi publik yang lebih kritis, yang diharapkan dapat membawa vitalitas baru bagi demokrasi Indonesia,” kata Berenschot.
Para jurnalis harus melakukan investigasi dengan saksama untuk menjaga demokrasi
Prof. Didik J. Rachbini, pendiri INDEF, peneliti senior di LP3ES, dan Rektor Universitas Paramadina, menggarisbawahi perjuangan untuk demokrasi. “Perjalanan demokrasi Indonesia telah dirusak oleh ‘politik uang’ yang meluas. Para peneliti harus berinovasi untuk mengatasi masalah ini, dan para jurnalis harus melakukan investigasi dengan saksama untuk menjaga demokrasi,” katanya.
Abdul Hamid, Ketua Dewan Pengawas LP3ES, mengemukakan bahwa forum ini penting untuk mengatasi kelemahan bawaan pemerintahan baru yang dapat menyebabkan kerusakan yang signifikan. “Pemerintahan ini berawal dari polarisasi, yang menyebabkan ketidakadilan sosial yang luar biasa,” katanya, seraya berharap program-program ini akan meluas ke elemen-elemen bangsa yang lebih luas, sehingga masyarakat dapat membentuk masa depan yang lebih baik.
Prof. Suharnomo, Rektor Universitas Diponegoro, secara resmi membuka forum JUARA dengan harapan forum ini dapat mengangkat isu-isu sosial dari perspektif akademis. “Untuk meningkatkan efektivitas advokasi publik, Universitas Diponegoro terlibat dalam penyelenggaraan sekolah demokrasi dan ISPE untuk menghasilkan forum JUARA,” pungkasnya.
Pembentukan forum JUARA bermula dari keprihatinan mendalam terhadap tiga situasi:
Pertama, ruang publik dibanjiri dengan berita palsu, ujaran kebencian, kekerasan verbal, dan diskriminasi, yang menyebar secara besar-besaran di antara warga negara karena algoritma media sosial yang menyesatkan.
Kedua, komunikator publik sering kali menyertakan pembuat konten yang karyanya viral dan menarik tetapi tidak didasarkan pada metodologi yang kuat, penalaran yang masuk akal, atau data yang valid.
Ketiga, rendahnya tingkat literasi di Indonesia membuat berita bohong mudah tersebar dan diterima sebagai kebenaran. Studi PISA 2023 menemukan Indonesia berada di peringkat ke-70 dari 80 negara dengan skor literasi 359. PISA (Programme for International Student Assessment) mengevaluasi sistem pendidikan secara global.
Berdasarkan keprihatinan ini, jurnalis dan akademisi perlu berkolaborasi untuk menyampaikan kebenaran di ruang publik, memerangi polusi digital, menantang pembuat konten yang menyesatkan, dan meningkatkan literasi publik.
Jurnalisme memiliki etika dan tata cara tersendiri untuk mencapai kebenaran. Menurut Bill Kovach dan Tom Rosenstiel (2020), berdasarkan diskusi dengan ribuan jurnalis di Amerika, ada sembilan unsur jurnalisme, yaitu kesetiaan pada kebenaran, disiplin verifikasi, dan komitmen kepada warga negara. Jurnalis dan akademisi harus bersatu untuk menjadi JUARA dalam upaya ini!