humaniora.id – Jum’at malam, 10 November 2023, di Teater Jakarta, gedung pertunjukan terbesar di Taman Ismail Marzuki, dengan 1.200 tempat duduk, sebuah pertunjukan tak biasa akan digelar.
Satu rangkaian dengan perhelatan 55 Tahun Pusat Kesenian Jakarta – Taman Ismail Marzuki, yang tahun ini dirayakan dengan berbagai acara, selama 5 hari.
Sajian pentas seni terpilih, Cikini Festival, gelar kuliner, pameran seni rupa, pertunjukan grup musik Marjinal di Posko #saveTIM, dan lain-lain, pada puncak acara tanggal 10 November.
Akan tetapi, pertunjukan di Teater Jakarta itu bukanlah perayaan. Melainkan peringatan. Momen mengenang Huriah Adam, seniman perempuan yang fenomenal dari tanah Minang. “Tribute to Huriah Adam” sebagai tajuk acara. Sebanyak 40-an penari alumnus ISI Padang Panjang, dan IKJ Jakarta, akan menggetarkan panggung, mempersembahkan dua karya cipta tari Huriah, “Barabah” dan “Tari Piring”.
“Barabah adalah karya tari Huriah yang paling lengkap menyerap dasar tari Minang tradisional. Beliau mengolahnya dengan naluri, aspirasi, dan sikapnya sebagai perempuan Minang yang gigih memperjuangkan kebebasan dan kemerdekaan dari tradisi yang membatasi,” ujar Mohammad Ichlas, pimpinan Cilay Ensamble.
Selain dua tari itu, penampilan khusus disiapkan oleh Mohamad Ichlas atau Cilay (putra Huriah Adam/Anggota Dewan Tari Internasional – CID UNESCO), dengan karya tarinya bertajuk “Selendang Api”, dan dua komposisi musik tetabuhan/perkusi bernuansa ‘world music’, dengan bertolak dari khazanah bebunyian tradisi Minang. Cilay adalah koreografer dan musisi yang sudah bermain di banyak panggung pentas di kota-kota Asia, Eropa, dan Amerika Serikat.
Pagelaran tari, dan konser musik perkusi dengan atmosfer Minang yang kuat selama lebih kurang 1,5 jam itu, dipersembahkan oleh sejumlah seniman yang tergabung dalam kelompok Cilay Ensamble. Tata artistik didukung oleh Aidil Usman (Komite Senirupa Dewan Kesenian Jakarta), dan R. Monowangsa (sutradara Teater Gumilar). Exan Zen, aktor dan deklamator nasional, akan menampilkan pula prosesi pembukaan dengan happening-art yang siap menggetarkan arena Taman Ismail Marzuki.
“Even “Tribute to Huriah Adam” ini hajatan penting. Kami maksudkan untuk mendudukkan kembali peran dan posisi penting Huriah sebagai bagian, sebagai ruh kreatifitas seni, yang tak terpisahkan dari sejarah Taman Ismail Marzuki sejak awal didirikan, pada tahun 1968. Tanggal 10 November adalah tanggal keramat, yaitu diresmikannya TIM oleh Gubernur Ali Sadikin. Pada tangga 10 November besok, kami telah menyiapkan kejutan bahagia untuk Keluarga Besar Huriah Adam. Peran beliau harus kita muliakan!” demikian Iwan Henry Wardhana, Kepala Dinas Kebudayaan DKI Jakarta menjelaskan.
Huriah Adam Seniwati Minang Legendaris
Sampai tutup usia pada 35 tahun, Huriah Adam telah menciptakan belasan karya tari, diantaranya Tari Lilin, Tari Piring, Tari Barabah, Tari Pedang. Tiga tari karyanya pernah pula dipentaskan pada perhelatan akbar Games of The New Emerging Forces (Ganefo) di Gelora Bung Karno pada tahun 1963.
Sebagai koreografer handal Indonesia, Huriah mulai terkenal setelah pementasan karyanya di Taman Ismail Marzuki – Jakarta, pada tahun 1968. Lewat karya-karya fenomenalnya, ia mengangkat kekayaan khazanah tari tradisi Minang dan memadukannya dengan gerakan silat Minang. Dua kepiawaian yang ia peroleh dan kuasai dengan mahir sejak remaja, ketika berguru bertahun-tahun, pada Pakiah Nandung, di Padang Panjang.
Sejak pementasan di TIM itu, karya tarinya dengan cepat menyebar ke sanggar-sanggar tari Minang, dan diajarkan di sekolah-sekolah baik di Jakarta maupun di Sumatera Barat. Berkat Huriah, tari Minang kemudian menjadi bagian penting dalam searah perkembangan seni tari modern Indonesia.
