Oleh : Iqbal Setyarso
Ada dua hal yang mendorong saya tak bisa melupakan kota Palu: pertama, saya pernah belajar di Universitas Tadulako. Kedua, setelah saya beberapa kali berkiprah di media massa akhirnya saya mengabdi di Lembaga kemanusiaan sampai diperjalankan sebagai pengampu tugas kemanusiaan ke Palu, di mana saya pernah hadir dalam momentum aksi kemanusiaan ketika Palu, Sigi dan Donggala (Pasigala) dihempas triobencana: tsunami, gempa dan likuifaksi 28 September 2018 yang lalu.
Pada 2022, terjadi tragedy filantropi. Peristiwa itu cukup “sukses” membuat banyak pegiat filantropi trauma, setelah empat orang telah divonis telah melakukan penyalahgunaan kewenangan dalam pengelola keuangan Lembaga. Tak hanya itu, secara umum dana filantropi sebagai penyanding bantuan sosial pemerintah – ketika dana siaga tidak segera mengucur terutama pada momentum bencana kemanusiaan atau bencana alam, menurun drastis. Lembaga filantropi dilanda “paceklik” pendanaan. Secara umum, Lembaga filantropi non pemerintah yang biasanya tanggap pada situasi kritis di tengah masyarakat, mengalami kelembaman dalam merespons kondisi darurat. Mereka seperti dilanda trauma. Pertama, khawatir Lembaganya dipadankan dengan Lembaga sosial tertentu yang telah divonis pengadilan telah menyalahgunakan kewenangannya dalam memanfaatkan dana; dan kedua, secara sosial masyarakat dilanda keengganan berdonasi, diketahui dari penurunan angka fundraising pada sejumlah Lembaga sosial.
Gelapnya Langit Filantropi pun Sirna
“Tsunami Filantropi” nyata adanya. Bisa dikatakan, mendung di langit filantropi gelap pekat, seakan tiada kilau cahaya yang menerangi. Pada tahun 2022 itu, sejumlah Lembaga filantropi tiarap. Pegiat filantropi memilih bergerak senyap. Ajang show of yang biasanya ramai pada momen-momen bencana (alam), bisa dikatakan menghilang. Sekadar pengingat untuk publik, pada tahun 2013, hadir sebuh institusi yang mengambil peran aktif untuk mencoba konsisten mengedukasi melalui sejumlah pelatihan capacity building, transparansi keuangan, teknik merancang program sosial, dan bermacam kiat untuk optimasi kemampuan manajerial Lembaga filantropi. Lewat artikel ini, saya mengirim Al-Fatihah untuk Direktur Pertama Institut Fundraising Indonesia, almarhumah Arlina F. Saliman.
Menurut saya, peran yang mereka lakukan, bisa saya katakan sebagai peran profetik. Mereka melakukan aktivitas yang tidak digeluti orang pada umumnya. Karena “langka”, aktivitas itu sepi dari peminat. Kehadirannya baru dipandang bermanfaat, ketika terjadi penyalahgunaan kewenangan pengelolaan dana masyarakat. Ide untuk “mendayagunakan dana masyarakat”, ada saatnya menjadi hal baik. Menjadi tidak baik, ketika dalam praktiknya, ada penyalahgunaan. Klausul “prudensialitas pengelolaan” menjadi penting, bahkan disuarakan nyaring, hal yang disandingkan dengan transparansi. Menurut saya, kondisi filantropi kian baik, kesadaran muslimin secara umum juga kian baik berbanding lurus dengan tingkat kepatuhan kepada Allah dalam makna kepatuhan kepada ulil amri yang dimaksudkan sebagai pemerintah. Meskipun tingkat kesadaran untuk menjaga diri dari tarikan korupsi –terutama tarikan politik, masih menjadi ancaman Gerakan kebaikan. Bahwa filantropi masyarakat –masih akan berjaya, kendati pun tarikan godaan duniawi masih menjadi pe-er abadi praktisi kebaikan. Maka dimengertilah, ketika saya sebut Gerakan Kebaikan adalah profesi profetik.
Pada fase itu, blessing in disguise, muncul inisiatif dari sejumlah orang dan Lembaga sosial-kemanusiaan yang sama sekali tidak berafiliasi dengan Lembaga tertentu, komunitas tertentu, ormas tertentu yang mulai hadir di tengah masyarakat. Kegairahan milenial bahkan Gen Z perlahan menuju tren. Kita mengharapkan kekelaman filantropi, tidak lama dan menyiratkan tren, bahwa “kemauan untuk berbuat baik, lebih kuat dari persepsi negatif masyarakat”.
Sustainabilitas Gerakan Kebaikan
Keyakinan itu saya tumbuhkan dalam batin saya, karena itu cara yang efektif dalam memelihara eksistensi Gerakan kebaikan. Gerakan kebaikan menjadi penting terutama pada kondisi sistem sosial terganggu, baik karena alam dan lingkungan rusak, maupun anasir politik domestik ataupun global “sedang tidak baik-baik saja”.
