Preambule
Mengapa sistem pendidikan di Indonesia, menurut para pengamat pendidikan bangsa ini, masih dianggap belum mendapatkan kondisi idealnya untuk diterapkan di negara ini dari tahun ke tahun?
Bahkan setelah pergantian 44 Menteri Pendidikan sejak negara ini terbentuk di tahun 1945, dan pergantian 12 kurikulum nasional sampai sekarang, sepertinya bangsa ini masih ‘bingung’ dalam mencari bentuk sistem Pendidikan yang ideal yang dapat diterapkan dalam upaya membuat peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia. Padahal, anggaran pendidikan nasional yang ada, terus mengalami peningkatan dalam setiap pergantian Menteri Pendidikan tersebut.
Adapun berbagai macam program kurkulum nasional yang telah banyak berganti tersebut, antara lain: Kurikulum pertama pada tahun 1947 dinamakan Rencana Pelajaran, kemudian pada tahun 1964 masuk Kurikulum Rencana Pendidikan Sekolah Dasar, Kurikulum Sekolah Dasar di tahun 1968, lanjut Kurikulum Proyek Perintis Sekolah Pembangunan 1973. Di tahun 1975 Indonesia memasuki Kurikulum Sekolah Dasar, kemudian berganti menjadi Kurikulum 1984, Kurikulum 1994, Revisi Kurikulum 1994 di tahun 1997, Rintisan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) di tahum 2004. Lalu dua tahun kemudian (2006) beralih ke Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), dan terakhir Kurikulum 2013, serta Kurikulum Merdeka Belajar.
Penyebab Stagnasi Kemajuan Pendidikan Nasional
Salahsatu penyebab kondisi stagnasi ini adalah dikarenakan negara ini belum mempunyai sebuah cetak biru (Blueprint) pendidikan nasional yang bersifat jangka panjang. Semua kebijakan yang telah diambil oleh para Menteri Pendidikan yang selama ini pernah menjabat di Indonesia tersebut, hanyalah kebijakan-kebijakan yang bersifat jangka pendek, yaitu sekitar 5 tahun saja, atau paling lama 10 tahun, atau selama mereka menjabat sebagai Menteri Pendidikan saja.
Jadi dapat dikatakan bahwa sistem pendidikan nasional yang telah terbangun selama Indonesia merdeka ini, hanyalah sistem-sistem pendidikan nasional yang bersifat sementara (Temporary) saja. Hal ini sungguh sangat ‘berbahaya’ menurut saya, dikarenakan akan menyebabkan banyak ketidakpastian kebijakan dalam meningkatkan kualitas pendidikan dan kualitas kecerdasan anak bangsa dalam jangka panjang. Seperti yang terjadi sampai saat ini.
Dan diperparah lagi, banyak dari kebijakan-kebijakan yang diambil tersebut yang tidak didasarkan kepada studi kelayakan atau penelitian, atau kompromi dengan pihak-pihak yang berkepentingan terlebih dahulu, sehingga ketika segala macam kebijakan tentang sistem pendidikan nasional tersebut keluar, banyak dari kebijakan-kebijakan tersebut yang tidak sesuai dengan apa yang dibutuhkan di lapangan sesungguhnya.
Keberadaan sebuah Cetak Biru (Blueprint) pendidikan nasional yang bersifat jangka panjang, pada dasarnya harus memenuhi 4 (empat) kriteria kebijakan yang bersifat jangka panjang pula. Jangka Panjang yang dimaksud di sini adalah waktu ideal yang benar-benar diperlukan untuk membuat sebuah kondisi pendidikan nasional menjadi lebih baik. Biasanya diperlukan waktu sekitar 25 tahun sampai dengan 30 tahun bagi sebuah negara untuk membentuk sistem, sumber daya manusia, dan karakteristik kurikulum yang kuat dalam meningkatkan kualitas pendidikan nasionalnya.
