humaniora.id – Dalam rangka memaknai Hari Jamu Nasional, Bos Sidomuncul, Irwan Hidayat mengajak 100 pedagang jamu dari berbagai daerah di Jawa Tengah untuk mengunjungi Pabrik Sido Muncul di Bergas, Kabupaten Semarang, pada Kamis (30/5/2024).
Para pedagang jamu tersebut datang dari berbagai daerah, antara lain Jakarta, Semarang, Solo, dan Jogja.
Mereka yang rata-rata dari kaum perempuan itu diajak berkeliling pabrik Sido Muncul untuk melihat proses produksi produk-produk perusahaan jamu dan farmasi terbesar yang telah menggunakan teknologi modern tersebut.
Acara kemudian berlanjut dengan sesi minum jamu bersama Direktur Sido Muncul Irwan Hidayat, Pengawas Farmasi dan Makanan Ahli Madya Balai Besar POM Semarang Woro Puji Hastuti, Direktur Eksekutif GP Jamu Jawa Tengah Stefanus Handoyo, dan para pedagang jamu.
Para pedagang jamu yang juga mitra Sido Muncul ini diberikan penyuluhan dan edukasi mengenai cara memproduksi jamu yang baik dan higienis, langsung dari Balai Besar POM Semarang.
Direktur Sido Muncul Irwan Hidayat menyatakan dengan adanya peringatan Hari Jamu Nasional ini menandakan bahwa budaya minum jamu telah menjadi gaya hidup sehat karena masyarakat sudah tahu dan sangat paham akan khasiat dan manfaatnya bagi kesehatan.
“Dan jangan lupa bahwa jamu jadi penanda bisa mendunia dan merupakan warisan budaya asli Indonesia,” ujar Irwan Hidayat kepada wartawan di Agrowisata Sido Muncul, Kompleks Pabrik Terintegrasi Sido Muncul, Ungaran, Kamis (30/5/2024).
SBY Canangkan Hari Jamu Nasional
Tak lupa Irwan juga mengucapkan terima kasih kepada Presiden Indonesia Ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono karena dengan goodwill tinggi telah mencanangkan Hari Jamu Nasional yang jatuh pada 27 Mei.
Tentu, kata dia, hal itu sangat memberikan dampak untuk pelestarian budaya minum jamu serta memberi semangat bagi para pelaku usaha jamu, seperti dirinya dan keempat saudara kandungnya yang merupakan generasi kedua Sido Muncul yakni Irwan Hidayat, J Sofjan Hidajat, Johan Hidayat, Sandra Hidayat, dan David Hidayat.
“Penetapan Hari Jamu Nasional oleh Pak SBY, Presiden kita saat itu menandakan bahwa budaya minum jamu menjadi gaya hidup sehat. Adanya Hari Jamu Nasional itu adalah penghargaan untuk obat herbal kita sendiri. Obat herbal yang bersumber dari kekayaan alam Indonesia. Dampaknya berpengaruh bagi pemasaran, penjual jamu dan pengusaha sektor ini. Sangat memberi dorongan semangat kita bersama dengan jamu Indonesia maju dan jaya,” tegas influencer nasional ini.
Tradisi Minum Jamu Perlu Inovasi
Pada kesempatan itu, Irwan juga mengingatkan menjaga tradisi minum jamu di kalangan anak muda saat ini juga harus disertai inovasi.
Sido Muncul sendiri, tentu kata Irwan harus bisa beradaptasi, responsif, dan mengikuti kebutuhan kesehatan milenial bahkan Gen Z.
“Sido Muncul telah memiliki varian produk yang dikemas secara modern dalam bentuk soft capsule yang sebelumnya diproduksi dalam bentuk serbuk dan cair, seperti produk Tolak Angin yang awalnya dalam bentuk serbuk. Lalu dikemas dalam bentuk sachet (cair) kemudian dikembangkan kembali dalam bentuk soft capsule,” ungkap Irwan.
Ada juga varian jamu siap minum (ready to drink) yang dikemas dalam botol seperti jamu lifestyle yang kekinian mengikuti selera milenial.
“Kami berkomitmen untuk terus mengembangkan jamu yang dikemas dalam bentuk modern agar lebih praktis untuk dikonsumsi. Sehingga dapat menarik minat generasi muda untuk ikut melestarikan tradisi minum jamu, serta menjadi alternatif bagi masyarakat yang kurang menyukai aroma jamu yang terkesan pahit,” jelas Irwan.