Salah satu entitas yang cukup penting bagi sustainabilitas sosial di Indonesia, yakni Institut Fundraising Indonesia/IFI, organisasi non-pemerintah yang berdiri sejak 2013, telah menginspirasi dan mendukung berbagai lembaga sosial untuk meningkatkan potensi mereka dalam penggalangan dana dan melahirkan dampak yang lebih besar bagi masyarakat. Kehadirannya yang konsisten setidaknya selama 5 tahun berturut-turut sejak 2020 menggelar Indonesia Fundraising Award/IFA menjadikannya pantas dipandang sebagai barometer Lembaga filantropi Indonesia.
Saya ingin berbagi cerita tentang partisipasi saya yang mendapat amanah untuk mengetuai Dewan Juri IFA (Indonesia Fundraising Award) Tahun 2024. Beberapa hari yang lalu (12 November 2024), Institut Fundraising Indonesia/IFI mengakhiri rangkaian penjurian Indonesia Fundraising Award/IFA tahun ini. Selain saya, para juri adalah pegiat filantropi dan pemberdayaan yang telah berpengalaman di Indonesia. Event awarding secara regular setiap akhir tahun. IFI melakukannya dengan melibatkan lembaga sosial yang berkhidmad dalam aktivitas filantropi. Lembaga peserta awarding mengikuti serangkaian tahap seleksi meliputi: pemberkasan, penjurian hingga wawancara mendalam. Dewan juri itu berkumpul untuk mendalami pengamatan dalam sidang pleno untuk menentukan lembaga mana yang lebih berhak untuk mendapatkan penghargaan dalam sebuah kategori. Awarding untuk para pemenang IFA akan dilaksanakan bulan Desember mendatang.
Selain saya, ada lima orang juri IFA 2024: Sri Sugiyanti, S.Sos –Direktur IFI dan alumni UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, anggota; Urip Budiarto, SP.,M.E.–alumni Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Deputy Director Islamic Social Finance KNEKS; anggota, Dr. Rini Suprihartanti, S.E., M.Si.–Wakil Ketua III BAZNAS BAZIS DKI JAKARTA, anggota), Surya Rahman Muhammad, S.Psi. -alumni Universitas Ahmad Dahlan Jogjakarta dan Direktur Humanitarian Forum Indonesia, anggota); Abdul Ghofur, S.E., M.M., –Direktur CSR Institute, anggota.
Sudah pasti, IFI sebagai penyelenggara dilibati kumpulan orang yang tidak menjadikan aktivitasnya sebagai hal populer di Indonesia, tetapi penting artinya bagi masyarakat Indonesia. Bagi orang lain seolah tidak ada pekerjaan lain kecuali menilai kredibilitas dan kapabilitas fundraising dana masyarakat. Ternyata, eksistensi Lembaga filantropi dipandang penting dan perlu, ditandai dengan penghargaan dunia yang untuk Indonesia selama lima tahun berturut-turut menomatkan Indonesia sebagai negara paling dermawan dinobatkan Charities Aid Foundation (CAF) World Giving Index di Inggris bekerjasama Lembaga survei Gallup. Menurut Medcom,id, Indonesia telah 6 kali berturut-turut didobatkan sebagai negara paling dermawan di dunia versi WGI 2023. Pencapaian itu menurut World Giving Index 2023, skor Indonesia 68, skor ini sama dengan tahun 2022.
Peneliti Filantropi dari Public Interest Research and Advocacy Center (PIRAC) Hamid Abidin mengatakan, pencapaian Indonesia ini terbilang mengejutkan, mengingat sektor filantropi di Indonesia sedang menghadapi tantangan yang tidak ringan sepanjang tahun 2022. Hamid menilai, ada tiga tantangan besar yang mempengaruhi sektor filantropi di Indonesia pada tahun 2022 itu. Pertama, menurunnya kepercayaan masyarakat pasca penyelewengan dana sosial Aksi Cepat Tanggap (ACT).
“Kedua, belum pulihnya kapasitas menyumbang warga setelah Pandemi Covid-19. Tantangan ketiga, regulasi yang kurang mendukung, bahkan cenderung menghambat kegiatan filantropi di Indonesia,” kata Hamid Abidin.
Di samping itu, ada juga faktor yang mendorong tingginya kedermawanan orang Indonesia yakni masih kuatnya nilai dan ajaran keagamaan, serta tradisi menyumbang. Lembaga-lembaga filantropi di Indonesia juga gencar melakukan kampanye dan penguatan akuntabilitas, untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat.
Sebagai informasi, World Giving Index atau WGI adalah laporan tahunan tentang kedermawanan di seluruh penjuru dunia yang diterbitkan oleh Charities Aid Foundation (CAF).
