humaniora.id – Banyaknya peraturan tentang pengelolaan Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta yang tumpang-tindih, bahkan saling bertabrakan mengundang konflik berkepanjangan.
“Konflik tentang pengelolaan TIM ini harus diselesaikan. Harus ada satu peraturan tunggal. Dibikin saja dalam satu peraturan daerah. Ya, semacam ‘omnibus law’-lah,” tegas Dr. Drs. Trubus Rahadiansyah, saat tampil sebagai narasumber di Seminar “BLUD (Badan Layanan Umum Daerah) untuk Seluruh Kawasan TIM” yang digelar di Ruang Teater Arena Taman Ismail Marzuki (TIM) Cikini Jakarta, Minggu (12/11/ 2023).
Seminar tersebut diselenggarakan oleh Dinas Kebudayaan DKI Jakarta dan UP Pusat Kesenian Jakarta TIM dalam satu rangkaian Peringatan Hari Ulang Tahun Ke-55 Taman Ismail Marzuki.
Dihadiri para seniman, antara lain: Noorca M. Massardi, Rayni Massardi, Iwan Burnani, Tatan Daniel, Fikar W. Eda, Amien Kamil, Krisna Aditya, Mogan Pasaribu, Eki Thadan, R. Mono Wangsa, Ismail Sofyan Sani, Willy Fwi, Guntoro Sulung, Ical Vrigar, Yaser Arafat, Moktavianus Masheka, dan Bambang Prihadi (Ketua Dewan Kesenian Jakarta).
Dalam seminar ini Dr. Trubus menyampaikan pendapat akademisnya ditinjau dari perspektif “Kebijakan Publik untuk Masa Depan TIM yang Sehat”.
Menurutnya, wilayah TIM sudah dipecah-pecah. Ada ketentuan yang mengatur soal UP PKJ TIM, ada yang mengatur kekuasaan Jakpro, ada soal kewenangan Dewan Kesenian Jakarta, tentang IKJ, dan sebagainya.
“Saya tidak yakin, ketentuan-ketentuan itu bisa dilaksanakan. Dalam Perda, soal BLUD nanti harus betul-betul diatur dengan rigid. Mekanisme dan prosedurnya seperti apa. Begitu juga dengan ruang lingkupnya,” paparnya.
Lebih jauh dijelaskan oleh Dr. Trubus, bahwa dalam konteks pengelolaan dan pengembangan TIM, sangat penting memperhatikan persepsi publik.
“Membangun persepsi publik tidak ringan. Konflik berkepanjangan di TIM ini, akan membuat ‘branding’-nya tidak baik,” tambahnya.
Dr. Trubus berharap, BLUD yang akan dibentuk, tidak boleh ujug-ujug. Sumber daya manusia seniman harus dilibatkan, begitu pula stakehorder terkait. Dalam rumusan kebijakan tentang pengelolaan TIM, yang diharapkan bisa dalam bentuk Perda.
“Soal pelibatan ini harus jelas tertuang. Tidak boleh ujug-ujug, seperti Pergub Nomor 63 Tahun 2019, yang tiba-tiba menugaskan Jakpro mengelola TIM. Malah sampai 28 tahun!,” tegas Ketua Umum Asosiasi Analis Kebijakan Indonesia – Lembaga Administrasi Negara (LAN) ini.
Hal lain yang sangat penting, kata dia, adalah membangun kolaborasi sinergitas. Tidak hanya Dewan Kesenian Jakarta, Institut Kesenian Jakarta, UP PKJ TIM, tapi juga masyarakat, para tokoh, para seniman.
“TIM ini satu kawasan. Satu otoritas. Tidak boleh dipritel-pritel, akibat kebijakan Pergub Nomor 63 Tahun 2019. Harus segera dicabut Pergub itu. Mudah saja sebenarnya. Ada political will, ada political action. Jangan ‘mlintir-mlintir, ujung-ujung yang keluar Pergub lagi, yang isinya sama saja,” ujar Dr. Trubus.
