humaniora.id – Tahun 2024 merupakan tahun ke-tiga diperingatinya H. Usmar Ismail sebagai Pahlawan Nasional — sejak tahun 2021 lalu Presiden Republik Indonesia Joko Widodo memberi gelar Pahlawan Nasional.
Dalam rangka memperingati tiga tahun Haji Usmar Ismail sebagai Pahlawan Nasional tersebut, Yayasan Pusat Perfilman Haji Usmar Ismail (YPPHUI) menggelar acara syukuran yang berlangsung di Sinema Hall, Pusat Perfilman Haji Usmar Ismail Kuningan Jakarta, Selasa (12/11/2024.
Acara tersebut sekaligus menandai 16 Tahun Gedung Sinematek Haji Usmar Ismail ditetapkan sebagai Obyek Vital Nasional di bidang Kebudayaan dan Pariwisata (PM.34/HM.001/MKP/2008).
Membuka lembaran sejarah perfilman Indonesia tak lepas dari kiprah Haji Usmar Ismail. Penyelenggaraan Festival Film Indonesia (FFI) sejak tahun 1955, berdirinya Persatuan Artis Film Indonesia (PARFI) sejak tahun 1956, serta Penetapan Hari Film Nasional setiap tanggal 30 Maret semua tidak lepas dari tokoh film yang juga seorang wartawan ini.
Termasuk berdirinya Sinematek Indonesia yang diinisiasi H. Misbach Yusa Biran dan sineas lainnya, di bawah naungan Yayasan Pusat Perfilman H. Usmar Ismail.
Terkait dengan keberadaan Sinematek Indonesia, Menteri Kebudayaan RI, Dr. H. Fadli Zon, S.S., M.Sc. yang hadir di acara tersebut, menyampaikan rasa bangga dengan para pengurus Yayasan Haji Usmar Ismail yang merawat ribuan film nasional dengan baik.
“Film-film ini merupakan kekayaan budaya dan mencerminkan perjalanan sejarah bangsa Indonesia. Ke depan, kami akan meningkatkan fasilitas untuk dokumentasi film,” ujar Fadli Zon.
Hadir di acara tersebut sejumlah aktor dan aktris film, produser, sutradara, dan berbagai pemangku kepentingan di industi perfilman, antara lain; Deddy Mizwar, Soultan Saladin, Pong Hardjatmo, Alicia Djohar, Paramitha Rusady, Ozy Saputra, Krisna Mukti, Uci Bing Slamet, Adi Bing Slamet, Iyut Bing Slamet, Ekie Kwie, Aditya Gumay, dan artis lainnya.
Tampak hadir juga sutradara Ismail Sofyan Sani, produser film dari Multivision Plus Raam Punjabi, Ketua Harian Yayasan Pusat Perfilman Haji Usmar Ismail (YPPHUI) Sony Pudjisasono, Ketua Gabungan Pengusaha Bioskop Seluruh Indonesia (GPBSI) Djonny Syafruddin, dan mantan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil.
Dalam kesempatan tersebut, Fadli Zon mengajak seluruh insan perfilman untuk terus memajukan industri film nasional sebagai sarana diplomasi budaya.
“Mari kita kembangkan ekosistem perfilman Indonesia, terutama dengan menambah bioskop di daerah-daerah agar masyarakat luas dapat mengakses film nasional,” ajaknya.
Yayasan Pusat Perfilman H. Usmar Ismail akan terus menyangga Sinematek Indonesia sebagai lumbung sejarah perfilman Indonesia. Lembaga yang berfungsi sebagai sarana menghimpun data, penyimpanan dan perawatan film.
Keberadaan Sinematek Indonesia tidak hanya dikenal oleh para sineas dalam negeri. Tetapi juga masyarakat perfilman dunia. Khususnya di kawasan Asia Tenggara.
Bahkan para sineas dan lembaga film asing, seperti dari Italia, Belanda, Jepang, Singapore, Malaysia, Filipina dan negara lainnya.
Sinematek Indonesia merupakan lembaga data, dokumentasi dan pusat informasi (tentang perfilman nasional) yang paling besar dan paling langkap di Asia Tenggara.
Selain menyediakan berbagai data dan informasi produksi perfilman Indonesia, Sinematek Indonesia secara berkala juga menggelar berbagai kegiatan.
Kegiatan tersebut antara lain berupa diskusi dan pemutaran film, pameran foto-foto orang film (baik foto kerja ataupun foto adegan), pameran poster film, pameran peralatan film jaman dulu, memberikan ceramah tentang pentingnya lembaga Sinematek dan kegiatan lainnya.
Anugerah Bintang Prasasti
Acara syukuran diperingatinya H. Usmar Ismail sebagai Pahlawan Nasional sekaligus ditandai dengan acara penganugerahan Bintang Prasasti.