Huriah lahir pada 6 Oktober 1936 di Padang Panjang. Ia dibesarkan dalam lingkungan keluarga agamis, namun amat mencintai kesenian. Ia putri ulama Minangkabau, Syekh Adam Balai-Balai, pendiri Madrasah Irsadin Naas (MIN), yang dikenal luas sebagai ulama yang mempunyai perhatian besar dalam pengembangan kesenian Minangkabau.
Huriah, dalam bahasa Arab berarti ‘kebebasan’ atau ‘kemerdekaan’. Makna nama yang kemudian menjelma dalam dirinya, menjadi sikap berkesenian yang kuat mengedepankan prinsip kebebasan dan kemerdekaan. Baik sebagai pibadi, maupun dalam penciptaan karya-karya tarinya.
Huriah wafat, tepat pada tanggal 10 November 1971. Ketika pesawat Merpati yang ia tumpangi, dalam perjalanan menuju Bandara Tabing di Padang, jatuh dan hilang di lepas pantai Sumatera Barat. Ia hilang bersama enam puluh delapan penumpang pesawat. Jasadnya tak pernah ditemukan.
Secara anumerta, pada tahun 1977, Presiden Soeharto memberikan penghargaan Anugerah Seni untuk Huriah atas jasa-jasanya di bidang kesenian. Penghargaan Bintang Budaya Parama Dharma dianugerahkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kepadanya (2011).
Di Taman Ismail Marzuki, untuk menghormati dedikasi Huriah, sebuah sanggar tari ditetapkan oleh Gubernur Ali Sadikin, dengan nama Studio Tari Huriah Adam. Sayang, pada tahun 1980-an, sanggar tari itu dirubuhkan, karena alasan pembangunan. Dan hingga hari ini tidak pernah terbangun kembali.
Nama Huriah Adam juga diabadikan sebagai nama Gedung Seni dan Pertunjukan Institut Seni Indonesia Padang Panjang.
Selain sebagai penari, Huriah yang pernah menjadi pengajar tari di Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta (sekarang Institut Kesenian Jakarta/IKJ) pada tahun 1971, dan di Akademi Seni Karawitan Indonesia (ASKI) Padang Panjang, dikenal pula piawai bermain biola, piano, dan gitar, disamping sebagai pelukis, dan pematung. Tugu “Pahlawan Tak Dikenal” adalah karya patungnya yang tersohor, yang berdiri megah sampai hari ini di pusat kota Bukittinggi.
Cilay Ensamble, beserta lembaga penaja acara, Dinas Kebudayaan DKI Jakarta, mengundang publik pencinta seni tari, terutama urang Minang yang bermukim di Jakarta dan sekitarnya, untuk hadir, bersama mengenang Huriah Adam, sebagai tokoh terhormat, pejuang seni, dan perempuan Minang yang turut memajukan dunia seni tari modern Indonesia.
“Ya, dengan membuka hati dan dua telapak tangan, kami mengundang keluarga besar masyarakat Minangkabau di Jakarta untuk beramai-ramai memenuhi Teater Besar TIM. Bersama kita menyaksikan kedakhsyatan karya Huriah Adam, mengenang dan mengirim doa untuk Bunda Huriah Adam, maestro yang mengangkat khazanah kebudayaan Minang di panggung seni dunia!” pesan Yaser Arafat, selaku Produser Acara, di tengah persiapan acara di Taman Ismail Marzuki. “Duduak surang basampik-sampik, duduak basamo balapang-lapang,” imbuh Yaser, musisi dan komposer handal, yang pernah bermain di Berlin, Paris, dan beberapa kota di Eropa.
Pergelaran Gratis untuk Umum
Even “Tribute to Huriah Adam” sebagai bagian dari rangkaian perhelatan ulang tahun Taman Ismail Marzuki yang ke-55 tersebut, adalah momen penghormatan kepada Huriah Adam, tokoh seni nasional, yang berpengaruh luas dalam pembaharuan seni tari modern Indonesia.
Tatan Daniel, penyair yang juga terlibat mempersiapkan acara, menegaskan: “Semangat, gagasan, dan karya-karya fenomenal Huriah Adam, perempuan pemikir visioner yang mengusung kekayaan khazanah seni tari tradisional ke panggung nasional, dan internasional, sepatutnya terus teraktualisasi, dan menjadi mata air inspirasi dalam pengembangan dan pemajuan kesenian kita!”/*