humaniora.id – Perjuangan Suku Naga sampai Cucu Sulaiman – Secangkir kopi hitam cukup membuat Iwan Burnani Toni tak berhenti-hentinya bercerita mengenai jatuh bangun kehidupannya di teater. Bila bercerita tentang teater- daya hidupnya seolah keluar. Kata-katanya sangat ekspresif.
Cuplikan wawancara Seno Joko Suyono bersama Iwan Burnani Toni : Bag 16
Setelah Selamatan Anak Cucu Sulaiman saya lihat Bengkel Teater Rendra terus aktif pentas Catatan Harian Seorang Penipu, Hamlet, pementasan ulang Qasidah Barzanzi,
T: Kereta kencana sampai Sobrat. Apakah Anda masih terlibat?
Tidak. Selamatan Anak Cucu Sulaiman adalah keterlibatan saya terakhir di Bengkel Teater. Saya sudah sibuk bekerja di dunia sinetron. Saat Selamatan Anak Cucu Sulaiman tour ke Jepang, saya masih ikut. Tapi ketika dilanjutkan tour ke Korea aku tidak ikut. Pada tahun 1994, Bengkel Teater Rendra pentas Hamlet di Graha Bakti Budaya. Mas Willy menjadi Hamlet. Nah, kebetulan saya break syuting. Saya lalu mengambil dokumentasi dengan beberapa kamera bersama DOP Monot dan sebagainya. .Nah saat itu saya mengritik pementasan Hamlet kepada Mas Willy. Mas Willy.., Mas Willy marah..
T: Anda mengritik apa?
Pemainnya aku sebut kurang. Set segala macam aku kritik juga. Aku bilang ke Mas Willy: “Ini kan sudah tiga kali Hamlet dimainkan tetapi mengapa yang sekarang aktor-aktornya kurang. Dan juga setnya kok begini amat Mas ?” Aku membandingkan saat set dan lighting Hamlet dulu ditangani Mas Rujito.. Mas Jito itu peka sekali. Dia bisa menerapkan lampu ke dalam ruang tepat sekali suasana-suasananya.
Dengan lampu yang ditangani Rudjito, imajinasi kita pada berbagai adegan bisa muncul. Mas Willy marah keras karena saya kritik.“Kamu itu bisa main kan karena aku,”dia bilang, Perdebatan itu kemudian menjadi pertengkaran. Saat itu kan saya tinggalnya di Cipayung. Saya diberi tempat tersendiri oleh Mas Willy di Cipayung. Gara-gara pertengkaran hebat itu saya sampai pergi – keluar dari Cipayung, pindah rumah.
T: Oh waktu itu Anda masih tinggal di Cipayung?
Ya, saya tinggal di Cipayung. Saat itu aku sudah non aktif Bengkel Teater Rendra. Saya syuting terus. Gara-gara pertengkaran itu saya keluar dari Cipayung. Tanah yang dikasih Mas Willy – di depan aula Bengkel teater Rendra saya pulangin, saya tidak mau. Saat itu saya masih banyak duit. Saya syuting sinetron terus dengan Dedi Setiadi. Saya langsung cari kontrakan rumah. Dapat di Villa Pertiwi. .
T: Berapa lama pertengkararan Anda dengan Mas Willy?
Lama…Saya baru ngomong lagi dengan Mas Willy kurang lebih setelah dua tahun. Makanya aku bilang Mas Willy itu, bapakku, kakakku, sekaligus musuhku. Setelah tinggal di Villa Pertiwi selama dua tahun , mulai aku minta maaf. “Minta maaf Mas, mungkin aku salah,” kata saya saat itu
T: Katanya Anda setelah itu pernah menawari Rendra memainkan tokoh Oemar Bakri untuk sinetron?
Ya. Itu tahun 2006. Jadi ceritanya saya dapat dari Iwan Fals langsung. Oemar Bakri oleh Iwan dikasih ke aku untuk dibuat film TV. Kemudian ada investor yang mau mendanai. Seorang jenderal dan istrinya. Produser ini yang juga mendanai sinetro Keluarga Cemara. Produser ini tapi maunya yang menjadi Oemar Bakri kalau tidak Deddy Mizwar ya Rendra. lalu saya berkunjung ke rumah Mas Willy.
Saya mulanya tidak ngomong kalau mau mengajak dia main menjadi Oemar Bakri. “Lagi mau ngapain Wan?” Mas Willy Tanya. “Lagi mau proses bikin film seri TV, Mas”. “Wah, film apa?” “Oemar Bakri. Aku lagi cari-cari pemain nih ” Mas Willy tiba-tiba langsung menawarkan diri tanpa aku minta:” Woh aku main..aku main. Kata Mas Willy.”Nah kebetulan nih. Padahal memang dia diincar untuk main. “Boleh Mas..” Mas Willy lalu merespon cepat: “Tapi yang sutradarai kamu ya, kalau oang lain aku ga mau.” Saya jawab: “Aku yang sutradarain Mas. Aku yang menulis scenario juga.”
