Berita Terkini, Eksklusif di WhatsApp humaniora.id
Dialog Imajiner dengan Corona
Aku : assalamu’alaikum.
Makhluk Allah : waalaikum salam.
Aku : Kamu sebenarnya siapa?
Makhluk Allah : aku Corona
Aku : Makhluk Allah yang sedang menyerang kaumku. Kaum manusia.
Corona : Emangnya kenapa?
Aku : Apa tujuanmu merusak, dan membunuh kaumku ? Apa kau tidak bisa cari makan dengan cara lain?
Corona : Kebetulan kaum manusia itu makanan yang lezat bagi kami. Itulah cara kami menikmati hidup kami.
Aku : Enak saja kamu bilang menikmati hidup. Kamu menyengsarakan kaumku. Siapa yang menyuruhmu. Apakah kamu kaki tangan dajjal?
Corona : Peduli amat dengan siapa yang menyuruhku. Tapi yang jelas aku tidak bisa melakukan semua ini jika tidak atas izin Allah, Dzat Yang Maha Kuasa yang mengatur hidupmu dan hidupku, keberadaanmu dan keberadaanku.
Aku : jadi apa tujuanmu?
Corona : Aku ada akibat ulah kalian. Coba renungkan dan pikirkan apa yang telah kalian kerjakan terhadap bumi dan alam semesta? Coba kalian resapi, apa yang sudah kalian perbuat terhadap sesama kalian sendiri?
Aku : jadi kalian diutus Tuhan?
Corona : Allah punya cara mengatur keseimbangan alam. Kaum manusia belum mampu menjangkau hakikat dari kuasa dan kemauan-Nya. Biarpun kalian sudah bisa menjangkau ruang angkasa. Biarpun kalian mampu menciptakan alat-alat canggih untuk kehidupan kalian. Bisa menciptakan segala obat dan nutrisi serta mengembangkan ilmu kedokteran yang memungkinkan kamu menghambat kematian. Tapi ternyata dengan kaumku yang besarnya sepersekian mikron saja kalian sudah pontang-panting kewalahan. Tidak ada yang mampu menghalau dan membendungku. Jadi apa yang hendak kalian sombongkan?
Aku : Lantas sampai kapan kamu menyerang kami?
Corona : Kalian hidup bukan saling memberi manfaat, tapi saling menghisap. Hidup saling menelikung dan kalau perlu saling memusnahkan. Kalian terlalu egois mementingkan bangsa dan kaumnya sendiri. Ingin menguasai dunia, dan hanya mementingkan bangsa sendiri. Jadi kami berpesan, setelah kami berlalu, hendaklah kalian menata kesadaran diri kembali. Kalian harus saling tolong-menolong sesuai tujuan dan hakikat kalian diciptakan. Tidak merusak bumi dan alam semesta. Tidak mengotori udara dan merusak langit. Tidak mengeksploitasi bumi seenaknya.
Aku : Kapan kalian pergi?
Corona : Secepatnya. Sesudah kalian menemukan kesadaran diri seperti yang telah kami utarakan. Tapi jangan harap kalian menemukan keadaan yang sama sebelum kehadiran kami ini. Dunia kalian berubah dengan keseimbangan baru yang didisain Allah bagi kelanjutan kehidupan seisi bumi dan alam semesta.
Aku : Kalian tidak hanya meninggalkan penyakit dan menyebabkan kaumku mati. Tapi kalian meninggalkan kerusakan hubungan dan silaturahmi kami sebagai sesama manusia dan meninggalkan kerusakan kehidupan ekonomi dan usaha manusia di berbagai belahan dunia. Banyak saudara kami kehilangan pekerjaan. Para pengusaha mengalami kebangkrutan, dan banyak orang miskin menjadi lebih miskin.
Corona : Jangan melihat akibat sesaat. Tapi lihat hikmah setelah ini. Kalian tidak menyangka banyak perubahan, cara berpikir, dan bertindak manusia. Setelah ini mungkin dunia menjadi lebih baik dan bersahabat — baik cara pandang kalian terhadap Allah, hubungan antar manusia, antar bangsa, maupun antar negara. Fenomena ini akan mengubah cara pandang kalian terhadap bumi dan alam semesta.
Corona : Semoga setelah ini kalian menemukan kesadaran diri – mengembalikan hakikat kalian sebagai manusia sesuai amanah Allah; Khalîfah fil ardhi. Hidup di bumi ini dengan kedamaian dan kebahagiaan.
Jakarta, 18 April 2020
Dikutip dari Buku Kumpulan Puisi “Intuisi Tasbih, Semesta Kata Lilik Muflihun” Penyelaras Eddie Karsito & Ervik A. Susanto