Selain Dr. Trubus, pembicara lainnya dalam seminar ini adalah, Jhohannes Marbun, S.S., M.A., (aktivis perlindungan dan pelestarian warisan budaya, advokasi kebijakan publik sektor kebudayaan, Magister Arkeologi dari Universitas Gajah Mada), Dr. Indah Tjahjawulan, S.Sn., M.Sn., (Rektor Institut Kesenian Jakarta), Felencia Hutabarat (Dewan Kesenian Jakarta), dan Fadli (Peneliti dari Universitas Indonesia).
Seminar bertujuan menghimpun gagasan, pemikiran, dan pandangan, baik dari kalangan seniman maupun akademisi, tentang tatakelola TIM yang sesuai dengan sejarah, kedudukan, dan fungsi TIM. Sejumlah masukan kritis dan bernas, bergulir. Sebagian merujuk pada pengalaman empirik, sebagian menyoal dengan tajam kondisi TIM hari ini.
Seminar Hasilkan 12 Butir Rekomendasi
Seminar BLUD menghasilkan 12 butir rekomendasi, yang antara lain, peserta seminar secara aklamasi sepakat menyatakan agar Peraturan Gubernur Nomor 63 Tahun 2019 tentang Penugasan Kepada PT Jakarta Propertindo untuk Merencanakan, Membangun, dan Mengelola Taman Ismail Marzuki, juncto Peraturan Gubernur Nomor 16 Tahun 2022 tentang Revisi Pergub Nomor 63 Tahun 2016 segera dicabut.
Peserta seminar secara aklamasi sepakat agar Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) segera dibentuk sebagai Badan Pengelola Taman Ismail Marzuki, dengan kewenangan meliputi seluruh kawasan Taman Ismail Marzuki, tidak hanya kawasan Teater Jakarta (Teater Besar dan Teater Kecil).
Kebijakan publik yang diterapkan di Taman Ismail Marzuki harus mengandung dan melahirkan rantai nilai dan rantai manfaat (benefit) bagi kesenian dan seniman.
Pengelolaan kawasan Taman Ismail Marzuki mutlak harus berpihak pada kepentingan kesenian, dan kepentingan seniman sebagai subyek dalam ekosistem pengelolaan Taman Ismail Marzuki.
Fungsi dan kewenangan Dewan Kesenian Jakarta dalam ekosistem pengelolaan Taman Ismail Marzuki harus jelas dan efektif.
Kawasan Taman Ismail Marzuki harus kembali terintegrasi dengan Institut Kesenian Jakarta.
Menyelenggarakan forum diskusi lanjutan tentang BLUD TIM, dengan melibatkan seluruh stakeholder: Dewan Kesenian Jakarta, Institut Kesenian Jakarta, Pusat Kesenian Jakarta TIM, Akademi Jakarta, para seniman dan ahli kebijakan publik.
BLUD bukan semata hanya soal tarif, tapi juga soal kemaslahatan seniman. Banyaknya peraturan dan keputusan Gubernur DKI Jakarta yang tumpang tindih terkait Pusat Kesenian Jakarta, sangat mengganggu ekosistem dan keberlangsungan kesenian di TIM. Sehingga perlu dikaji ulang dalam satu rumusan Peraturan Daerah yang bersifat tunggal.
Perlu diadakan Forum Group Discussion (FGD) untuk membuat formulasi BLUD yang melingkupi seluruh kawasan TIM.
Merekomendasikan hasil seminar ini kepada Pj. Gubernur DKI Jakarta sebagai masukan, untuk ditindaklanjuti dalam bentuk penyusunan peraturan baru tentang TIM, dan BLUD TIM.
Melakukan audiensi dengan Pj. Gubernur DKI Jakarta dan DPRD DKI Jakarta, untuk menindaklanjuti hasil seminar./*