Humaniora.id, Jakarta – Penulis heran kepada para muhibin yang selalu menyanjung dan memuja para keturunan Ba’alawi Yaman yang bertempat tinggal di Indonesia. Para muhibin melakukan itu karena sudah terhipnotis dan percaya bahwa para habib dan habibah yang ada di Indonesia itu keturunan Kanjeng Nabi Muhammad SAW.
Padahal disaat dunia sudah mulai meninggalkan tipu daya dan hoak tetapi ada saja orang-orang yang sengaja memelihara tipu daya dan hoak tersebut.
Didalam tulisan sebelumnya penulis selalu memaparkan bahwa keluarga Nabi ya ahlul bait Nabi Muhammad SAW, yaitu orang-orang yang membersamai Kanjeng Nabi. Diantaranya istri-istri beliau, anak keturunan beliau, dua cucu Nabi (Hasan dan Husain), satu menantu Nabi yaitu Sayyidina Ali bin Abi Thalib. Ada lagi sanak saudara beliau yang membersamai beliau dan orang-orang yang berada di lingkungan terdekat dan tentu sezaman dengan Kanjeng Nabi.
Kalaupun ada kelompok Ba’alawi Yaman yang mengaku cucu Nabi ya harus ada pembuktiannya. Seharusnya para habib berterimakasih kepada Kiai Haji Imaduddin Ustman Al Bantani ketua Rabithah Ma’ahad Islamiyyah (RMI) PWNU Banten. Karena tesisnya masalah nasab menjadi jelas, bahwa Ba’alawi bukan keturunan Kanjeng Nabi.
Beliau menulis tesis yang berjudul “NASAB PALSU BA’ALAWI” dimana didalam tesis tersebut Kiai Imad membongkar skandal sejarah dan geneologi Ba’alawi, penelitian itu sudah final bahwa Ba’alawi secara geneologi nasab Ba’alawi sudah putus dengan Kanjeng Nabi.
Sampai saat ini Kiai Imad menunggu antitesis dari pihak Rabithah Alawiyah (RA) organisasi yang dimiliki oleh kelompok keturunan Ba’alawi Yaman yang ada di Indonesia.
Sambil menunggu antitesis dari pihak RA, Kiai Imad juga mengirimkan surat ke RA yang isinya 12 pertanyaan berkenaan dengan batalnya nasab Ba’alawi. Tetapi yang diberikan kepada Kiai Imad bukanlah antitesis dan 12 jawaban yang dinginkan oleh Kiai Imad, tetapi cacian dan makian terus dilontarkan kepada Kiai Imad penulis buku Nasab Palsu Ba’alawi.
Apasih susahnya sesekali pihak RA beli buku atau membaca PDF dari tesis tersebut. Ini jelas bahwa ada ketakutan yang luar biasa dipihak RA dan Ba’alawi. Takut kedok tipu daya terbongkar. Mereka para Ba’alawi mempergunakan para Muhibin untuk menyerang kaum pribumi yang percaya dengan hasil riset Kiai Imad.
Para Muhibin seakan-akan kena sihir bahwa Ba’alawi Yaman benar-benar keturunan Kanjeng Nabi Muhammad SAW dan dimudahkan untuk memperoleh syafaat dari Kanjeng Nabi kelak di yaumil akhir.
Padahal siapapun umat Islam bisa mendapatkan syafaat dari Kanjeng Nabi, caranya selalu bersholawat atas Kanjeng Nabi, meniru akhlak beliau yang lemah lembut tidak membuat kegaduhan, tidak berbohong, seperti sifat-sifat beliau yang sidik, amanah, fathonah, dan tablig. Sidik artinya jujur, amanah dapat dipercaya, fathonah berarti orang pandai atau cerdas dan tablig orang itu menyampaikan kebenaran.
Wahai Muhibin apakah didalam diri para Ba’alawi Yaman terdapat empat sifat Rasulullah? Itu pertanyaan yang susah dijawab. Karena banyak dari mereka kaum Ba’alawi yang suka bohong dan tidak cerdas serta tidak amanah. Kalaupun ada itu langka, tidak jaminan kalau Ba’alawi Yaman keturunan Kanjeng Nabi. Kajian kitab Nasab Ba’alawi yang ditulis Kiai Imad sangatlah lengkap, terbukti bahwa Ba’alawi Yaman hanya keturunan dari Ubaidillah. Nasab Ubaidillah sengaja dicangkokkan ke Kanjeng Nabi dan ini adalah kebohongan yang nyata. Kebohongan ini sudah ditanamkan ke Indonesia dari zaman penjajahan Belanda hingga sekarang. Kalau dibongkar marahlah, karena Ba’alawi Yaman sudah merasa sebagai keturunan Kanjeng Nabi bertahun-tahun lamanya.
Atas kejadian polemik nasab yang berkepanjangan ini membuat muhibin tidak sadar malah semakin tergila-gila dengan Habaib. Kegilaan para Muhibin dimanfaatkan oleh Ba’alawi Yaman untuk terus memeliharanya.
Muhibin dikasih tahu hasil penelitian Kiai Imad berupa tesis, ternyata menthal dan tidak bisa terima majikannya dibongkar kedoknya.
Terus kalau tidak percaya dengan tesisnya Kiai Imad seharusnya muhibin memberikan masukan kepada habaib untuk bisa tes DNA.
Seharusnya Ba’alawi Yaman berani melakukan tes DNA sebagai pembuktian yang cepat dan akurat apakah junjungannya itu memiliki Haplogroup J1 seperti yang dimiliki oleh Kanjeng Nabi Muhammad beserta keturunannya.
Kalau hasil tes DNA Haplogroup G berarti Ba’alawi Yaman keturunan Yahudi Azkenazi. Seharusnya para muhibin memberikan masukan kepada kaum Ba’alawi Yaman atas hasil tes DNA dan hasil penelitian sejarah tesis Kiai Imad. Tetapi para Muhibin malah memberikan perlawanan kepada kelompok orang yang percaya pada tesisnya Kiai Imad.
Para muhibin melakukan kesalahan ganda atau kwadrat, yaitu tidak percaya pada tesisnya Kiai Imad dan juga tidak percaya pada hasil tes DNA. Tidak percaya bukti-bukti yang mendasarkan pada ilmu filologi dan mengabaikan perilaku buruknya para habib keturunan Yaman. Berarti muhibin tersebut salah kwadrat yaitu menjadi terus bodoh tidak mau menerima kenyataan bahwa Ba’alawi Yaman bukan keturunan Kanjeng Nabi.
Sampai kapan muhibin ini bisa cerdas dan mampu menyampaikan tesis Kiai Imad dan percaya pada tes DNA. Ketidakcerdasan muhibin ini terus dimanfaatkan oleh habib dan habibah.
Muhibin dicekoki cerita-cerita khayal buatan Ba’alawi yang perbuatannya juga tidak mencerminkan akhlak Rasulullah.
Muhibin percaya pada omongan habib Ba’alawi Yaman tanpa pengetahuan yang mumpuni, hanya cukup mendengarkan doktrin yang dianggap suatu kebenaran. Apa yang dilakukan muhibin adalah suatu kesalahan bahkan salah kwadrat, kalau tidak mau berubah dan terus membela Ba’alawi Yaman maka teruslah menjadi bodoh dan jangan cerdas.
Nurul Azizah penulis buku Muslimat NU Militan Untuk NKRI.