Seperti publik ketahui, Unesco telah resmi memasukkan Budaya Sehat Jamu (Jamu Wellness Culture) sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTb) pada akhir tahun 2023.
Jamu sendiri menjadi WBTb Indonesia ke-13 yang berhasil dienkripsi ke dalam daftar WBTb Unesco. Setelah penetapan Unesco tersebut, diharapkan tardisi minum jamu tetap dijaga oleh generasi muda seperti halnya tradisi lainnya di Indonesia.
Tentunya jamu telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Indonesia selama berabad-abad. Tradisi minum jamu di Nusantara diyakini telah ada sejak abad ke-8, dibuktikan dengan relief di Candi Borobudur dan beberapa manuskrip kuno seperti Kakawin Ramayana dan Serat Chentini.
“Saya selalu percaya, kalau negara semakin maju, tradisi-tradisi yang seperti ini nanti semakin berharga. Sekali pun kita selalu memakai batik, tapi tradisi membatik akan terus ada.
Di sini proses membatik nggak hilang, tetap dilestarikan dan semakin berharga,” ungkap Irwan.
Direktur Eksekutif GP (Gabungan Pengusaha) Jamu Jawa Tengah, Stefanus Handoyo turut mengamini pandangan Irwan Hidayat.
Stefanus menegaskan tradisi minum jamu itu pula yang saat ini terus digalakkan ke anak muda saat ini.
Menurutnya, harus ada program-program terjadwal dan sustainable untuk pelestarian jamu, yang dimulai dari anak di sekolah.
“Sejak ditetapkan Unesco, kita punya kewajiban moral untuk melestarikan budaya jamu kepada anak sekolah. Setelah penetapan tidak boleh hilang, harus dirawat, dijaga, dan dilestarikan. Salah satunya harus membuat program. Salah satunya jamu go to school dan go to campus. Ini program yang Senin kita akan lakukan di Wonogiri, ke SD dan SMP. Hal ini yang perlu kita tingkatkan di situ,” kata Stefanus.
Sementara itu, Pengawas Farmasi dan Makanan Ahli Madya Balai Besar POM Semarang Woro Puji Hastuti mengatakan pihaknya mengapresiasi acara yang digelar Sido Muncul.
Ia juga sempat memberikan penyuluhan dan edukasi mengenai cara membuat jamu agar tetap higienis kepada para pedagang jamu yang hadir.
“Kami apresiasi. Kami dari BPOM Semarang mendukung industri atau penjaja jamu untuk diterapkan. Bagaimana produksi jamu higienis dan aman untuk konsumen,” kata Woro.
Pedagang Jamu Tradisional Jadi Ujung Tombak
Selain mendukung anak muda tetap melestarikan budaya minum jamu, Irwan Hidayat juga memberikan dukungan kepada pedagang jamu tradisional termasuk jamu gendong. Ia menilai ujung tombak penjualan jamu tetap ada pada pedagang jamu.
“Bagi saya kita tidak bisa melupakan hubungan historical mereka. Meski jamu modern kini sudah diciptakan ada kapsul, pil, cair. Tapi ujung tombak kita ya pedagang jamu. Budaya minum jamu meski dikemas modern, tradisi ini jangan sampai hilang. Kami dukung pedagang jamu gendong sebagai ujung tombak jamu terus membumi,” tegas Irwan.
Salah satu pedagang jamu gendong, Ira Natalia (38) dari Magelang mengaku jika dirinya masih setia untuk tetap menjajakan jamu dengan cara tradisional karena ternyata masih banyak peminatnya. Tidak hanya yang tua, tapi mulai dari anak-anak pun masih mau minum jamu.
“Pelanggan ada ibu-ibu menyusui, bapak-bapak yang capek bekerja tetap butuh jamu. Anak-anak supaya terus sehat perlu minum beras kencur. Di Magelang masih banyak peminat. Bahkan ada dibutuhkan untuk menambah nafsu makan juga,” tutur Ira.
Jamu modern, menurut Ira, sangat membantu dalam efisiensi menyiapkan bahan. Meski demikian beberapa jamu masih ia buat secara tradisional.