T: Mas Willy minta persyaratan apa lagi?
Mas Willy minta 25 juta per episode, tidak boleh ditawar. Mas Willy juga minta uang muka 100 juta karena butuh. “Aku bilang sama investor. Ini jangan ditawar. Tolong siapin duit 100 juta, aku bawa ke Mas Willy
T: Terus….
Ya terus aku bawa uang cash 100 juta. Aku kasih ke Mas Willy. Aku bilang ke Mas Willy: “Mas Willy tolong job-job lain dilepas saat syuting. Nah sekarang aku minta Mas Willy potong rambut, kurusin badan sedikit dan Mas Willy latihan naik sepeda.”“Oke..siap,”katanya.
Wah serius dia. Saat syuting ke Bandung, Mas Willly kami tempatkan di sebuah hotel lama yang halamannya luas di situ dia latihan naik sepeda. Dia juga gak kemana-mana setelah syuting, baca buku saja di kamar – dia serius tidak mengambil job lain. Nah saat syuting berjalan – tiba-tiba duit tidak turun. Akomodasi belum dibayar, aktor-aktor banyak belum dibayar…
T: Apa persoalannya?
Saya langsung ke Jakarta bertemu produser. Saya langsung bertanya: “Serius tidak sih mau danain saya bikin sinetron?” Saat itu si ibu produser – namanya Bu Barul menjawab:” Kami serius. Saya sudah turun uang. 1 millyar 134 juta.” Wow kaget saya. “Lho uangnya mana ?“ Tanya saya. “Kan sudah sama si anu, si anu,” kata ibu produser itu. “Lah mana orangnya ? “ kata saya. Ternyata uang itu dibawa kabur.
T: Orangnya itu siapa ?
Dia yang memilik PH , Co Produse rlah begitu. Nah..padahal sya sudah bilang sama Bu Barul, tanpa ada tanda tangan saya, tidak berhak untuk mengeluarkan uang sepersen pun. Rupanya ada orangnya Bu Barul yang bermain sama dia.Saya tidak mengerti sebab saya kan sibuk menulis skenario, sibuk syuting. Wah gila ini. Lemas saya balik ke Bandung.
T: Terus Mas Willy bagaimana?
Ya saya terus terang. Mas Willy pulang. Nungki pulang
T: Nungki Kusumastuti? Ikut main dia saat itu?
Ya. Nungki menjadi istrinya Rendra. Istri Oemar Bakri. Nungki padahal mainnya bagus sekali. Jadi ya sorry…..Nungki belum dibayar. Zaenal Abidin Domba juga main.. Jadi top-top pemainnya: Rendra, Nungki Kusumastuti, Zaenal Abidin Domba.
T: Penyelesaiannya bagaimana?
Saya minta pertemuan dengan Bu Barul dan suaminya yang jendral. Saat itu pertemuan di Hotel Bumi Wiyata Depok. Semua kru saya panggil, pemain saya panggil semua. Saya juga membawa Mas Willy. Saya menggebrak meja. Saya bilang ke Pak Jendral itu agar bertanggung jawab. Dia marah. Saya lawan. Mas Willy lalu ngomong.“Pak, ini bukan Orde Baru, main karung, Bapak kan Angkatan, tangkap dong, orang yang bawa uang itu. Cari”
T: Akhirnya dipolisikan?
Ya. Aku sampai interograsi polisi. Dari pagi sampai sore ditanya bolak balik. Capek sekali. Tapi kemudian orang itu bisa ditangkap. Nah persoalan lain tapitimbul ,saya ditagih 200 juta oleh hotel, penyewaan peralatan dan sebagainya.Karena belum bayar semua.
T: Lalu cara bayarnya?
Aku balik ke produser. Minta mereka yang harus bayar. Untungnya mereka mau. Namun syaratnya aku harus jadikan dulu syuting yang sudah selesai menjadi 4 episode. Aku kerjakan asal jadi. Begitu jadi, ya aku dikasih uang. Lalu utang aku tebus semua.
T: Mas Willy bagaimana kecewa?
Dia bilang: ”Aku senang Wan lihat kamu bisa menyutradarain film. Aku suka. Tidak usah kecewa,”katanya. Nah suatu hari saat di rumahnya malah Mas Willy memiliki ide membuat film. Dia masuk ke dalam kamar, kemudian aku dkasih buku tebal banget. Kubaca selama 2 hari isinya tentang dokter di Irian.
Mas Willy saat itu memiliki keinginan membuat film mengenai perjuangan dokter di Irian .”Ini film untuk festival Wan. Kamu harus dampingi sebagai supervisi. Kita bikin, kantor di Cipayung ini,” katanya.
Baca juga : Iwan Burnani Toni: “Saya ikut Rendra, dari Mastodon… Bag 15
Comments 2