Adapun keempat kriteria kebijakan tersebut adalah:
Pertama, komitmen yang penuh dari pemimpin negara dan kementrian pendidikan negara ini dalam menyamakan visi dan misi pendidikan nasional untuk jangka panjang.
Kedua, fokus kepada kurikulum jangka panjang yang berorientasi kepada peningkatan kecerdasan kognisi, kecerdasan emosi, serta kecerdasan spiritual peserta didik, sehingga tidak ada lagi pergantian kurikulum yang cepat tetapi tidak fokus dalam orientasinya.
Ketiga, adalah berinvestasi jangka panjang dalam upaya peningkatan kualitas pengajaran guru, dan kesejahteraan hidupnya.
Keempat, terus berinvestasi dalam upaya perbaikan sarana dan prasarana pendidikan yang berorientasi kepada teknologi pendidikan yang memadai.
Kurikulum Pendidikan Nasional Jangka Panjang
Khusus berbicara mengenai kurikulum pendidikan, pastinya tidak akan lepas dari yang namanya dasar-dasar pembentukan kurikulum itu sendiri. Menurut para ahli pendidikan, ada 4 (empat) dasar pembentukan sebuah kurikulum pendidikan yang baik, yaitu: (1) Menentukan tujuan kurikulum itu, baik tujuan umum maupun tujuan khususnya, (2) Menentukan isi atau inti dari kurikulum yang akan digunakan, (3) Menentukan media pembelajaran yang cocok dengan kurikulum yang akan digunakan, (4) Membangun sarana dan prasarana teknologi yang sesuai dengan perkembangan jaman, dan yang terakhir (5) Melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan kurikulum tersebut secara berkala.
Dalam hal mengenai isi atau inti kurikulum pendidikan nasional jangka panjang, ada baiknya jika pemerintahan baru yang akan terbentuk di tahun 2024 ini, memperhatikan beberapa aspek yang mendasar dalam pembentukan model Kurikulum Pendidikan Nasional, yang akan termaktub di dalam Blueprint Pendidikan Nasional yang seharusnya akan dibuat nanti.
Beberapa inti dari aspek mendasar tersebut adalah:
1. Inti Kurikulum Pendidikan Nasional yang Memperhatikan Nilai Akhlak dan Spritualitas Keagamaan yang Tinggi.
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang masih bersifat religius dan berke-Tuhan-an, sesungguhnya adalah merupakan sebuah modal dasar yang sangat kuat dalam membangun peradaban bangsa ini.
Menurut Dr. Adian Husaini, yang mengutip pendapat dari Prof. Syed Naqub Al Attas, mengatakan bahwa tujuan pendidikan pada dasarnya adalah untuk menciptakan manusia-manusia yang berakhlak dan berbudi baik, baik menurut agama maupun menurut hukum positif yang ada, sehingga dengan menjadi manusia yang baik, maka dia akan menjadi umat beragama yang baik, akan menjadi warga negara yang baik, akan menjadi pegawai yang baik, akan menjadi pengusaha yang baik, dan seterusnya.
Hal ini juga sudah sesuai dengan tujuan pendidikan nasional, yang termaktub di dalam Pasal 31, ayat (3) UUD 1945 dan Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu menciptakaan hasil dari peserta didik pendidikan Indonesia yang cerdas dan bertaqwa kepada Allah Ta’alla.
Berbeda dengan kurikulum pendidikan yang berasal dari Barat, dimana peserta didik hanya dididik untuk menjadi warga negara yang baik, dalam artian yang taat hukum kenegaraan, menjadi pengusaha yang baik, dalam artian patuh membayar pajak, atau menjadi pekerja yang baik, dalam artian dapat memberikan keuntungan yang sebanyak-banyaknya bagi perusahaan tempat dia bekerja.