Penghargaan tersebut diberikan kepada para aktor, aktris, dan tokoh perfilman Indonesia yang telah berkontribusi besar dalam memajukan industri perfilman nasional.
Tiga tokoh terpilih untuk menerima Bintang Prasasti tersebut adalah aktor Deddy Mizwar, produser Raam Punjabi, dan Ridwan Kamil. Ketiganya dianggap memiliki andil besar dalam perkembangan perfilman di Indonesia.
Selain penghargaan kepada tokoh yang masih aktif, Bintang Prasasti juga diberikan kepada almarhum Bing Slamet, Benjamin S., dan Suzzanna, sebagai bentuk penghargaan atas jasa mereka.
Penghargaan untuk para mendiang ini diterima oleh keluarga, termasuk Adi Bing Slamet, Iyut Bing Slamet, dan Uci Bing Slamet yang mempersembahkan lagu “Bing” karya Titiek Puspa.
Selaku tuan rumah, Ketua Harian Yayasan Pusat Perfilman Haji Usmar Ismail (YPPHUI), Sony Pudjisasono menyampaikan, bahwa sejak tahun1995, pengelolaan YPPHUI dilakukan secara swasta mandiri. Tidak ada bantuan dari Pemerintah baik untuk operasional, pemeliharaan, maupun gaji karyawan.
“Awal berdiri Pusat Perfilman Haji Usmar Ismail pada 1971 berkat inisiatif Gubernur Ali Sadikin. Dulu ada bantuan dana. Namun, sejak Gubernur Tjokropranolo, bantuan itu sudah tidak ada,” ungkap Sony Pudjisasono.
Ketua Pembina YPPHUI dan Ketua Gabungan Pengusaha Bioskop Seluruh Indonesia (GPBSI), Djonny Syafruddin mengharapkan agar kehadiran Menteri Kebudayaan dapat membawa kemajuan bagi perfilman nasional.
“Kami berharap bukti-bukti sejarah perfilman nasional dan arsipnya yang berada di gedung pusat perfilman ini mendapat perhatian khusus,” pinta Djonny ke Menteri Kebudayaan Fadli Zon.
Tentang Haji Usmar Ismail
Haji Usmar Ismail, lahir pada 20 Maret 1921 dan wafat pada 2 Januari 1971. Sosok Usmar Ismail tak lekang dalam ingatan masyarakat. Ia dikenal sebagai sosok seorang wartawan, sutradara film, sastrawan dan pejuang yang menjadi pelopor perfilman dan drama modern di Indonesia.
Sepanjang hayatnya ia telah lebih membuat 30 film di era 1940 hingga 1960-an. Usmar Ismail memang punya perhatian khusus terhadap film. Karyanya antara lain; ‘Harta Karun’ (1949), ‘Citra’ (1949), ‘Darah dan Doa’ (1950), ‘Enam jam di Yogya’ (1951), ‘Dosa Tak Berampun’ (1951), ‘Krisis’ (1953), ‘Kafedo’ (1953), ‘Lewat Jam malam’ (1954), ‘Tiga Dara’ (1955), dan ‘Pejuang’ (1960).
Film ‘Tiga Dara’ yang dirilis 1957 merupakan puncak ketenaran karya Usmar Ismail. Dari film inilah mengangkat karier para bintangnya (Chitra Dewi, Mieke Wijaya, Indriati Iskak), masuk box office tertinggi dari film Perfini manapun, dan ditayangkan di bioskop-bioskop kelas satu.
Salah satu filmnya “Lewat Djam Malam” memperoleh penghargaan sebagai Film Terbaik di Festival Film Asia Pasifik 1954. Film ‘Tiga Dara’ sempat ditampilkan di Festival Film Venesia 1959 dan meraih Tata Musik Terbaik di Festival Film Indonesia 1960.
Atas kiprah di dunia perfilman, nama Usmar juga diabadikan menjadi nama sebuah gedung perfilman, yaitu Pusat Perfilman Usmar Ismail yang terletak di daerah Kuningan, Jakarta.
Sebelum dikenal sebagai sutradara, pria kelahiran Bukittinggi ini awalnya berkecimpung di dunia sastra dan seni teater. Bakatnya di bidang sastra terlihat sejak ia duduk di bangku SMP di Simpang Haru, Padang Sumatera Barat.
Pendidikan Usmar Ismail berjalan lancar, dimulai dari HIS di Batusangkar, MULO di Simpang Haru, Padang, dan kemudian melanjutkan ke AMS di Yogyakarta.
Setelah lulus dari AMS, Usmar melanjutkan pendidikannya ke University of California di Los Angeles, Amerika Serikat./*