humaniora.id – Jakarta, Kamis (21/12). Acara soft launching Museum Perfilman Sinematek Indonesia di Pusat Perfilman Haji Usmar Ismail (PPHUI) Jakarta pada Kamis kemarin, berlangsung dengan meriah dan penuh semarak. Sejumlah artis film dan penyanyi terkemuka, termasuk ikon perfilman Indonesia, Paramitha Rusady, turut memeriahkan acara tersebut.
Acara yang di penuhi oleh kehadiran para tokoh perfilman dan selebriti ternama ini di buka dengan penampilan yang megah dari Paramitha Rusady. Ia memukau hadirin dengan menyanyikan beberapa lagu legendaris seperti “Juwita Malam”, “Galih dan Ratna”, dan “Ibu” yang dipopulerkan oleh Iwan Fals.
Kehadiran di acara ini tidak hanya terbatas pada kalangan artis, namun juga melibatkan tokoh-tokoh perfilman yang memiliki peran besar dalam industri ini. Hadir di antaranya Ketua Yayasan Pusat Perfilman Haji Usmar Ismail (PPHUI) Sonny Pudjisasono, S.H., M.B.A, Aktor dan Ketua Persatuan Produser Film Indonesia (PPFI) Deddy Mizwar, Ketua Gabungan Pengusaha Bioskop Seluruh Indonesia (GPBSI) Djonny Syafruddin, serta tokoh perfilman dan produser film Toto Sugriwo dan Ketua Badan Perfilman Indonesia (BPI) Gunawan Pagaru.
Para artis yang turut serta dalam acara ini termasuk Ketua Umum Persatuan Artis Film Indonesia (PARFI) Alicia Djohar, aktor Pong Hardjatmo, Harry De Fretes, Ozy Syahputra, Rency Milano, Robby Bo, Ully Sigar Rusady, Adi Bing Slamet, Iyut Bing Slamet, Silvana Herman, dan artis senior lainnya.
Sonny Pudjisasono, inisiator pendirian Museum Perfilman Sinematek Indonesia, dalam sambutannya menyampaikan sejarah panjang museum ini yang di mulai sejak tahun 1971. “Ini adalah rentang sejarah perfilman sejak 1971, dugagas oleh Gubernur Ali Sadikin. Menjadi komplek perfilman tahun 1974. Yayasan Artis Film, Yayasan Citra, dan akhirnya bernama PPHUI. Di kelola secara mandiri tanpa ada bantuan dari pemerintah,” ungkap Sonny Pudjisasono.
Alasan kuat pendirian museum ini, seperti yang di ungkapkan Sonny, adalah untuk meningkatkan peran dan fungsi museum sebagai pusat semua karya dan kegiatan perfilman, serta sebagai penyimpan arsip sejarah perfilman Indonesia dengan baik.
Sementara itu, Ketua Pembina Yayasan PPHUI, Djonny Syafruddin, mengajak semua insan perfilman untuk berperan aktif dalam mendiskusikan pengelolaan museum. “Kita mengundang ahli museum agar museum perfilman ini di kelola dengan manajemen modern. Dan tentu saja menjadi tempat yang menyejarah di bidang perfilman, dan menjadi satu-satunya situs perfilman Indonesia,” jelas Djonny Syafruddin.
Dengan meriahnya soft launching ini, Museum Perfilman Sinematek Indonesia di harapkan akan menjadi pusat kegiatan perfilman yang tidak hanya menghibur, tetapi juga menyimpan dan mengabadikan warisan berharga dari industri perfilman Indonesia.