Masih menurut Dr. Adian, kurikulum pandidikan Barat tidak memperdulikan apakah individu-individu tersebut suka melakukan zina, mabuk, atau melawan kepada orangtua dan guru, selama mereka tidak melawan hukum negara dan tidak mengganggu ketertiban umum, maka mereka akan tetap dicap sebagai individu atau manusia yang ‘baik’. Sehingga dengan demikian, terdapat perbedaan yang jelas dan tegas antara tujuan kurikulum pendidikan Indonesia dan kurikulum pendidikan negara-negara sekuler di bagian dunia Barat.
Sejatinya, dengan tujuan kurikulum pendidikan nasional yang mengacu kepada UU Sisdiknas No. 20/2003, mampu menghasilkan manusia-manusia unggul yang lebih baik dari sisi adab dan peradaban, daripada mereka yang ada di Barat.
Mengapa demikian? Karena kurikulum pendidikan nasional kita tetap berdasarkan kepada asas akhlak dan ketakwaan terhadap Tuhan, sementara dunia Barat terus menyandarkan nilai kurikulum pendidikan nasional mereka kepada materialisme dan kapitalisme. Dan sosiolog Islam yang terkemuka, Ibn Khaldun (1332-1406), telah menyatakan di dalam bukunya yang bertajuk ‘Muqadimah’ bahwa hancurnya peradaban negara-negara besar seperti Romawi, Yunani, dan beberapa Kerajaan Islam terdahulu, utamanya disebabkan karena hancurnya akhlak para pemimpin dan rakyat negara-negara tersebut, dan dikarenakan mereka selalu memuja materialisme duniawi secara berlebihan.
Dengan demikian, jika inti kurikulum pendidikan nasional yang memperhatikan nilai akhlak dan spritualitas keagamaan yang tinggi dapat diterapkan dengan kesungguhan, maka dapat dipastikan bahwa pendidikan bangsa ini akan dapat menciptakan putra-putri generasi bangsa yang bertaqwa, beradab, mandiri, cerdas, dan berakhlak mulia.
2. Inti Kurikulum Pendidikan Nasional yang Memperhatikan Keberadaan Kekayaan Sumber Daya Alam Indonesia.
Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang sangat besar, ditambah lagi dengan banyaknya kandungan kekayaan alam, seperti kekayaan migas, barang tambang, pertanian, dan segala macam kekayaan biohayati kelautannya.
Kurikulum pendidikan nasional bangsa ini seharusnya adalah kurikulum jangka panjang, yang mampu mempelajari berbagai macam kekayaan alam bangsa tersebut, berikut pengenalan cara pengolahannya, sehingga mampu menciptakan teknologi mandiri, yang dapat diaplikasikan dalam rangka eksplorasinya. Jadi, para generasi muda bangsa ini tidak hanya sekedar menghafalkan nama-nama kekayaan sumber daya alamnya saja, tetapi juga mampu untuk mengeksplorasinya tanpa merusak alam, dan juga tidak menyerahkan kekayaan sumber daya alam bangsa ini kepada pihak asing begitu saja, dengan mengatasnamakan kerjasama, investasi, atau hilirisasi.
Dengan demikian, kurikulum pendidikan bangsa yang membahas tentang kekayaan sumber daya alam bangsa ini, sejatinya bisa menciptakan putra-putri bangsa yang memiliki sifat nasionalisme yang tinggi.
Mengapa demikian? Karena sejatinya, pendidikan bukanlah hanya sekedar menciptakan hasil peserta didik yang mempunyai nilai akademis yang tinggi, tetapi tidak mempunyai kemampuan untuk bisa menghasilkan atau menciptakan sesuatu yang bermanfaat dari sumber daya alam yang ada di sekitarnya.
Tetapi sebaliknya, sebuah proses pendidikan yang baik harus mempunyai sebuah kurikulum yang mampu mentransfer sebuah pengetahuan yang bermannfaat dan aplikatif, dan mampu membentuk sebuah kepribadian baru yang lebih baik dari hasil transfer pengetahuan tersebut. Jadi ada proses transfer pengetahuan dan transformasi kepribadian, pemikiran, dan sikap di sini. Sedangkan proses transfer pengetahuan dan transformasi kepribadian ini tentu saja tidak dapat dilakukan dalam waktu yang singkat, tetapi memerlukan waktu yang cukup panjang. Tetapi jika tidak kita mulai saat ini, maka sumber daya alam bangs aini akan keburu habis diambil oleh mereka yang mempunyai konspirasi jahat terhadap bangsa dan negara ini.
