Pentingnya Ukhuwah Islamiyyah
Humaniora.id – Jakarta, 24/02/2025– Dalam sebuah diskusi keagamaan yang digelar oleh kelompok grup diskusi Buya Syukri Ghazali dalam kegiatan Standarisasi Da’i MUI, dengan DR. KH. Ridwan Jalil, MA. Mpd sebagai Ketua dan Abdul Fathir Kautsar, Lc., M.A. sebagai sekretaris, para peserta menyoroti pentingnya ukhuwah antar umat Islam.
Diskusi ini juga dihadiri oleh Abdi Rizal, Inarotul Ain, Maulidya Hifdzatur Rifsanjani, Zulkifli Abd. Rahum, Halah Fadhilah B, Ahmad Sidqi, Ahmad Musharraf, Sarwani, Asyng Hermawan, H. M. Alwi, Dr. H. Ridwan Jamil, Harmino Nurbi, Dr. H. Firmansyah, Anis Fauziah, M.Pd., Sri Wahyuni (Umi Yuni), Amrin Mustofa, Muhammad Fikri Amin, dan Fakhrul Wasih Galib.
Dalam kajian tersebut, ditegaskan bahwa ukhuwah memiliki tiga dimensi utama, yakni ukhuwah Islamiyyah (persaudaraan sesama muslim), ukhuwah Wathaniyyah (persaudaraan kebangsaan), dan ukhuwah Basyariyyah (persaudaraan sesama manusia). Ketiga aspek ini menjadi pondasi utama dalam membangun harmoni di tengah perbedaan yang ada dalam masyarakat.
Menurut Dr. H. Ridwan Jamil, “Ukhuwah Islamiyyah harus menjadi prioritas utama bagi setiap muslim. Jangan sampai kita sibuk mencari perbedaan hingga lupa bahwa kita bersaudara dalam Islam.”
Senada dengan itu, H. M. Alwi menambahkan, “Islam mengajarkan kita untuk berlapang dada dalam perbedaan, bukan malah saling menghakimi dan merasa paling benar sendiri.”
Kebenaran Mutlak Hanya Milik Allah, Manusia Tak Luput dari Lupa
Selain itu, para ulama dalam diskusi ini mengingatkan bahwa ke-Tauhidan hanyalah milik Allah SWT, sedangkan manusia memiliki sifat keberagaman. Oleh karena itu, dalam memahami agama, setiap individu perlu menyadari bahwa kebenaran mutlak (Al-Haq) hanya milik Allah SWT, sementara manusia selalu memiliki kemungkinan untuk salah dan lupa.
Fakhrul Wasih Galib mengingatkan, “Kita perlu menyadari bahwa manusia bukanlah makhluk sempurna. Justru dalam keterbatasan itulah kita harus lebih banyak belajar dan berdialog.”
Nabi Ma’shum, Ulama Terdahulu Bisa Salah, Apalagi Kita?
Diskusi ini juga menggarisbawahi bahwa bahkan Nabi Muhammad SAW, meskipun seorang ma’shum (terjaga dari dosa), tetap mendapatkan teguran langsung dari Allah ketika terjadi kekeliruan. Demikian pula, para ulama terdahulu, meskipun memiliki ilmu yang tinggi, juga pernah melakukan kesalahan. Maka, sangat tidak pantas bagi umat Islam yang tidak ma’shum untuk merasa paling benar dan mudah menyalahkan pihak lain.
Abdi Rizal menegaskan, “Jangan sampai perbedaan pandangan membuat kita saling menjatuhkan. Islam mengajarkan kita untuk saling menasihati dengan hikmah, bukan saling menghakimi dengan kasar.”
Anis Fauziah, M.Pd. menuturkan, “Jika para ulama besar seperti Imam Syafi’i saja masih membuka ruang diskusi dan perbedaan pendapat, bagaimana mungkin kita yang bukan siapa-siapa malah sibuk menghakimi orang lain?”
Dalam kesempatan tersebut, dikutip pula perkataan Imam Syafi’i yang berbunyi:
“Ra’yi as-shawab yahtamil al-khatha’ wa ra’yu ghayri yahtamil as-shawab.”
(Pendapatku benar tetapi bisa salah, dan pendapat orang lain salah tetapi bisa benar).
Berdasarkan hal ini, para ulama menegaskan pentingnya sikap toleran dan bijaksana dalam menyikapi perbedaan pandangan di kalangan umat Islam. Terlebih, bagi para dai yang telah mendapatkan sertifikasi dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), diharapkan agar tidak mudah menvonis sesama muslim dengan label kafir hanya karena perbedaan pemahaman dalam beragama.
Harmino Nurbi menekankan, “Kita harus lebih berhati-hati dalam berpendapat, apalagi menyangkut akidah saudara seiman. Jangan sampai kita merusak ukhuwah hanya karena ingin menang sendiri.”
Sementara itu, Muhammad Fikri Amin menutup diskusi dengan pesan penting, “Jika kita benar-benar memahami Islam, kita akan lebih banyak mengajak dan merangkul daripada menghakimi dan memvonis.”
Kajian ini menjadi pengingat bagi seluruh umat Islam untuk senantiasa menjunjung tinggi nilai persaudaraan dan menghindari sikap eksklusif yang dapat merusak ukhuwah. Dengan demikian, Islam dapat terus menjadi agama yang membawa kedamaian dan persatuan bagi umatnya.