humaniora.id – Ke Pulau Pinang Malaysia tidak afdol bila tak singgah ke rumah P. Ramlee. Aktor idolaku sejak masa kecil.
Karya-karyanya yang tempo dulu kerap aku tengok di tayangan RTM (Radio Televisi Malaysia) sangat menginspirasiku. Hingga akupun turut menjejak di seni peran sampai saat ini.
Ada sekitar 66 film dan hampir 400 lagu yang ditulis dan dinyanyikan P. Ramlee. Di industri film, ia tidak hanya sebagai pelakon, tetapi juga penulis cerita, dan sutradara.
P. Ramlee memiliki ikatan historis kerjasama insan film Indonesia dan Malaysia sejak dekade tahun 1940-an.
Ia beberapa kali menjadi pasangan berperan dengan aktris Kasmah Abdullah atau lebih dikenal sebagai Kasma Booty.
Kasma Booty lahir di Kisaran Sumatera Utara, Indonesia, kota kelahiranku juga. Artis berdarah campuran Belanda-Jawa ini berasal dari keluarga seniman, yang menjadi primadona pada masa itu.
Tan Sri Doktor P. Ramlee atau bernama lengkap Teuku Zakaria bin Teuku Nyak Puteh, merupakan anak dari Teuku Nyak Puteh, pria asal Desa Cunda, Lhokseumawe, Aceh Utara. Ibunya Che Mah Hussain asal Pulau Pinang, Malaysia.
Sinergitas Kasma Booty dan P. Ramlee berawal dari sama-sama mengikuti audisi B.S. Rajhans dan menjadi aktris di Malay Film Productions Ltd.
Dua tokoh insan perfilman inilah yang kemudian kami jadikan inspirasi guna menyoal spirit industri perfilman lewat dialog interaktif “Film Kita Dalam Tamadun Dua Bangsa : Indonesia dan Malaysia.”
Dialog ini diselenggarakan MFS Production Sdn. Bhd bekerjasama dengan Sanggar Humaniora, di Dewan Belia Lebuh Acheh, 10450 George Town Penang Malaysia.
*
Rumah yang kami kunjungi inilah adalah rumah keluarga P. Ramlee, yang oleh Pemerintah Malaysia dijadikan museum.
Terletak di Jalan P. Ramlee. Dulu dikenali sebagai Caunterhall Road, di George Town Penang, Pulau Pinang, Malaysia.
Tempat ia lahir, tempat masa kecil, tumbuh remaja, hingga dia hijrah ke Kuala Lumpur meniti karir sebagai artis.
Rumah kayu dengan sejumlah property. Ada alat masak, ranjang besi selambu, meja bersolek lengkap dengan sisir dan botol minyak rambut.
Ada juga sepeda, dan katil; dipan semacam sopa dari papan untuk duduk-duduk bersantai, yang semuanya mencerminkan masyarakat agraris masa itu.
Perahu sampan yang boleh jadi di masa P. Ramlee masih tinggal di Pulau Pinang digunakan untuk menyeberang ke pulau besar Malaysia yang menghubungkan kota Kuala Lumpur, dan Singapore.
*
Inilah kisi-kisi lawatan kami ke George Town Pulau Pinang Malaysia. Nantikan kisah berikutnya melalui konten ini.
Terima kasih adinda Mohamad Firdaus Saad (Owner MFS Production), adinda Seroja Sartika (Direktur Utama MFS Production), adinda Santy dan Mifta, serta seluruh kerabat kreatif yang telah berkenan menjadi bagian dari gerakan seni dan budaya ini.
Menjalin saudara baru membangun martabat kemanusiaan lewat seni budaya.
Mempercakapkan perlunya simbiosis mutualisme berbagai disiplin seni untuk memberi kemanfaatan bagi kemanusiaan.
Cintailah budayamu, dan hargai budaya orang lain. Salam Humaniora!
Selengkapnya di Channel Youtube Eddie Karsito