Laporan ini disusun dengan menganalisis hasil survei lebih dari 2 juta responden di 142 negara di seluruh dunia yang dikumpulkan oleh Gallup sejak 2009. Tentang survei tahun 2022 itu, data tersebut di analisis untuk laporan WGI berdasarkan jajak pendapat secara global yang melibatkan 147.186 responden untuk menggambarkan kondisi kedermawanan di berbagai penjuru dunia selama tahun 2022.
Adapun beberapa indikator yang menjadi aspek penilaian bagi CAF untuk menentukan suatu negara sebagai dermawan, yaitu persentase menolong orang yang tidak dikenal, persentase jumlah donatur, dan kegiatan sukarelawan. (medcom.id, 14 November 2023, diakses 16 November 2024)
Tahun ini, IFA 2024 memberikan penghargaan dengan total 46 kategori dan 15 anugerah di bidang fundraising filantropi. Beberapa kategori utama meliputi antara lain: Fundraising Zakat Terbaik, Fundraising Kemanusiaan Terbaik, Fundraiser Terbaik, serta Kepemimpinan dalam Fundraising Terbaik, dan kategori-kategori lainnya.
Tentang konsistensi ini, Direktur IFI, Sugiyanti mengatakan,” Kami ibaratnya hanya muadzin, pengumandang adzan di masjid. Banyak atau sedikitnya jama’ah, tidak pernah membuat masjid-masjid sepi jama’ah!”
Ya, ikhtiar konsisten para muadzin di IFI ini, menjadi tekad para pelakunya. Ada keseriusan mereka untuk terus memutakhirkan metode penilaian, sembari terus memutakhirkan wawasan tentang tren filantropi di Indonesia.
Penjurian dan Rebranding Logo
Sejumlah kategori yang dinilai Dewan Juri, semua ada 46 kategori, antara lain: Fundraising Zakat Terbaik, Fundraising Infaq Sedekah Terbaik, Fundraising Kemanusiaan Terbaik dan lain-lain termasuk Fundraising Digital Terbaik, Platform Fundraising Digital LAZ Terbai. IFA juga menilai Fundraiser Terbaik dan Kepemimpinan dalam Fundraising Terbaik. Jadi, bukan Lembaga filantropi saja yang dinilai, tetapi insan pelaku fundraising juga dievaluasi dan diseleksi siapa yang layak mendapatkan penilaian terbaik.
Selain menilai berdasarkan 46 kategori, juga ada 15 Anugerah diantaranya Perusahaan E-Commerce Pendukung Fundraising, Perusahaan Pembayaran Digital Fundraising Terbaik, Perusahaan Fasilitator Fundraising Terbaik, Perbankan Fasilitator Fundraising Terbaik, Fundraising Program CSR Terbaik, Fundraising Media Terbaik, Most Inspiring of Humanity, Live Achievement Fundraising of Indonesia, Lembaga-Lembaga Yang Konsisten Dalam Gerakan Fundraising, juga Lembaga Pendukung Gerakan Fundrasing.
Dalam kesempatan itu, Institut Fundraising Indonesia/IFI meluncurkan logo baru. Hal itu sekaligus menjadi ikhtiar mereka sebagai transformasi menuju masa depan dunia filantropi yang lebih berkelanjutan dan inovatif. “Kami melakukan rebranding tidak saja sekadar perubahan logo, namun menandai kesiapan IFI mengawal dunia fundraising di era digital,”ujar Direktur IFI, Sri Sugiyanti.
Perubahan logo ini, ujar Yanti, mencerminkan visi dan misi IFI yang berfokus pada sustainability, kolaborasi, serta integrasi kecerdasan buatan (AI) dalam upaya-upaya penggalangan dana modern. “Kami percaya, dengan identitas baru ini, IFI akan semakin menguatkan perannya sebagai mitra utama bagi lembaga-lembaga yang bergerak di bidang penggalangan dana, baik di tingkat nasional maupun internasional,”lanjut wanita yang akrab disapa Yanti ini.
Yanti menjelaskan, perubahan logo itu didorong semangat untuk menunjukkan kapabilitas lembaga yang terus berkembang. Perubahan logo baru ini juga diluncurkan bertepatan dengan Sidang Pleno Indonesia Fundraising Award (IFA) 2024. IFA Award merupakan ajang bergengsi bagi insan fundraising dan filantropi di Indonesia.
Lebih jauh, Yanti menyatakan, “Institut Fundraising Indonesia/IFI adalah organisasi terkemuka di bidang pengembangan kapasitas penggalangan dana, dengan komitmen untuk mendorong profesionalisme, inovasi, dan kolaborasi dalam ekosistem filantropi di Indonesia. Berdiri sejak 2013, IFI telah menginspirasi dan mendukung berbagai lembaga sosial untuk meningkatkan potensi mereka dalam penggalangan dana dan melahirkan dampak yang lebih besar bagi masyarakat,” kata Sri Sugiyanti, Direktur Institut Fundraising Indonesia.
Iqbal Setyarso
Anggota Dewan Pembina Indonesia Care Foundation, Ketua Dewan Juri IFA 2024