3. Inti Kurikulum Pendidikan Nasional yang Memperhatikan Nilai Pelestarian Alam dan Lingkungan Hidup yang Berkelanjutan
Selain itu, inti dari kurikulum pendidikan nasional yang bersifat jangka panjang juga, seharusnya adalah sebuah kurikulum yang bersifat komprehensif, yang mampu diaplikasikan dalam bentuk kesalehan pribadi, kesalehan sosial, juga yang tidak kalah pentingnya adalah kesalehan dan adab terhadap alam dan lingkungan sekitarnya.
Berkaca dari semakin banyaknya bencana yang menimpa rakyat bangsa ini dalam kurun waktu dua dekade terakhir, yang disebabkan karena semakin kurangnya kesadaran rakyat dalam menjaga pentingnya pelestarian lingkungan dan keseimbangan alam, maka harus ada penambahan inti kurikulum pendidikan nasional yang menjelaskan tentang literasi oentingnya menjaga pelestarian alam dan keseimbangan alam tersebut.
Hal ini sangat mendesak untuk dilakukan, agar masyarakat semakin terdidik untuk menjaga alam lingkungan sekitar mereka, demi mewariskan lingkungan hidup yang tetap terjaga untuk anak dan cucu mereka, para generasi muda bangsa ini kelak. Jangan sampai kita sebagai generasi pendahulu justru memberikan kesulitan dan kesengsaraan, karena mewarisi alam dan lingkungan yang rusak kepada mereka.
4. Inti Kurikulum Pendidikan Nasional yang Memperhatikan Nilai Kearifan Lokal yang Tetap Mempunyai Daya Saing
Kearifan lokal (local wisdom) merupakan sebuah nilai kekayaan bukan benda yang tetap harus dijaga kelestariannya oleh oleh para generasi penerus bangsa ini. Segala macam budaya yang baik, sesungguhnya merupakan cara untuk menjaga nilai-nilai yang konstruktif dalam membangun mental dan pemikiran yang kuat bagi para peserta didik dan masyarakat pada umumnya, sebagai penerus kehidupan dalam negara dan bangsa ini.
Dengan menghidupkan berbagai macam budaya yang baik, baik dalam bidang keagamaan, sosial, dan kesenian, maka hal tersebut sesungguhnya juga dapat menjaga harkat diri bangsa dengan kuat, sehingga tidak mudah goyah, tidak mudah rapuh, serta tidak mudah untuk menjadi generasi ‘bebek’ dalam menghadapi arus kebudayaan Barat yang sekuler, yang terus diikuti oleh generasi muda bangsa Indonesia, padahal budaya sekuler tersebut terus saja memberikan pengaruh buruk bagi para generasi muda bangsa.
Karena itulah maka pentingnya memasukkan inti kurikulum pendidikan nasional yang memperhatikan nilai kearifan lokal yang tetap mempunyai daya saing, sehingga mampu membuat para peserta didik Indonesia untuk berfikir kritis dan solutif, serta memberikan keleluasaan kepada mereka untuk mampu menciptakan sesuatu yang bermanfaat bagi sesama, yaitu berupa teknologi yang tepat guna, serta mampu pula untuk menggunakan teknologi dunia yang semakin canggih dalam Upaya menggali keunggulan-keunggulan yang ada dalam nilai-nilai kearifan lokal yang dimiliki oleh bangsa Indonesia.
Wallahu’allam bisshowab
Jakarta, 21 Januari 2024
*Director of Logos Institute for Education and Sociology Studies (LIESS) / Pemerhati Pendidikan dan Sosial/ Sekolah Pascasarjana UIKA Bogor/ Anggota PJMI